Junta Myanmar Klaim Temukan 11 Juta Kecurangan dalam Pemilu 2020 yang Dimenangkan NLD
Komisi Pemilihan Umum Myanmar (UEC) yang ditunjuk junta, membatalkan jasil Pemilu 2020 yang dimenangkan oleh partai pimpinan Aung San Suu Kyi, NLD.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, YANGON - Ketua Komisi Pemilihan Umum Myanmar (UEC), Thein Soe, yang ditunjuk oleh pemerintah militer atau junta, mengumumkan hasil investigasi lembaganya mengenai Pemilu 2020 di negara itu, Senin (26/7/2021).
Dikatakan Thein Soe, hasil Pemilu 2020 yang dimenangkan partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), dibatalkan.
Sebab, pemilihan yang dilaksanakan November 2020 lalu itu tidak "bebas dan adil".
Investigasi telah mengungkap lebih dari 11 juta kasus kecurangan di mana NLD mengalahkan oposisi yang berpihak pada militer, kata Thein Soe.
Selain itu, kubu Aung San Suu Kyi juga dianggap telah melanggar aturan pembatasan sosial guna pencegahan penularan Covid-19.
Baca juga: Sejumlah Rumah di Yangon Myanmar Kibarkan Bendera Kuning untuk Meminta Pertolongan akibat Covid-19
"Mereka (NLD) berusaha merebut kekuasaan negara dari partai dan kandidat non-NLD dengan menyalahgunakan pembatasan Covid-19," kata Thein Soe dilansir CNA.
"(Itu) tidak bebas dan adil, makanya hasil Pilkada 2020 dibatalkan," sambungnya.
Adapun dukungan kepada NLD telah mengalami peningkatan dalam Pemilu 2020 dibandingan dengan pemilihan sebelumnya pada 2015.
Namun, menurut laporan tentang pemilihan 2020 oleh kelompok memantau Jaringan Asia untuk Pemilihan Bebas, mengatakan peningkatan tersebut adalah hal umum dan mewakili kehendak rakyat.
Lebih lanjut, Thein Soe tidak mengatakan apakah pemilihan baru di negara berpenduduk 54 juta itu akan diadakan.
Baca juga: Kasus Melonjak, Myanmar Tingkatkan Target Vaksinasi
Sebelumnya, junta menjanjikan akan mengadakan pemilihan baru dalam waktu dua tahun.
Pada Jumat (21/5/2021), UEC akan mempertimbangkan untuk membubarkan NLD.
Pemimpin NLD Aung San Suu Kyi telah ditahan oleh militer sejak kudeta 1 Februari 2021 dan menghadapi serangkaian tuduhan.
Mulai dari melanggar pembatasan sosial hingga mengimpor walkie talkie secara ilegal, yang dapat membuatnya dipenjara selama lebih dari satu dekade.
Seusai Aung San Suu Kyi ditahan, Myanmar berada dalam kekacauan dengan warga sipil melakukan aksi protes selama hampir setiap hari.
Lebih dari 900 orang tewas dalam tindakan keras sebagai bentuk tanggapan militer terhadap perlawanan warga.
Virus corona yang memasuki gelombang ketiga juga telah menyebabkan meningkatnya angka kematian di seluruh negeri.
Sementara itu, banyak staf rumah sakit pro-demokrasi yang tidak bekerja.
Ekonomi Myanmar diperkirakan akan menyusut 18 persen pada tahun 2021, kata Bank Dunia pada Senin (26/7/2021).
Hal ini sebagai akibat dari kerusuhan besar-besaran setelah kudeta dan pandemi virus corona.
Baca artikel lain seputar Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)