Taliban Janji Hormati Hak-Hak Perempuan: Wajib Pakai Jilbab, Tidak Harus Burqa
Taliban menyatakan akan menghormati hak-hak perempuan, termasuk hak bekerja dan keharusan menggunakan jilbab namun tidak harus berbentuk burqa
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, DOHA – Untuk pertama kalinya sejak mengambil alih kekuasaan di Afghanistan, Taliban berjanji untuk melindungi hak-hak perempuan dan kebebasan pers.
“Kami akan mengizinkan perempuan untuk bekerja dan belajar. Kami punya kerangka kerja, tentu saja. Wanita akan sangat aktif di masyarakat tetapi dalam kerangka Islam,” kata Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, pada konferensi pers pertama mereka di Kabul, Selasa (17/8/2021).
Sejak menguasai Afghanistan dalam waktu singkat, Taliban berusaha mencitrakan diri sebagai kelompok yang lebih moderat dibandingkan saat mereka berkuasa pada 1990-an.
“Tidak akan ada diskriminasi terhadap perempuan, mereka akan bekerja bahu-membahu dengan kami,” katanya, seperti dilansir dari Al Jazeera.
Didesak tentang perbedaan pemerintahan baru Taliban dari yang sebelumnya, Mujahid mengatakan bahwa kelompok tersebut telah berkembang dan tidak akan mengambil tindakan yang sama seperti yang mereka lakukan di masa lalu.
Baca juga: Facebook Blokir Akun Whatsapp Kelompok Taliban
Baca juga: Jubir PBB untuk HAM Minta Taliban Penuhi Janji akan Menghormati Hak-Hak Perempuan
“Akan ada perbedaan dalam hal tindakan yang akan kita ambil dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu,” katanya.
Pada bagian lain, juru bicara politik Taliban, Suhail Saheen mengatakan, Taliban menghormati hak-hak perempuan, termasuk tidak wajib menggunakan burqa.
"Burqa bukan satu-satunya jilbab yang harus ditaati, ada berbagai jenis jilbab tidak terbatas pada burqa," ujar Juru Bicara Kantor Politik Taliban, Suhail Shaheen, kepada Sky News Inggris, seperti dilansir Channel News Asia.
Burqa adalah pakaian wanita berbentuk satu potong pakaian yang menutup seluruh kepala dan tubuh, dan hanya ada bahan tembus pandang pada bagian wajah.
Namun Shaheen tidak merinci jenis jilbab lain yang dianggap dapat diterima oleh Taliban.
Baca juga: Diplomat Rusia: Presiden Afghanistan Melarikan Diri Dengan Bawa Mobil Penuh Uang Tunai
Baca juga: Sri Lanka akan Melarang Pemakaian Burqa dan Menutup Lebih dari 1.000 Sekolah Islam
Kembali berkuasanya Taliban menimbulkan kekhawatiran warga atas kekuasaan Taliban pada 1996-2001.
Saat itu, sekolah-sekolah perempuan ditutup, perempuan dilarang bepergian dan bekerja, dan perempuan dipaksa mengenakan burqa yang menutupi seluruh tubuh saat di depan umum.
Selain itu, kekhawatiran pun mencakup pendidikan dan kesejahteraan perempuan.
Namun Shaheen memberikan kepastian atas hak-hak perempuan.
“Perempuan bisa mendapatkan pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, itu berarti universitas. Kami telah mengumumkan kebijakan ini di konferensi internasional, konferensi Moskow dan di sini di konferensi Doha (tentang Afghanistan)," kata Shaheen.
Baca juga: Wali Kota Perempuan di Afghanistan Khawatir Taliban akan Membunuhnya
Baca juga: Taliban Kuasai Ibu Kota, Gubernur Bank Sentral Afghanistan Kabur Pakai Pesawat Militer
Konferensi pers hari Selasa dilakukan ketika ribuan warga sipil Afghanistan yang ketakutan dan pembantu militer AS mencari penerbangan ke luar negeri setelah Taliban kembali berkuasa pada hari Minggu.
Para pejabat Taliban mengatakan perang AS telah berakhir dan mereka bergerak untuk membentuk pemerintahan baru.
Sebelumnya, Taliban mengatakan mereka akan memberikan "amnesti" kepada setiap lawan di negara itu yang meletakkan senjata mereka, dan mendorong perempuan untuk bergabung dengan pemerintah.
Mullah Abdul Ghani Baradar, salah satu pendiri Taliban dan sekarang wakil pemimpin, tiba di kota terbesar kedua di negara itu Kandahar dari Doha, Qatar, Selasa (17/8/2021).
Kandahar adalah tempat kelahiran spiritual dan ibu kota Taliban selama masa kekuasaan pertama mereka.
Kedatangan Baradar dinilai menandakan kesepakatan untuk membentuk pemerintahan sudah dekat. (Tribunnews.com/Aljazeera/CNA/Hasanah Samhudi)