Puluhan Mayat Terdampar di Sungai Gangga India, Diduga Korban Covid-19 yang Tertampung Krematorium
Puluhan mayat yang diduga korban Covid-19 terdampar di Sungai Gangga India, diperkirakan krematorium tak lagi mampu menampungnya
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI - Puluhan mayat yang diduga korban Covid-19 terdampar di tepi Sungai Gangga di India utara.
Pejabat Distrik Ashok Kumar, Senin (10/5) mengatakan, sekitar 40 mayat terdampar di Distrik Buxar dekat perbatasan antara Bihar dan Uttar Pradesh, dua negara bagian termiskin di India.
"Kami telah mengarahkan pejabat terkait untuk membuang semua jenazah, baik untuk menguburkan atau mengkremasi mereka," kata Kumar kepada kantor berita AFP, seperti dikutip Aljazeera.
Pandemi telah menyebar dengan cepat ke pedalaman pedesaan India yang luas, membanjiri fasilitas kesehatan setempat serta krematorium dan kuburan.
Warga mengatakan kepada AFP bahwa mereka yakin mayat-mayat itu dibuang ke sungai karena lokasi kremasi kewalahan atau karena kerabat tidak mampu membeli kayu untuk pembakaran kayu bakar.
"Ini benar-benar mengejutkan kami," kata Kameshwar Pandey kepada kantor berita.
Baca juga: Jumlah Kematian Covid-19 di India Bisa Sentuh 1 Juta per Agustus, Ini yang Bisa Dilakukan PM Modi
Beberapa laporan media mengatakan jumlah mayat bisa mencapai 100 orang.
Laporan tersebut mengutip pejabat lain yang mengatakan beberapa dari mereka membengkak dan sebagian terbakar dan mungkin berada di sungai selama beberapa hari.
Menurut data resmi, sekitar 4.000 orang saat ini meninggal akibat virus corona setiap hari di India dan jumlah kematian hampir 250.000.
Tetapi banyak ahli percaya bahwa jumlah harian sebenarnya bisa beberapa kali lebih tinggi.
Hal ini terutama terjadi sekarang karena lonjakan saat ini telah menyebar ke luar kota-kota besar ke daerah pedesaan di mana rumah sakit sangat sedikit dan jarang dan pencatatannya buruk.
Baca juga: India Catat Lebih dari 4.000 Kematian akibat COVID-19 dalam Sehari
Rekrut Pensiunan
Hari Minggu (9/5) lalu, Kementerian Pertahanan India menyatakan, India merekrut ratusan pensiunan tenaga medis tentara untuk mendukung sistem perawatan kesehatannya yang kewalahan akibat lonjakan kasus Covid-19.
Ini disampaikan saat negara itu bergulat dengan rekor kasus infeksi dan kematian Covid-19, seperti dilansir Channel News Asia.
Sekitar 400 petugas medis diperkirakan akan bertugas kembali untuk kontrak selama maksimal 11 bulan, kata kementerian itu dalam siaran pers.
Kementerian Pertahanan menambahkan bahwa dokter pertahanan lainnya juga telah diturunkan untuk konsultasi online.
Kementerian kesehatan India melaporkan 4.092 orang meninggal dunia selama 24 jam terakhir, sehingga jumlah kematian secara keseluruhan menjadi 242.362 orang.
Baca juga: 1 dari 2 Orang yang Dites di India Barat Terkena Covid-19, Tingkat Kepositifan Tembus 50 Persen
Kasus-kasus baru naik sebesar 403.738 orang, sehingga totalnya menjadi 22,3 juta orang.
India telah dilanda gelombang kedua Covid-19 dengan kasus dan kematian mencapai rekor tertinggi setiap hari.
Dengan kekurangan oksigen dan tempat tidur akut di banyak rumah sakit dan kamar mayat dan krematorium meluap, para ahli telah mengatakan jumlah sebenarnya untuk kasus Covid-19 dan korban jiwa bisa jauh lebih tinggi dari data.
Banyak negara bagian India telah memberlakukan penguncian ketat selama sebulan terakhir untuk membendung lonjakan kasus infeksi, sementara yang lain telah mengumumkan pembatasan pergerakan publik dan menutup bioskop, restoran, pub, dan pusat perbelanjaan.
Tetapi tekanan meningkat pada Perdana Menteri Narendra Modi untuk mengumumkan penguncian nasional yang mirip dengan yang diberlakukan selama gelombang pertama tahun lalu.
India melaporkan rekor baru kenaikan kasus harian Covid-19 pada Jumat (7/5/2021). India mecatat 414.188 kasus baru pada hari ini.
Maka jumlah total kasus baru selama seminggu ini naik menjadi 1,57 juta, demikian Reuters melansir laporan otoritas Kesehatan India.
Baca juga: Lonjakan Covid-19 di India, Ilmuwan Peringatkan Gelombang Selanjutnya
Gelombang kedua Covid-19 yang mematikan di India terus melonkak hingga jumlah total kasusnya sekarang mencapai 21,49 juta orang terinfeksi. Infeksi Covid-19 menyebar dari kota-kota yang penuh sesak ke desa-desa pedesaan terpencil yang merupakan rumah bagi hampir 70 persen masyarakat dari 1,3 miliar penduduk di negara itu.
India melaporkan juga kasus kematian akibat Covid-19 dalam 24 jam terakhir sebanyak 3.915, sehingga total kematian menjadi 234.083 orang.
Para ahli medis memperkirakan jumlah real Covid-19 di India adalah lima hingga 10 kali lebih tinggi dari data resmi.
Baca juga: Nepal di Ambang Petaka Covid-19 Menyusul Tsunami Kematian di India
Perdana Menteri Narendra Modi telah banyak dikritik karena tidak bertindak cepat untuk menekan penyebaran gelombang kedua Covid-19, setelah festival keagamaan dan unjuk rasa politik menjadikan puluhan ribu orang menjadi "penyebar super" di India, dalam beberapa minggu terakhir.
Pemerintahannya juga telah dikritik karena keterlambatan dalam program vaksinasi, yang menurut para ahli medis adalah satu-satunya harapan India untuk mengendalikan gelombang kedua Covid-19.
Di sisi lain India adalah pembuat vaksin terbesar di dunia, yang kini berjuang untuk menghasilkan dosis yang cukup untuk membendung gelombang Covid-19.
Modi telah menekankan negara-negara bagian di India harus menjaga tingkat vaksinasi.
Meskipun negara ini telah memberikan setidaknya 157 juta dosis vaksin, tingkat inokulasinya telah turun tajam dalam beberapa hari terakhir.
"Setelah mencapai tingkat sekitar 4 juta sehari, kami sekarang turun menjadi 2,5 juta per hari karena kekurangan vaksin," kata Amartya Lahiri, seorang profesor di University of British Columbia seperti dikutip dalam surat kabar Mint.
"Target 5 juta sehari adalah batas bawah dari target yang harus kita bidik, karena bahkan pada tingkat itu, akan memakan waktu satu tahun bagi kita untuk mendapatkan semua orang menerima dua dosis. Sayangnya, kini situasi sangat suram."
Sejauh ini sistem pelayanan kesehatan India runtuh ketika pasien Covid-19 membludak, dengan rumah sakit kehabisan tempat tidur dan oksigen medis.
Kamar mayat dan krematorium tidak dapat menangani jumlah orang mati, dan pemakaman darurat kremasi menyebar di taman dan tempat parkir mobil.
Penduduk di daerah itu percaya bahwa jenazah dibuang ke sungai karena krematorium kewalahan atau keluarga tidak mampu membeli kayu bakar untuk pemakaman. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)