Milisi Bersenjata Myanmar Nyatakan Perang terhadap Junta, Bentrokan Pecah di Kota-kota Besar
Milisi Myanmar menyatakan perang terhadap junta militer, bentrokan pecah di kota-kota besar Myanmar
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan resmi perang telah dibuat oleh kelompok milisi bersenjata Myanmar kepada junta.
Di hari yang sama ketika baku tembak antara pemberontak dan pasukan keamanan negara itu pecah di jalan-jalan Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, sekelompok pejuang perlawanan yang disebut People's Defense Force membuat pernyataan publik.
"Kami telah menyatakan perang. Hari yang kami tunggu-tunggu akhirnya tiba," kata Bo Tun Tauk Naing, juru bicara People's Defense Force di Mandalay, Selasa (22/6/2021), menurut laporan dari organisasi berita lokal Myanmar Now.
Menurut Myanmar Now, ini adalah pertama kalinya kelompok gerilya terlibat baku tembak dengan angkatan bersenjata negara itu di lingkungan kota.
Baca juga: Rusia Abstain dalam Seruan PBB soal Embargo Senjata ke Myanmar, Kini Malah Undang Pemimpin Junta
Baca juga: Pemimpin Junta Militer Myanmar Kunjungi Rusia Hadiri Konferensi Keamanan
CNN melaporkan bahwa bentrokan pecah di sekitar gedung apartemen antara sekelompok pemberontak dan tentara yang berpatroli di kota, yang menurut junta adalah markas gerilya.
Bentrokan tanpa henti di Myanmar terjadi sejak junta militer berkuasa dalam kudeta pagi hari yang terjadi pada 1 Februari lalu.
Saat itu junta menculik para politisi top Myanmar, termasuk pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.
Aung San saat ini diadili untuk beberapa tuduhan.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Kembali Jalani Sidang Lanjutan Atas Tuduhan Penghasutan
Baca juga: Aung San Suu Kyi Sebut Sebagian Keterangan Saksi di Pengadilan Tidak Benar
Komisi pemilihan yang didukung junta memutuskan untuk membubarkan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi, mencap mereka sebagai pengkhianat.
Protes damai dan demonstrasi sipil massal di kota itu dengan cepat berubah menjadi bentrokan mematikan dalam beberapa minggu setelah kudeta.
Kericuhan diperkirakan mencapai puncaknya pada bulan Maret lalu selama hari protes berdarah yang bertepatan dengan Hari Angkatan Bersenjata negara itu.
Namun bentrokan baru kembali terjadi lagi pada hari Selasa, dengan deklarasi perang yang mengikutinya.
Langkah itu menandakan perubahan baru dalam aksi kekerasan yang harus dihadapi kota-kota besar Myanmar.
Menurut sebuah laporan ANI News, kelompok gerilya sebelumnya memfokuskan sebagian besar serangan mereka di daerah-daerah terpencil di wilayah perbatasan Myanmar.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Bakar Desa, Pemimpin ASEAN Harus Lebih Tegas
Baca juga: Pasukan Junta Bakar Desa Berpenduduk 800 Orang di Myanmar, 2 Lansia Tewas Terbakar
Tetapi lebih banyak aktivis muda dilatih oleh milisi di daerah pegunungan terpencil Myanmar, tulis Australian Broadcasting Corporation.
Mereka mungkin segera kembali ke kota-kota mereka dengan persenjataan dan siap menghadapi konflik di perkotaan.
Para pejuang itu juga dapat menggunakan taktik pemberontakan untuk menghadapi kekuatan besar tentara Myanmar, yang mengklaim memiliki setengah juta tentara, menurut The New York Times.
Kekerasan juga diprediksi makin meningkat di minggu-minggu mendatang; Nikkei melaporkan penggunaan peluncur roket buatan Rusia oleh pasukan militer terhadap pejuang People's Defense Force pada Selasa sore.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar krisis di Myanmar