Takut Picu Meroketnya Kasus Covid-19, India Minta Petani Batalkan Protes Massal
Pemerintah India mengimbau petani India membatalkan protes massal karena khawatir itu menjadi media penularan Covid-19 dan meroketkan tingkat kematian
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI – Pemerintah India mengimbau para petani di negeri itu membatalkan protes massal yang direncanakan Rabu (26/5). India khawatir puluhan ribu petani berkumpul itu akan menjadi media penularan Covid-19 secara besar-besaran.
Imbauan disampaikan Ketika India mengalami tingkat kematian Covid-19 yang tinggi, yang mencapai 300 ribu pada Senin (24/5)
Lebih dari sepertiga dari total korban tewas selama tiga minggu terakhir selama gelombang kedua.
Pejebat Kesehatan India mengatakan, jumlah kematian ini dipicu oleh varian virus baru yang terdeteksi di India, pertemuan politik dan agama massal, dan penurunan kewaspadaan oleh publik, kata pejabat kesehatan dan para ahli.
Protes massal petani pekan ini dikhawatirkan akan membuat kasus baru Covid-19 dan tingkat kematian akan meroket.
Baca juga: Cegah Risiko Impor Covid-19, Kanada Perpanjang Larangan Penerbangan dari India
Sepanjang pandemi, petani di seluruh negeri terus memprotes serangkaian undang-undang pertanian yang disahkan September lalu.
Petani menilai peraturan itu akan menghancurkan mata pencaharian mereka, sementara pemerintah mengatakan reformasi diperlukan untuk memodernisasi industri pertanian negara.
Sejak musim gugur yang lalu, puluhan ribu petani melakukan rpotes dengan tinggal di tenda-tenda di kamp-kamp yang luas di luar ibu kota New Delhi.
Protes agak mereda selama gelombang kedua, yang bertepatan dengan musim panen. Para petani memilih kembali ke rumah dan merawat tanaman mereka.
Tetapi musim panen telah hampir berakhir, dan petani merencanakan protes massal di seluruh negeri pada hari Rabu (26/5) untuk menandai enam bulan kampanye mereka.
Baca juga: Jumlah Warga India yang Meninggal karena Covid-19 Tembus Angka 300 Ribu
Komite Gabungan Organisasi Petani dalam sebuah surat kepada Perdana Menteri Narendra Modi, mengatakan, para petani yang berkemah di pinggiran Delhi memprotes meski berisiko besar menulari diri mereka sendiri. Komite mendesak Modi untuk mencabut undang-undang untuk meliberalisasi sektor pertanian.
"Kami tidak ingin mengekspos para petani yang memprotes atau siapa pun untuk menghindari bahaya kesehatan yang bisa dihindari," kata surat itu.
Tapi menantang undang-undang yang akan membuat mata pencaharian petani rentan terhadap agribisnis perusahaan itu sendiri adalah masalah hidup dan mati, katanya.
Dua belas partai oposisi termasuk Kongres mengeluarkan pernyataan yang mengatakan mereka mendukung para petani.
Pertanian adalah sumber mata pencaharian utama bagi sekitar 58 persen dari 1,3 miliar penduduk India, dan petani adalah blok pemilih terbesar di negara itu, menjadikan pertanian sebagai masalah politik utama.
Baca juga: Kasus Covid-19 Masih Tinggi di India, Kini Muncul Infeksi Jamur Putih, Lebih Bahaya dari Jamur Hitam
Namun pejabat pemerintah telah menyuarakan kekhawatiran bahwa unjuk rasa massa di tepi ibu kota bisa menjadi insiden "penyebar super" Covid-19.
Pemerintah khawatir aksi protes massal ini akan menimbulkan kasus positif Covid-19 dan kematian yang tinggi seperti berkumpulnya jutaan orang pada festival Kumbh Mela di tepi Sungai Gangga beberapa bulan lalu.
"Tolong jangan bertindak tidak bertanggung jawab, protes semacam ini samM sekali tidak dapat diterima ketika nyawa orang dipertaruhkan," kata Amarinder Singh, Kepala menteri Negara Bagian Punjab, tempat demonstrasi petani itu berasal, dalam sebuah pernyataan.
Kemenkes India melaporkan Senin lalu bahwa 222.315 kasus Covid-19 baru pada hari itu. Itu secara signifikan lebih rendah dari puncak gelombang kedua, yang melampaui 400.000 kasus harian awal bulan ini.
Negara Asia Selatan ini telah mencatat total 26,75 juta infeksi Covid-19, nomor dua setelah Amerika Serikat.
Baca juga: India Catat Lebih dari 4.000 Kasus Kematian Akibat Covid-19 dalam 24 Jam Terakhir
India juga melaporkan 4.454 kematian terkait tambahan pada hari Senin, sehingga jumlah korban tewas menjadi 303.720.
Pakar kesehatan mengatakan jumlah sebenarnya dari kematian bisa beberapa kali lebih tinggi karena banyak yang tidak dilaporkan sebagai kematian akibat Covid-19. Puluhan mayat terdampar di Sungai Gangga atau ditemukan di kuburan dangkal di tepi sungai dalam beberapa pekan terakhir. (Tribunnews.com/CNN/Hasanah Samhudi)