Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pendiri TAPOL Carmel Budiardjo, pejuang HAM dari kasus 1965, Aceh serta Papua, tutup usia

Carmel Budiardjo, pendiri organisasi TAPOL, yang konsisten mengadvokasi dan mengampanyekan berbagai pelanggaran HAM di Indonesia, mulai kasus

"Dan tentu, salah satu organisasi yang ia rujuk jelas-jelas adalah TAPOL," katanya.

"Itu mengingatkan pengalaman saya ketika tinggal di Indonesia dulu. Ada gambaran yang dibesar-besarkan oleh para pembuat kebijakan, kalangan politikus di Indonesia bahwa organisasi TAPOL sejajar dengan Chatham House [lembaga pemikir berpengaruh di London] atau sebuah lembaga pemikir kebijakan luar negeri di Washington.

Padahal, "TAPOL adalah Carmel dalam konteks itu. TAPOL bukan organisasi yang besar," tambahnya.

Jika sejak awalnya TAPOL mencetak buletin, selama 10 tahun belakangan organisasi itu beralih ke platform online.

Advokasi kasus Tapol '65, Timor Timur, Aceh, dan Papua

Dalam mengampanyekan permasalahan pelanggaran HAM semasa kebijakan DOM (Daerah Operasi Militer) di Aceh, mantan Ketua Komnas HAM Otto Syamsuddin Ishak menyebut Carmel mampu menghimpun informasi dari berbagai sumber, sehingga datanya layak dipercaya.

Otto mengaku menyaksikan sendiri ketika Carmel "membongkar semua dokumennya", di antaranya surat-surat dari berbagai sumber terkait masalah terutama di Aceh.

"Jadi sangat luas pengetahuannya, informasinya, sehingga memudahkan beliau melakukan validasi informasi yang beliau peroleh. Itu luar biasa," ungkap Otto kepada BBC News Indonesia, Jumat (11/06).

Berita Rekomendasi

Sementara, Joaquim da Fonseca, mantan Duta Besar Timor Leste untuk Inggris dan dahulu terlibat gerakan perlawanan terhadap pendudukan Indonesia, menyebut Carmel sebagai "jendela" dunia untuk melihat Timor Leste.

"Ibu Carmel itu menyediakan sebuah jendela, di mana orang-orang dari luar dapat melihat ke dalam, untuk mengamati keadaan di Timor Leste," kata Joaquim kepada wartawan BBC News Indonesia, Heyder Affan, Jumat (11/06).

Dia juga menyediakan sebuah corong bagi orang Timor Leste tanpa harus berbicara sehingga suaranya bisa didengar, tambahnya.

Adapun aktivis kemanusiaan, Ita Fatia Nadia, yang bekerja sama dengan Carmel Budiardjo dalam membantu dan mendokumentasikan tahanan politik 1965, menganggap Carmel sebagai panutannya dalam berkomitmen.

"Jadi komitmen dan konsistensi ibu Carmel terhadap tapol 1965 itu selalu hidup dan kita selalu diingatkan," kata Ita Nadia kepada BBC News Indonesia.

'Masih aktif hingga tiga tahun lalu'

Menurut Ketua Dewan Tapol, Steve Alston, Carmel masih cukup aktif hingga sekitar tiga tahun lalu, meski pendengarannya mulai bermasalah.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas