Kisah Wanita Afghanistan saat Taliban Masuk ke Kotanya: Sekarang Harus Sembunyi dan Tinggal di Rumah
Seorang wanita bernama Zahra (26) membagikan kisahnya ketika Taliban mulai masuk kotanya. Ia harus rela kehilangan pekerjaannya karena Taliban.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Whiesa Daniswara
Dia bekerja dari rumah sejak saat itu.
Tetapi pada hari Kamis, pejuang Taliban menerobos garis pertahanan kota, dan dia tidak dapat bekerja sejak itu.
Matanya berlinang air mata saat dia membayangkan kemungkinan bahwa dia tidak akan dapat kembali bekerja, bahwa saudara perempuannya yang berusia 12 tahun tidak dapat melanjutkan sekolah, dan bahwa kakak laki-lakinya tidak akan bisa bermain sepak bola, atau dia tidak akan bisa bermain gitar dengan bebas lagi.
Zahra membuat daftar beberapa pencapaian yang dibuat oleh wanita dalam 20 tahun terakhir sejak penggulingan Taliban, seperti anak perempuan bersekolah, dan ada pula perempuan di Parlemen, pemerintah serta bisnis.
Marianne O'Grady, wakil direktur CARE International yang berbasis di Kabul, mengatakan langkah yang dibuat oleh wanita selama dua dekade terakhir sangat dramatis, terutama di daerah perkotaan.
Ia menambahkan bahwa dia tidak dapat melihat hal-hal kembali seperti semula, bahkan dengan pengambilalihan Taliban.
"Anda tidak bisa tidak mendidik jutaan orang," katanya.
"Jika perempuan kembali ke balik tembok dan tidak bisa banyak keluar, setidaknya mereka sekarang dapat mendidik sepupu mereka dan tetangga mereka dan anak-anak mereka sendiri dengan cara yang tidak dapat terjadi 25 tahun yang lalu."
Namun, rasa takut tampaknya ada di mana-mana, terutama di kalangan wanita, karena pasukan Taliban merebut lebih banyak wilayah setiap hari.
"Saya merasa kami seperti burung yang membuat sarang untuk mencari nafkah dan menghabiskan waktu membangunnya, tapi kemudian secara tiba-tiba dan tak berdaya, ada orang lain yang menghancurkannya," kata Zarmina Kakar, aktivis hak perempuan berusia 26 tahun di Kabul.
Kakar berusia satu tahun ketika Taliban memasuki Kabul pertama kali pada tahun 1996.
Ia ingat saat ibunya membawanya keluar untuk membeli es krim, saat Taliban berkuasa.
Ibunya dihukum oleh seorang pejuang Taliban karena memperlihatkan wajahnya selama beberapa menit.
"Hari ini, saya merasa bahwa jika Taliban berkuasa, kami akan kembali ke masa-masa kelam yang sama," katanya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar Konflik di Afghanistan