Ahli: Nasib Masyarakat Afghanistan di Bawah Tekanan Taliban Lebih Penting daripada Cari Pemimpin Sah
Pengamat nilai nasib masyarakat Afghanistan di bawah tekanan Taliban lebih penting dibanding mencari sosok pemimpin sah.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Hubungan Internasional, Hikmahanto Juwana ikut menanggapi terkait keberhasilan Taliban menguasai Afghanistan sejak Minggu (15/8/2021) lalu.
Menurut Hikmahanto, saat ini kondisi perpolitikan di Afghanistan masih kurang stabil.
Untuk itu, ia menyarankan agar seluruh negara di dunia bersabar dalam menunggu kepemimpinan yang sah di Afghanistan.
Menurutnya, ada berbagai kemungkinan yang bisa terjadi terkait sosok pemimpin yang sah di Afghanistan.
Di antaranya sosok pemimpin militan Taliban, Abdul Ghani Baradar atau Wakil Presiden Afghanistan, Amrullah Saleh yang mendeklarasikan diri sebagai Presiden Sementara Afghanistan.
Baca juga: Setelah Diduga Kabur dari Taliban, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Ingin Kembali ke Negaranya
"Pada saat ini harus saya sampaikan perpolitikan di Afghanistan sangat cair dan tentu banyak negara tidak bisa memberikan pengakuan yang prematur."
"Karena kalau pengakuan sekarang dengan waktu yang sangat singkat diberikan, maka akan dianggap sebagai campur tangan negara lain di dalam masalah internal Afghanistan."
"Oleh karena itu, menurut saya, negara-negara termasuk Indonesia harus banyak bersabar," kata Guru Besar Hukum Internasional UI ini, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Kamis (19/8/2021).
Namun, daripada memikirkan sosok pemimpin sah Afghanistan kedepan, Hikmahanto justru menyoroti nasib masyarakat Afghanistan di bawah tekanan Taliban.
Menurutnya, nasib mereka lebih mengkhawatirkan karena ketakukan luar biasa setelah Taliban kembali berkuasa.
Oleh karena itu, Hikmahanto memaklumi banyaknya masyarakat yang hendak melarikan diri ke bandara maupun ke perbatasan negara.
"Yang penting, kita harus mengupayakan terhindarnya tragedi kemanusiaan di Afghanistan."
"Kalau kita lihat sekarang, mereka mungkin ada ketakutan terhadap Taliban, maka dari itu mereka ingin melarikan diri ke bandara dan perbatasan," ujarnya.
Sebab, Hikmahanto menyebut, proses perebutan pemerintahan yang sah bisa menimbulkan tragedi kemanusiaan.
"Tidak hanya perempuan, tapi anak-anak, orang tua, mereka bisa meninggal di dalam proses itu."
"Bagaimana kesehatan mereka, sanitary mereka, makanan mereka, kalau tidak diperhatikan oleh masyarakat internasional, menjadi tragedi kemanusiaan."
"Kita bicara dalam level itu, ketimbang siapa yang harus kita akui sebagai pemerintah yang sah di Afghanistan," ungkapnya.
Reaksi Dunia setelah Taliban Kuasai Afghanistan
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, sejumlah negara mengeluarkan reaksi beragam terhadap Afghanistan yang kembali jatuh di bawah kepemimpinan Taliban.
Sejak Taliban menduduki ibu kota Kabul pada Minggu (15/8/2021), sejumlah besar warga berbondong-bondong keluar dari negara.
Foto dan video yang menunjukkan warga Afghanistan menuju bandara dan berlarian di antara pesawat viral di media sosial.
Sejumlah negara berusaha mengevakuasi warga Afghanistan yang bekerja untuk tentara atau institusi mereka.
Namun ada juga yang menolak menerima para pengungsi ini.
Baca juga: SOSOK Mullah Abdul Ghani Baradar, Pemimpin Taliban yang Pulang Kampung setelah 20 Tahun Pengasingan
Berikut reaksi beberapa negara terhadap konflik di Afghanistan menurut laporan Al Jazeera:
1. Iran Dirikan Tenda Darurat
Iran selama ini berbagi perbatasan dengan Afghanistan dan telah menampung sekitar 3,5 juta warga negara Asia Tengah ini, menurut badan pengungsi PBB.
Terkait konflik yang baru terjadi, Iran mendirikan tenda darurat di tiga provinsi yang berbatasan langsung dengan Afghanistan.
Namun setiap warga Afghanistan yang sudah memasuki Iran dan kondisinya baik, akan kembali dipulangkan, kata pejabat Kemenlu Iran Hossein Ghassemi.
2. Pakistan Ingin Pengungsi Tetap di Perbatasan
PM Pakistan, Imran Khan pada Juni lalu mengatakan akan menutup perbatasan dengan Afghanistan jika Taliban berkuasa lagi.
Ini karena Pakistan sendiri telah menampung 3 juta migran dari negara tetangganya ini.
Menteri Penerangan Fawad Chaudhry mengatakan, pemerintah Pakistan mempersiapkan strategi untuk mengisolasi pengungsi di kamp-kamp sementara di dekat perbatasan untuk mencegah mereka masuk ke Pakistan.
3. Turki Bangun Tembok
Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan, pada Minggu mengatakan tengah bekerja sama dengan Pakistan untuk menjaga kestabilan Afghanistan dan mencegah eksodus pengungsi.
Pemerintah Turki telah membangun tembok perbatasan dengan Iran dalam beberapa hari terakhir.
Erdogan didesak lawan politiknya untuk menindak tegas arus masuk migran Afghanistan di perbatasan timur Turki.
4. Inggris Menerima 20.000 Pengungsi
Pada Selasa lalu, Inggris mengumumkan akan menampung 20.000 pengungsi Afghanistan hingga beberapa tahun mendatang.
Ini merupakan program baru yang memprioritaskan wanita, anak perempuan, dan komunitas minoritas lainnya.
Pemerintah mengatakan, 5.000 orang akan dimukimkan kembali di Inggris di tahun pertama program ini.
5. Kanada Menerima Pengungsi
Pekan lalu, Kanada mengatakan akan memukimkan kembali lebih dari 20.000 warga Afghanistan yang rentan.
Secara terpisah, program imigrasi khusus akan menawarkan perlindungan bagi ribuan warga Afghanistan yang bekerja untuk pejabat dan pasukan Kanada selama operasi di Afghanistan.
6. Amerika Meminta Sejumlah Negara Menampung
Selama 20 tahun, Amerika Serikat terus menerima pengungsi Afghanistan meskipun jumlahnya menurun beberapa tahun terakhir ini.
Sebelum Taliban berkuasa lagi, pejabat AS mengatakan 15.000 warga Afghanistan telah dipindahkan melalui program Visa Imigran Khusus dan ada 18.000 lainnya yang prosesnya masih tertunda.
AS mengatakan evakuasi akan berlanjut dan tiga pangkalan militer siap menampung hingga 22.000 pengungsi.
Selain itu, AS juga mengalihkan pengungsi Afghanistan ke beberapa negara lain.
Baca juga: Taliban Tebar Ancaman kepada Wanita Afghanistan, Aktivis : Saya Menangis dan Takut
Diantaranya yaitu Uganda, Makedonia Utara, Albania, dan Kosovo.
Pada Senin lalu, Uganda menyatakan setuju untuk menerima 2.000 pengungsi Afghanistan dalam jangka waktu tiga bulan, setelah itu mereka akan dimukimkan kembali di tempat lain.
Makedonia Utara akan menerima 450 warga Afghanistan untuk sementara ini.
Sementara itu Albania, menurut laporan The Associated Press, akan menerima sekitar 300 warga Afghanistan.
(Tribunnews/Maliana/Ika Nur Cahyani)