Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pria Austria Harus Kehilangan Kedua Kakinya karena Dokter Tak Sengaja Mengamputasi Kaki yang Sehat

Seorang pria usia lanjut di Austria terpaksa kehilangan kedua kakinya karena dokter salah mengamputasi kakinya.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Pria Austria Harus Kehilangan Kedua Kakinya karena Dokter Tak Sengaja Mengamputasi Kaki yang Sehat
Freepik
Ilustrasi operasi. Seorang pria usia lanjut di Austria terpaksa kehilangan kedua kakinya karena dokter salah mengamputasi kakinya. 

TRIBUNNEWS.COM - Seorang pria lansia di Austria terpaksa kehilangan kedua kakinya karena dokter salah mengamputasi kakinya.

Kaki yang diamputasi tim dokter justru kaki yang sehat, sementara kaki lainnya tetap harus diamputasi.

Seperti yang dilansir Mirror, pasien berusia 82 tahun itu diberitahu kaki kirinya harus diamputasi karena penyakit yang dideritanya.

Ia pergi ke Klinik Freistadt dekat perbatasan Ceko di Austria untuk operasi.

Ketika ia terbangun setelah operasi, ia langsung syok mengetahui bahwa kaki kanannya telah dipotong.

Baca juga: Lukanya telah Membusuk, Kaki dan Tangan Kukang dari Kota Tasikmalaya akan Diamputasi

Baca juga: 2 Tangan Seorang Pekerja Bangunan di Semarang Harus Diamputasi Gara-gara Tersengat Listrik

Ilustrasi operasi
Ilustrasi operasi (Freepik)

"Kami sangat terkejut bahwa pada hari Selasa, 18 Mei, meskipun ada standar jaminan kualitas, kaki yang salah dari seorang pria berusia 82 tahun, diamputasi," kata juru bicara klinik tersebut.

Pihak klinik menyebut kesalahan itu pertama kali diketahui saat penggantian perban pada Kamis (20/5/2021) pagi.

BERITA REKOMENDASI

Kesalahan tampaknya telah dilakukan sesaat sebelum operasi, ketika kaki yang akan diamputasi diberi tanda.

"Sayangnya kesalahan, di mana kaki kanan diangkat dan bukannya kaki kiri, terjadi sebagai akibat dari serangkaian keadaan yang tidak menguntungkan," katanya.

Mereka menambahkan bahwa penyelidikan sedang dilakukan dan standar operasi akan ditinjau.

Pasien kini ditawari bantuan psikologis sambil masih harus menjalani operasi lain untuk mengangkat kaki kirinya.

"Operasi direncanakan sesegera mungkin," kata klinik tersebut.

Amputasi pada bagian yang salah tidak hanya dialami oleh pasien Austria.

Antara April 2018 dan Juli 2019, 621 peristiwa terjadi di rumah sakit NHS, UK.

Jumlah itu setara dengan sembilan pasien setiap minggu, menurut data yang diperoleh kantor berita PA.

Data-data tersebut menunjukkan bahwa sejumlah dokter mengoperasi bagian tubuh yang salah.

Ada pula alat bedah (termasuk sarung tangan bedah, penguras dada, dan mata bor) yang tertinggal di dalam tubuh pasien beberapa kali.

Takut Malpraktik Kesehatan? Ini Hal Penting yang Harus Diperhatikan sebelum Melakukan Tindakan Medis

Malpraktik merupakan suatu jenis kelalaian dalam standar profesional yang berlaku umum dan pelanggaran atas tugas yang menyebabkan seseorang menderita kerugian.

Apabila dilihat dari arti malpraktik sendiri, sebenarnya tidak merujuk hanya kepada satu profesi tertentu, atau dalam hal ini dokter atau tenaga medis.

Namun, tak bisa dipungkiri hal itu menjadi lumrah di mata masyarakat.

Sehingga, banyak ahli yang menghubungkan malpraktik dengan pihak atau petugas kesehatan.

Hal itu juga diperkuat dengan kasus dugaan malpraktik kesehatan yang masih kerap terjadi.

Lantas apa yang harus diperhatikan pasien agar terhindar dari malpraktik?

Pengacara sekaligus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Solo Bidang Pendidikan, Kusuma Retnowati mengatakan, sebelum dilakukan tindakan terhadap pasien, harus ada informed consent lebih dahulu.

Baca: Pengamat Ungkap Kategori Kelalaian Medis, Bagaimana Suatu Tindakan Bisa Disebut Malpraktik?

Untuk diketahui, informed consent adalah suatu proses penyampaian informasi secara relavan dan eksplisit kepada pasien untuk memperoleh persetujuan medis sebelum dilakukan suatu tindakan medis atau pengobatan.

Menurut Retnowati, informed consent menjadi sangat penting karena hal itu menjadi landasan dasar sebelum dilakukannya tindakan.

"Saking sangat pentingnya itu menjadi legal standing-nya untuk melakukan satu tindakan medis," kata Retnowati dalam diskusi Kacamata Hukum yang disiarkkan langsung di kanal YouTube Tribunnews.com, Senin (14/9/2020).

Sebab, kata dia, di dalam informed consent itu terdapat semua anamnesis.

Anamnesis adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara dokter sebagai pemeriksa dan pasien yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita dan informasi lainnya yang berkaitan.

Sehingga dokter dapat mengarahkan diagnosis penyakit yang diderita pasien.

"Di dalam inform concent itu ada semua anamnesis, kemudian persetujuan dari si pasien terhadap tindakan medis yang akan diberikan oleh tenaga medis kepada si pasien," terangnya.

Jika pasien dalam keadaan tidak sadar atau dalam keadaan tidak yang tidak cakap untuk mendatangani informed consent, maka keluarga harus diberikan penjelasan.

"Efek dari tindakan itu apa, apa saja yang semestinya diproleh oleh si pasien dalam tindakan itu," lanjutnya.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Nanda Lusiana)

Berita lainnya seputar amputasi

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas