Militer dan Milisi Berperang, Ribuan Penduduk Myanmar Melarikan Diri ke Thailand
Ribuan penduduk desa dari etnis Karen di Myanmar bersiap untuk menyeberang ke Thailand jika pertempuran semakin meningkat dan intensif antara militer
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, MAE SARIANG — Ribuan penduduk desa dari etnis Karen di Myanmar bersiap untuk menyeberang ke Thailand jika pertempuran semakin meningkat dan intensif antara militer Myanmar dan pemberontak Karen.
Mereka akan bergabung dengan warga Myanmar yang telah lebih dahulu melarikan diri saat kudeta 1 Februari terjadi.
Pemberontak Karen dan militer Myanmar telah bentrok di dekat perbatasan Thailand dalam beberapa minggu terakgir, sejak jenderal Myanmar mengusir pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh juara demokrasi Aung San Suu Kyi.
"Orang-orang mengatakan orang Myanmar akan datang dan menembaki kami, jadi kami melarikan diri ke sini," kata Chu Wah, seorang penduduk desa etnis Karen yang menyeberang ke Thailand bersama keluarganya minggu ini.
"Saya harus melarikan diri menyeberangi sungai," kata Chu Wah, merujuk pada sungai Salween yang membentuk perbatasan di daerah itu.
Jaringan Dukungan Perdamaian Karen mengatakan ribuan penduduk desa mengungsi ke kamp-kamp pengungsian di sisi Myanmar di Sungai Salween. Mereka akan melarikan diri ke Thailand jika pertempuran meningkat.
"Dalam beberapa hari mendatang, lebih dari 8.000 warga Karen di sepanjang sungai Salween harus mengungsi ke Thailand. Kami berharap bahwa tentara Thailand akan membantu mereka melarikan diri dari perang," kata kelompok itu dalam sebuah posting di Facebook.
Pejuang Karen pada hari Selasa melibas unit militer Myanmar di tepi barat Salween dalam serangan pra-fajar.
Karen mengatakan 13 tentara dan tiga pejuang mereka tewas. Militer Myanmar merespons dengan serangan udara di beberapa daerah dekat perbatasan Thailand.
Baca juga: Pertempuran Meletus di Myanmar Timur Dekat Perbatasan Thailand
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand mengatakan 2.267 warga sipil telah menyeberang ke Thailand per Jumat dini hari sejak putaran terbaru konflik dimulai. Thailand telah memperkuat pasukannya dan membatasi akses ke perbatasan.
Penduduk dua desa Thailand yang dekat dengan perbatasan juga telah mengungsi, juru bicara kementerian Tanee Sangrat mengatakan.
"Situasinya telah meningkat sehingga kami tidak bisa kembali," kata Warong Tisakul, 33, seorang penduduk desa Thailand dari Mae Sam Laep, sebuah pemukiman, yang sekarang ditinggalkan, di seberang pos tentara Myanmar yang diserang minggu ini.
Bentrokan berat juga telah terjadi di utara Myanmar antara pasukan pemerintah dan pemberontak etnis Kachin.
Media melaporkan korban terbanyak ada di pihak di pasukan pemerintah dalam beberapa hari terakhir. Tetapi juru bicara kelompok pemberontak Tentara Kemerdekaan Kachin mengatakan dia tidak dapat mengkonfirmasi angka apa pun.
"Akan ada korban di kedua belah pihak karena ada pertempuran," kata juru bicara, Naw Bu, melalui telepon.
Karen, Kachin dan beberapa kelompok etnis pemberontak lainnya telah ikut ambil bagian untuk mendukung para demonstran pro-demokrasi yang telah turun ke jalan-jalan di kota-kota di seluruh negeri untuk menentang kembalinya kekuasaan militer.
Pasukan keamanan telah membunuh sedikitnya 759 demonstran sejak kudeta, kata kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Reuters tidak dapat mengkonfirmasi korban jiwa.
Militer telah mengakui kematian beberapa demonstran, terbunuh setelah mereka memulai kekerasan, katanya.
Beberapa anggota pasukan keamanan juga telah tewas dalam mengawal aksi protes, kata militer.(Reuters/ Japan Times)