150 Terpidana Mati Mogok Makan Protes Grasi Presiden Sri Lanka untuk Mantan Anggota Parlemen
150 Terpidana mati di Sri Lanka mogok makan memprotes grasi yang diberikan Presiden Sri Lanka untuk mantan anggota parlemen yang dijatuhi hukuman mati
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM - Sekitar 150 terpidana mati di Sri Lanka melakukan mogok makan untuk menuntut hukuman mereka diringankan setelah presiden mengampuni seorang mantan legislator yang telah dijatuhi hukuman mati karena pembunuhan terkait pemilu.
Beberapa narapidana melakukan aksi protesnya dengan duduk di atap sebuah penjara di ibukota, Kolombo, mengangkat spanduk menuntut perlakuan yang sama dan pertimbangan jaminan, lapor Aljazeera mengutip Associated Press, Jumat (25/6).
“Berikan pengampunan kepada kami seperti yang Anda lakukan kepada teroris dan politisi terkenal,” kata salah satu spanduk dalam tulisan lokal.
Mereka memprotes pembebasan mantan anggota parlemen, Duminda Silva, Kamis (24/6) setelah diampuni Presiden Gotabaya Rajapaksa.
Pengampunan ini menuai kecaman luas, termasuk dari kantor hak asasi manusia PBB dan Duta Besar Amerika Serikat di Sri Lanka.
Baca juga: Jelang Thanksgiving, Trump Berikan Pengampunan Penuh pada Mantan Penasihat Keamanan AS Michael Flynn
Baca juga: Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ancam yang Menolak Vaksinasi Covid-19 dengan Hukuman Penjara
Duminda Silva dikenal dekat dengan keluarga Rajapaksa yang berkuasa di Sri Lanka. Ia dijatuhi hukuman mati atas pembunuhan seorang politisi saingan dari partainya sendiri terkait pemilu sekitar 10 tahun yang lalu.
Juru bicara penjara Chandana Ekanayake mengatakan, aksi mogok makan melibatkan sekitar 150 narapidana yang dijatuhi hukuman mati yang menuntut hukuman mereka diubah menjadi hukuman seumur hidup.
Dia mengatakan pejabat Lembaga pemasyarakatan sedang mengadakan pembicaraan dengan kementerian kehakiman dan pejabat pemerintah lainnya untuk menyelesaikan masalah tersebut, tetapi ia menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut.
Penjara Sri Lanka sangat padat dengan lebih dari 26.000 narapidana memadati fasilitas dengan kapasitas maksimal 10.000.
Kerusuhan terkait Covid-19 terjadi di salah satu penjara tahun lalu. Sedikitnya 11 narapidana tewas dan lebih dari 100 terluka ketika penjaga melepaskan tembakan untuk mengendalikan kerusuhan.
Baca juga: Jelang Lengser, Presiden Trump Akan Keluarkan 100 Keputusan Pengampunan
Pengampunan Silva tampaknya telah memicu protes.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB mengatakan kasus Silva adalah contoh lain dari pemberian grasi yang selektif dan sewenang-wenang yang melemahkan supremasi hukum dan merusak akuntabilitas.
Duta Besar AS Alaina B Teplitz dalam sebuah tweet pada hari Kamis mengatakan pengampunan Silva “merusak supremasi hukum".
Sri Lanka tidak pernah menggantung tahanan sejak 1976 meskipun pengadilan secara rutin menjatuhkan hukuman mati.
Pendahulu Rajapaksa, Maithripala Sirisena, telah berjanji untuk mengakhiri moratorium hukuman mati dan menggunakannya terhadap mereka yang dihukum karena kejahatan narkoba.
Baca juga: Solskjaer Minta Pengampunan Sebelum Manchester United Lawan AS Roma di Semifinal Liga Eropa
Petugas penjara menyewa dua algojo untuk melaksanakan hukuman gantung, tetapi tidak ada yang terjadi selama masa Sirisena. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)