WHO Sebut Varian COVID-19 India Telah Terdeteksi di 17 Negara, Inggris hingga Singapura
WHO mengatakan, varian COVID-19 yang ditemukan di India telah terdeteksi di 17 negara, di antaranya India, Inggris, Amerika Serikat, dan Singapura.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, vairan COVID-19 yang pertama kali ditemukan di India, telah terdeteksi di lebih dari selusin negara.
Berdasarkan database yang diunggah di GIASID Initiative, varian B1617 dari COVID-19 telah terdeteksi di 17 negara.
Terdapat 1.200 rentetan kasus atau sequences yang diunggah di GIASID Initiative, yang sebagian besar dari India, Inggris, Amerika Serikat, dan Singapura.
"Sebagian besar sequences diunggah dari India, Inggris Raya, AS, dan Singapura," kata WHO dalam pembaruan epidemiologis mingguan tentang COVID-19, dikutip dari Channel News Asia.
WHO menambahkan, baru-baru ini pihaknya mencantumkan varian B1617 sebagai garis keturunan dengan mutasi dan karakteristik yang sedikit berbeda, yang disebutnya variant of interest.
Baca juga: Update Corona Global 28 April 2021: Total 149,3 Juta Infeksi di Seluruh Dunia, India 17,9 Juta Kasus
Baca juga: 115 Pasien Covid-19 India Tewas Tiap Jam, Jenazah Dikremasi di Jalanan Jika Krematorium Penuh
Adapun label variant of interest juga merupakan penunjuk bahwa varian tersebut lebih berbahaya daripada versi asli virus.
Misalnya karena lebih mudah menular, mematikan atau mampu menghindari perlindungan dari vaksin.
WHO mengakui bahwa penelitian awal yang dikirimkan ke GIASID Initiative, menujukkan bahwa varian B1617 memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi daripada varian lain yang beredar di India.
Ditekankan bahwa varian lain yang beredar pada saat yang sama juga menunjukkan peningkatan transmisi, dan kombinasi tersebut.
Varian lain itu kemungkinan besar juga memainkan peran dalam lonjakan kasus yang terjadi di India.
"Memang, penelitian telah menyoroti bahwa penyebaran gelombang kedua jauh lebih cepat daripada yang pertama," KATA who.
Meskipun begitu, laporan itu menyoroti bahwa ada hal lain yang berkontribusi terhadap lonjakan kasus.
Termasuk ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan serta tak menghindari pertemuan publik.
"Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk memahami kontribusi relatif dari faktor-faktor ini," terang WHO.