Pendiri TAPOL Carmel Budiardjo, pejuang HAM dari kasus 1965, Aceh serta Papua, tutup usia
Carmel Budiardjo, pendiri organisasi TAPOL, yang konsisten mengadvokasi dan mengampanyekan berbagai pelanggaran HAM di Indonesia, mulai kasus
"Jadi ia menulis artikel dan menerjemahkan bahan dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris sampai sekitar tiga tahun lalu," kata pria yang telah mengenal Carmel sejak tahun 1980-an.
Kecuali pendengarannya, Carmel relatif cukup mandiri hingga usia 95 tahun dan akhirnya pindah ke panti jompo di pusat kota London pada 2020.
Carmel pernah ditahan tanpa diadili karena dituduh anggota PKI
Bersama organisasinya itu, perempuan kelahiran 1925 ini menyuarakan tuntutan pembebasan para tahanan politik yang masih berada di penjara.
Namanya mulai dikenal setelah terlibat mengadvokasi nasib tahanan politik 1965 yang dibuang ke Pulau Buru, di penjara atau kamp penempatan, tanpa diadili karena dicurigai terlibat dalam Partai Komunis Indonesia.
Dia sendiri pernah ditahan selama tiga tahun tanpa diadili pada 1965 setelah peristiwa G30S, karena dituduh anggota Partai Komunis Indonesia. Tuduhan yang berulangkali dia bantah.
Pada 1952, dia menikah dengan seorang pejabat pemerintah Indonesia, Suwondo Budiardjo, yang dikenalnya di Praha, dan kemudian menetap di Indonesia.
Sempat bekerja di Kantor Berita Antara sebagai penerjemah dan sebagai peneliti ekonomi di Departemen Luar Negeri Indonesia di Jakarta antara 1955-1965.
Tapi Carmel dipecat dari Departemen Luar Negeri tahun 1965 setelah militer di bawah pimpinan Jendral Suharto berkuasa.
Tiga tahun kemudian, suaminya dipenjarakan oleh Pemerintah Orde Baru karena dituduh terlibat gerakan komunis di Indonesia.
Pada tahun 1971, Carmel dibebaskan dari penjara dan diusir dari Indonesia. Setelah Abdurrahman Wahid menjadi presiden RI, Carmel baru mendapat izin masuk ke Indonesia tahun 2000.
Pengalaman pribadinya saat di penjara dituangkan dalam buku berjudul ""Bertahan Hidup di Gulag Indonesia" terbitan tahun 1996.
Carmel pernah menerima penghargaan dari lembaga Swedia "The Right Livelihood Award" yang dipandang sebagai Hadiah Nobel alternatif.
'Harapan kami Tapol tidak relevan lagi, supaya Indonesia berjalan seperti negara demokratis yang biasa' — Wawancara BBC Indonesia dengan Carmel Budiardjo pada 2008
Dalam wawancara khusus dengan radio BBC Indonesia untuk acara Tokoh pada November 2008, Carmel ditanya apakah Tapol yang didirikannya masih mempunyai relevansi di Indonesia, mengingat sebagian besar tahanan politik sudah dibebaskan dan reformasi telah bergulir.