Taliban Janji Tidak Akan Ada Balas Dendam, Warga Tinggalkan Ibu Kota Kabul
Setelah menguasai Afghanistan dan menyatakan memenangkan peperangan, Taliban berusaha meyakinkan warga bahwa tidak akan ada balas dendam
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Taliban Suhail Shaeen mengatakan bahwa tidak ada balas dendam terhadap rakyat Afghanistan.
"Kami meyakinkan orang-orang di Afghanistan, khususnya di kota Kabul, bahwa properti mereka, hidup mereka aman, tidak akan ada balas dendam pada siapa pun," kata Suhail Saheen kepada BBC, Minggu (15/8/2021).
“Kami adalah pelayan rakyat dan negara ini,” ujar Saheen, yang memanggil wartawan BBC untuk siaran langsung.
Pernyataan Saheen disampaikan setelah Taliban menguasai ibu kota Afghanistan, Kabul, pada Minggu. Dan pada hari yang sama Presiden Ashraf Ghani mengakui kemenangan Taliban melalui media sosial Facebooknya.
Jatuhnya Kabul ke tangan Taliban mewarnai puncak serangan Taliban menyusul penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan yang berakhir pada 31 Agustus mendatang.
Baca juga: Afghanistan Jatuh ke Taliban dengan Cepat, Ini “Kesalahan” Pentagon yang Diduga Menyebabkannya
Baca juga: Taliban Nyatakan Perang di Afghanistan Telah Berakhir, Dubes AS Dilarikan ke Bandara
Keberhasilan Taliban membuat banyak warga Afghanistan takut negeri itu akan kembali ke rezim tahun 1990-an, yang ditandai dengan eksekusi di depan umum, hukuman rajam, dan pelarangan anak perempuan dari sekolah.
Dilansir dari BBC, banyak warga Afghanistan berbondong-bondong meninggal Kabul. Mereka yang takut pengambilalihan kekuasaan ini memadati jalan dan lalu lintas menuju ke luar kota.
Farzana Elham, dan anggota parlemen di Kabul, mengatakan kepada BBC bahwa warga ketakutan dan berusaha meninggalkan kota atau bersembunyi di rumah mereka.
Mengantisipasi kecepatan maju Taliban, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani telah melarikan diri dari negeri itu Minggu (15/8/2021).
Dilansir dari dari Channel News Asia, Ghani pergi ketika pemberontak mendekati ibu kota, sebelum akhirnya memasuki kota dan mengambil alih istana presiden, menyegel kemenangan militer nasional hanya dalam 10 hari.
Baca juga: Kabur saat Taliban Kuasai Negara, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Disebut Berkhianat dan Memalukan
Baca juga: Sekjen NATO: Taliban Tak akan Dapat Pengakuan Internasional Jika Ambil Alih Afghanistan Secara Paksa
Namun Ghani mengeluarkan pernyataan yang diposting di Facebook.
"Taliban telah menang melalui kekuatan senjatanya, dan sekarang bertanggung jawab atas kehormatan, properti, dan pertahanan diri warga negara mereka," kata Ghani.
"Mereka sekarang menghadapi ujian sejarah baru. Entah mereka akan mempertahankan nama dan kehormatan Afghanistan atau mereka akan memprioritaskan tempat dan jaringan lain," ujarnya.
Ghani mengatakan ia pergi untuk mencegah "banjir pertumpahan darah".
Ia tidak mengatakan ke mana dia pergi, tetapi kelompok media terkemuka Afghanistan, Tolo News, menyarankan dia pergi ke Tajikistan.
Baca juga: Taliban Tak Mau Monopoli Kekuasaan di Afghanistan, Tapi Ingin Presiden Ashraf Ghani Disingkirkan
Baca juga: Situasi Keamanan di Afghanistan Memburuk, Ashraf Ghani Salahkan AS karena Buru-buru Tarik Pasukan
Seorang juru bicara pemberontak membenarkan bahwa mereka telah memasuki Kabul untuk memastikan keamanan.
Tiga sumber senior Taliban juga mengatakan kepada AFP bahwa pejuang mereka telah menguasai istana kepresidenan dan mengadakan pertemuan tentang keamanan di ibukota.
Pejuang di dalam istana mengatakan mereka telah menang, dalam rekaman yang ditayangkan di Al-Jazeera.
"Mantan presiden Afghanistan telah meninggalkan negara, meninggalkan orang-orang dalam situasi ini," kata Abdullah Abdullah, yang memimpin proses perdamaian, dalam sebuah video di halaman Facebook-nya.
Mundurnya Ghani dari jabatannya adalah salah satu tuntutan utama Taliban dalam berbulan-bulan pembicaraan damai dengan pemerintah.
Baca juga: Beredar Video Diduga Taliban Ambil Senjata Buatan AS dan Operasikan Helikopter
Baca juga: Jika Taliban Kuasai Afghanistan, Para Wanita Takut Dieksekusi hingga Larangan Tak Boleh Keluar Rumah
Namun selama ini Ghani, yang didukung Amerika Serikat, bersikukuh pada kekuasaan.
Para pemberontak mengatakan mereka menginginkan pemindahan secara damai dalam beberapa hari ke depan. (Tribunnews.com/BBC/CNA/Hasanah Samhudi)