Perdana Menteri Tunisia Dipecat dan Parlemen Diskors, Imbas Demo Penanganan Covid-19
Presiden Tunisia memecat Perdana Menteri Hicham Mechichi dan menskors parlemen sebagai imbas dari protes atas penanganan pandemi pada Minggu (25/7)
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Tunisia Kais Saied memecat Perdana Menteri Hicham Mechichi dan menskorsing parlemen sebagai imbas protes anti-pemerintah atas penanganan pandemi Covid-19 pada Minggu (25/7/2021).
Demo berujung kekerasan terjadi di seluruh negeri pada Minggu (25/7/2021) lalu.
Ribuan pengunjuk rasa tumpah ke jalan-jalan hingga bentrok dengan polisi.
Masyarakat Tunisia melakukan aksi protes, lantaran geram dengan penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah.
Baca juga: Presiden Tunisia Kais Saied Skors Parlemen dan Pecat Perdana Menteri Hicham Mechichi
Baca juga: Menteri Kesehatan Tunisia Dicopot saat Kasus Covid-19 Melonjak
Setelah insiden ini, Presiden Kais Saied mengumumkan keputusan untuk mengambil alih kekuasaan bersama perdana menteri baru.
Presiden mengatakan bahwa dia ingin meredakan situasi dalam negeri.
Namun langkah ini dinilai oposisi sebagai kudeta.
"Kami telah mengambil keputusan ini sampai perdamaian sosial kembali ke Tunisia dan sampai kami menyelamatkan negara," kata Saied dalam pidato yang disiarkan di TV setelah pertemuan darurat, dikutip dari BBC.
Pada Minggu malam waktu Tunisia, ribuan demonstran merayakan pemecatan Perdana Menteri Hichem Mechichi.
Bahkan Presiden Saied bergabung dengan kerumunan di Ibukota Tunis.
Ribuan orang yang menentang partai berkuasa di pemerintahan meneriakkan kata "KELUAR!".
Mereka mendesak agar parlemen dibubarkan.
Pasukan keamanan menutup akses menuju parlemen dan jalan di sekitar Avenue Bourguiba.
Kawasan tersebut diketahui menjadi pusat protes anti-pemerintah selama revolusi Tunisia pada 2011 silam.
Polisi menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa dan menangkap beberapa orang.
Aksi demo berujung bentrokan pecah di beberapa kota lain.
Para pengunjuk rasa juga menyerbu kantor Partai Ennahdha yang berkuasa.
Mereka merusak komputer dan membakar markas lokal partai di Touzeur.
Pihak partai mengecam serangan itu dan menyalahkan "geng kriminal" yang mencoba "menumbuhkan kekacauan dan kehancuran".
Sementara itu Presiden Saied berjanji akan mengerahkan kekuatan militer untuk menanggulangi kekerasan lebih lanjut.
"Saya memperingatkan siapa pun yang berpikir untuk menggunakan senjata dan siapa pun yang menembakkan peluru, angkatan bersenjata akan merespons dengan peluru," katanya.
Dia mengatakan konstitusi mengizinkannya untuk menangguhkan parlemen jika dalam kondisi "berbahaya".
Baca juga: Norwegia, China, dan Tunisia Sepakat Minta Israel dan Hamas untuk Segera Hentikan Konflik
Baca juga: Kapal Tenggelam di Lepas Pantai Tunisia, 41 Orang Dikabarkan Tewas
Namun Ketua Parlemen Tunisia, Rached Ghannouchi menuduh presiden melakukan "kudeta terhadap revolusi dan konstitusi".
Kasus Covid-19 di Tunisia meningkat tajam dalam beberapa pekan terakhir.
Kondisi ini memberikan tekanan lebih lanjut pada perekonomian dalam negeri.
Perdana Menteri Hichem Mechichi memecat menteri kesehatan minggu lalu.
Sayangnya upaya ini tidak banyak membantu meredakan kemarahan masyarakat.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)