1 Tahun Meninggalnya George Floyd, Seruan Keadilan untuk Korban Kekerasan Polisi Masih Digalakkan
Satu tahun semenjak meninggalnya pria kulit hitam George Floyd, warga Amerika masih terus menggalakkan seruan keadilan bagi korban kekerasan polisi
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Keluarga George Floyd serta aktivis mengadakan unjuk rasa pada hari Minggu (23/5/2021) di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat (AS) untuk mengenang kepergiannya.
Pada Minggu, ratusan orang berunjuk rasa di Minneapolis, termasuk anggota keluarga lainnya yang menjadi korban kekerasan polisi, The Washington Post melaporkan.
Acara tersebut merupakan satu dari rangkaian acara yang dimaksudkan untuk memperingati satu tahun kematian George Floyd.
Floyd meninggal pada 25 Mei 2020, setelah mantan petugas polisi Minneapolis Derek Chauvin berlutut di lehernya selama beberapa menit.
Dalam video penangkapan yang viral di media sosial, Floyd terdengar mengatakan dia tidak bisa bernapas.
Baca juga: Polisi Amerika Telah Bunuh 4 Orang Tepat Sebelum dan Sesudah Putusan Kasus Pembunuhan George Floyd
Baca juga: Buntut Kasus Pembunuhan George Floyd, Presiden AS Joe Biden Desak Reformasi Kepolisian
Kematiannya memicu protes keadilan rasial di seluruh dunia.
Derek Chauvin dinyatakan bersalah atas pembunuhan tingkat dua (second-degree murder), pembunuhan tingkat tiga (third-degree murder), dan pembunuhan tak berencana (manslaughter) .
Chauvin dijadwalkan akan divonis pada 25 Juni mendatang.
Tiga petugas lain yang ikut terlibat dalam kematian Floyd, yaitu Tou Thao, Thomas Lane, dan J. Alexander Kueng, akan diadili bersama akhir tahun ini.
Selama unjuk rasa hari Minggu, keluarga Floyd berbicara tentang kehilangan yang masih mereka rasakan.
"Ini tahun yang panjang. Ini tahun yang menyakitkan," kata Bridgett, saudara perempuan Floyd.
"Sangat membuat frustrasi bagi saya dan keluarga saya karena hidup kami berubah dalam sekejap - saya masih tidak tahu mengapa."
Para pembicara dan aktivis mengatakan masih banyak yang harus dilakukan untuk menegakkan keadilan rasial.
Pendeta Al Sharpton berbicara di aksi unjuk rasa dan meminta Senat AS untuk mengesahkan George Floyd Justice in Policing Act, Associated Press melaporkan.
Undang-undang tersebut, yang disahkan di DPR, nantinya melarang penggunaan chokeholds serta menyusun database nasional dari kesalahan polisi.
"Kami menginginkan sesuatu keluar dari Washington. Kami menginginkan sesuatu yang akan mengubah hukum federal," kata Sharpton.
"Ada penundaan tentang keadilan yang terlalu lama. Sudah waktunya bagi mereka untuk memilih dan membuat ini menjadi undang-undang."
Presiden Joe Biden diperkirakan akan menjamu keluarga Floyd di Gedung Putih pada hari ini, Selasa 25 Mei 2021, untuk memperingati ulang tahun pertama kematiannya.
Biden sebelumnya menetapkan batas waktu untuk George Floyd Justice in Policing Act agar sejalan dengan peringatan satu tahun, tetapi kelanjutannya masih terhenti di Senat, AP melaporkan.
Pengacara Ben Crump, yang mewakili keluarga Floyd serta keluarga Black American lainnya yang dibunuh oleh polisi, juga mengatakan pertarungan belum berakhir.
Crump membaca nama-nama belasan orang kulit hitam Amerika lainnya yang dibunuh oleh polisi, termasuk Daunte Wright, seorang pria kulit hitam berusia 20 tahun yang ditembak pada April lalu oleh seorang petugas polisi di pinggiran kota Minneapolis, Post melaporkan.
"Kita lebih baik dari ini, Amerika. Kita perlu memiliki Amerika yang lebih adil!" Kata Crump.
Dalam unjuk rasa di New York City, saudara laki-laki Floyd, Terrence, mengatakan orang-orang perlu mengingat Floyd dan semua pria dan wanita kulit hitam lainnya yang telah dibunuh oleh polisi, AP melaporkan.
"Jika kalian membuat nama saudara saya tetap bergema, maka nama korban lain juga akan disebut,"ujar Terrence Floyd.
"Breonna Taylor, Sean Bell, Ahmaud Arbery, Anda bisa memeriksa seluruh daftar. Ada banyak sekali."
Keluarga George Floyd dan aktivis mengatakan mereka ingin kematian Floyd menjadi tonggak perubahan.
"George Floyd seharusnya tidak tercatat dalam sejarah sebagai seseorang dengan lutut di lehernya, tetapi sebagai seseorang yang memutuskan rantai kebrutalan dan ilegalitas polisi," kata Sharpton.
Teman Floyd, Arnold Wilson, mengatakan bahwa Floyd masih hidup dalam semangat, lapor Post.
"Ketika orang lewat, roh mereka bisa hidup di dalam diri kita, dan itulah yang terjadi," kata Wilson.
"George Floyd mungkin sudah pergi, tapi dia masih hidup. Semangatnya terus hidup melalui kita, kita semua."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar George Floyd