Selain KRI Nanggala, Ini 8 Kapal Selam dari Berbagai Negara yang Pernah Kecelakaan dan Tenggelam
Selain kapal selam KRI Nanggala 402, kejadian serupa juga pernah menimpa kapal selam negara lain.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapal selam KRI Nanggala 402 dengan 53 awak dinyatakan hilang di perairan Selat Bali sejak hari Rabu (21/4/2021).
Kabar terbaru hari ini, kapal selam buatan Jerman tahun 1977 yang mulai dioperasikan TNI Angkatan Laut sejak 1981 itu dinyatakan tenggelam dan sejumlah barang dari kapal ditemukan mengapung di permukaan laut.
Selain kapal selam KRI Nanggala 402, kejadian serupa juga pernah menimpa kapal selam negara lain.
Baca juga: Bukan Ledakan, Kapal Selam KRI Nanggala-402 Mengalami Keretakan Besar
Berikut beberapa kecelakaan tragis kapal selam yang lainnya yang pernah terjadi.
1. Rusia
Empat belas pelaut tewas di dalam kapal selam nuklir Rusia di Laut Barents pada 2 Juli 2019 karena asap beracun akibat kebakaran.
Kremlin tidak mengungkapkan nama kapal selam itu, tetapi media Rusia menyebut nama kapal selam penelitian bertenaga nuklir adalah “Losharik,” yang dirancang untuk misi sensitif hingga ke kedalaman 910 meter.
Sebelumnya pada 8 November 2008, Rusia juga kehilangan 20 pelaut yang ada di dalam kapal selam bertenaga nuklir “Nerpa,” yang merupakan bagian dari Armada Pasifik negara itu, setelah terpicunya secara tidak sengaja sistem pemadam kebakaran di kapal naas itu.
Namun kecelakaan kapal selam yang paling banyak menelan korban jiwa di Rusia adalah tenggelamnya kapal selam “Kursk” pada 12 Agustus 2000 yang menewaskan 118 awaknya.
2. Argentina
Kapal selam Argentina “San Juan” hilang pada 15 November 2017 dan menewaskan seluruh awak yang berjumlah 44 orang ketika sedang dalam perjalanan pulang ke pangkalannya di Mar del Plata setelah mengikuti latihan militer.
Puing-puing kapal selam itu ditemukan setahun kemudian dalam operasi pencarian “Ocean Infinity of the US” di kedalaman sekitar 900 meter, di bagian timur Semenanjung Valdes, Patagonia.
Suatu penyelidikan menemukan bahwa bencana itu disebabkan ketidakefisienan komandan Angkatan Laut dan keterbatasan anggaran, bukan karena serangan atau tabrakan.
Kapal selam yang sebelumnya terpotong dalam dua bagian itu disatukan kembali pada tahun 2008-2014, dan para pakar sudah mengingatkan bahwa hal itu dapat membahayakan keselamatan awak.