Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

AS dan Korea Selatan Cari Cara Bujuk Korea Utara agar Kembali pada Program Senjata Nuklir

Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan mencari cara untuk membujuk Korea utara agar kembali ke pembicaraan mengenai senjata nuklir dan program rudal.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in AS dan Korea Selatan Cari Cara Bujuk Korea Utara agar Kembali pada Program Senjata Nuklir
Freepik.com
Bendera Korea Utara - Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan mencari cara untuk membujuk Korea utara agar kembali ke pembicaraan mengenai senjata nuklir dan program rudal. 

TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan sedang mencari cara untuk membujuk Korea Utara agar kembali ke pembicaraan mengenai senjata nuklir dan program rudal balistiknya, CNA melaporkan.

Utusan khusus AS untuk Korea Utara Sung Kim tiba di Seoul, Korea Selatan, pada Sabtu (21/8/2021), dan akan berada di 'negeri gingseng' selama empat hari.

Sung Kim telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Chung Eui-yong di kediaman menteri pada Minggu (22/8/2021), dan hari ini dijadwalkan bertemu kembali.

Selain bertemu dengan Chung Eui-yong, Sung Kim juga akan bertemu dengan mitranya dari Korea Selatan Noh Kyu-duk.

Kemudian pada Selasa (24/8/2021), Sung Kim akan bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Igor Morgulov di Seoul.

Baca juga: Korea Utara akan Terapkan Kerja Paksa bagi Pelanggar Aturan Covid yang Berkumpul Lebih dari 3 Orang

Pertemuan itu dilakukan sebagai upaya untuk segera memulihkan hubungan antar-Korea yang memburuk karena latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan.

Untuk diketahui, latihan sembilan hari yang dimulai pada 16 Agustus 2021 telah mendapatkan peringatan keras dari Korea Utara.

Berita Rekomendasi

Pada Rabu (11/8/2021), Korea Utara mengatakan AS dan Korea Selatan akan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan hubungan dengan negaranya.

Selain itu, dengan tetap melanjutkan latihan, AS dan Korea Selatan sama saja tengah mempertaruhkan krisis keamanan yang serius.

Kim Yong Chol, seorang jenderal dan politisi yang memiliki peran utama selama pertemuan bersejarah antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, memberikan kritiknya terhadap program tersebut.

Baca juga: Latihan Militer Gabungan Amerika Serikat dan Korea Selatan Dikecam Korut

Menurutnya, kedua negara itu telah menanggapi niat baik Pyongyang dengan "tindakan bermusuhan".

Korea Selatan harus dibuat memahami dengan jelas betapa mahalnya harga yang harus mereka bayar untuk beraliansi dengan Washington daripada perdamaian di semenanjung Korea, katanya dalam pernyataan yang dibawa oleh kantor berita negara KCNA, sebagaimana dilansir CNA.

"Kami akan membuat mereka menyadari dari menit ke menit betapa berbahayanya pilihan yang mereka buat dan betapa seriusnya krisis keamanan yang akan mereka hadapi karena pilihan mereka yang salah," kata Kim Yong Chol.

Adapun pernyataan itu muncul sehari setelah Kim Yo Jong, saudara perempuan pemimpin Kim Jong Un, memperingatkan Seoul dan Washington mengenai latihan militer gabungan tahunan.

Sementara itu dikatakan pihak Korea Selatan, selama dua hari berturut-turut, Korea Utara tidak menjawab panggilan rutin di hotline antar-Korea.

Kim Yo Jong, adik perempuan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un menghadiri sebuah acara di Ho Chi Minh Mausoleum, Hanoi, 2 Maret 2019.
Kim Yo Jong, adik perempuan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un menghadiri sebuah acara di Ho Chi Minh Mausoleum, Hanoi, 2 Maret 2019. (AFP/POOL/JORGE SILVA)

Hotline yang baru tersambung kembali pada akhir Juli 2021, lebih dari setahun setelah Korea Utara memutuskannya di tengah meningkatnya ketegangan.

Tiba-tiba dimulainya kembali panggilan antar-Korea mengikuti serangkaian surat antara Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Kim Jong Un.

Akan tetapi gejolak baru menimbulkan keraguan pada tujuan Moon Jae-in untuk meningkatkan hubungan dengan Pyongyang di tahun terakhir kepresidenannya.

Ini juga meningkatkan prospek uji coba rudal baru Korea Utara, sesuatu yang sering dilakukan Pyongyang di masa lalu untuk menandakan ketidaksenangannya.

Menurut analis, Pyongyang mungkin menggunakan retorika tajam untuk meningkatkan pengaruhnya dalam pembicaraan di masa depan, memeras konsesi dari Korea Selatan, atau mengalihkan perhatian dari krisis ekonomi domestik.

Baca juga: Korea Utara Peringatkan AS dan Korea Selatan akan Hadapi Krisis Kemanan Jika Tetap Latihan Militer

"Rezim Kim mengalihkan kesalahan atas perjuangannya untuk memulai kembali ekonomi setelah penguncian pandemi yang panjang dan dipaksakan sendiri,” kata Leif-Eric Easley, seorang profesor studi internasional di Universitas Ewha di Seoul.

"Pyongyang juga berusaha menekan calon presiden Korea Selatan untuk mengungkapkan perbedaan dengan kebijakan AS mengenai sanksi dan denuklirisasi," tambahnya.

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas