Analisis Ahli, Lewat Menlu Wang Yi, Cina Pertegas Dukungan untuk Bashar Assad
Wang Yi menjadi tamu asing pertama bagi Bashar Assad, dan menurutnya menandakan perubahan yang akan mengganggu Washington dan London.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Pemerintah Cina memperkuat hubungan bilateral dengan Presiden Suriah Bashar Assad.
Dukungan politik juga diberikan secara terbuka untuk integritas territorial Suriah, serta ekspresi penentangan terhadap pendudukan kekuatan asing.
Kolumnis dan ahli politik Tom Fowdy dalam ulasannya di laman Russia Today, Kamis (22/7/2021) menyoroti kehadiran Menlu Cina Wang Yi ke Damaskus pada hari pelantikan Bashar Assad sebagai Presiden Suriah.
Wang Yi menjadi tamu asing pertama bagi Bashar Assad, dan menurutnya menandakan perubahan yang akan mengganggu Washington dan London.
Wang Yi dikenal atas diplomasinya yang sangat proaktif, sangat tinggi mobilitasnya ke berbagai wilayah di dunia untuk bertemu rekan-rekannya.
Tapi kunjungan khusus ke Damaskus ini sangat penting karena sejumlah alasan. Menurut Fowdy, itu adalah kunjungan tingkat tinggi pertama Cina ke Suriah sejak perang saudara dimulai.
Kedua, Wang hadir pada hari Assad dilantik untuk masa jabatan baru sebagai presiden, setelah pemilihan Mei.
Bagi Tom Fowdy, itu mencerminkan dukungan besar Cina. Waktu dan simbolisme kunjungan itu dirancang untuk memberikan legitimasi kepadanya sebagai presiden Suriah, yang belum pernah dilakukan Beijing sebelumnya.
Setelah kunjungan itu, Cina kemudian menyampaikan janji yang hampir seperti manifesto tentang hubungan Beijing dan Damaskus. Ini sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Cina menjanjikan dukungan untuk integritas teritorial dan kedaulatan nasional Suriah, menegaskan penentangannya terhadap perubahan rezim dan intervensi asing.
Beijing lewat Wang Yi menentang sanksi dan juga berjanji sebagai mitra ekonomi dengan mengundang negara Arab untuk bergabung dengan Belt and Road Initiative.
Isu Xinjiang, Hongkong dan Taiwan
Sebagai gantinya, Assad memberikan dukungan “tanpa syarat” kepada Cina atas pengelolaan Hong Kong, masalah di Xinjiang, serta isu Taiwan.
Apa yang terjadi di Damaskus ini menurut Fowdy, bisa dibilang retoris. Orang dapat melihatnya tidak menjanjikan apa pun di muka, bahkan investasi sepeser pun.