Taliban Sempat Tawari Militer AS Untuk Amankan Kabul, Tapi Ditolak
Sebelum menguasai Kabul, Taliban dilaporkan sempat menawari militer AS untuk mengamankan ibukota Afghanistan, tapi usul itu ditolak.
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM – Taliban sempat menawari Amerika Serikat untuk menjaga Kabul agar tetap aman, tetapi Amerika menolaknya.
Surat kabar The Washington Post mengungkapkan hal itu dengan mengutip pejabat senior AS, seperti dilansir dari Sputniknews.
Disebutkan, para pemberontak dengan cepat merebut kota-kota besar dan mengamankan hampir semua penyeberangan perbatasan tanpa perlawanan, menjelang jatuhnya Kabul.
Untuk mencegah pertumpahan darah di ibu kota, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dilaporkan menelepon Presiden Afghanistan Ashraf Ghani agar mencari dukungan untuk melakukan kesepakatan dengan Taliban.
Diharapkan, Taliban akan tetap berada di luar Kabul jika Ashraf Ghani akan mundur dan membiarkan pemerintah sementara mengambil alih.
Baca juga: Resolusi PBB: Taliban Harus Bolehkan Warga Tinggalkan Afghanistan, Rusia dan China Abstain
Baca juga: Perang Afghanistan Berakhir, Taliban Tembakkan Senjata ke Udara dan Mengumumkan Kemerdekaan Penuh
Menurut seorang pejabat senior AS, saran itu dibuat untuk mengulur waktu bagi berlangsungnya pembicaraan untuk membentuk pemerintahan inklusif yang akan melibatkan Taliban. Ashraf Ghani dilaporkan dengan enggan menyetujuinya.
Namun saat Taliban berada di gerbang Kabul pada pagi hari tanggal 15 Agustus, Presiden Afghanistan yang didukung AS melarikan diri dari negara itu ke lokasi yang dirahasiakan.
Ashraf Ghani bahkan tidak memberi tahu sekutu Amerika-nya dan banyak letnan utamanya sendiri dalam perjalanan keluar dari istana di Kabul.
Menurut salah satu penasihat presiden, Ashraf Ghani diberitahu ia akan dibunuh oleh penjaga istananya atau Taliban jika ia memilih tetap tinggal.
Ini menunjukkan bahwa Kabul akan jatuh dan tercemplung dalam kekacauan dalam waktu cepat.
Baca juga: Taliban Izinkan Wanita Afghanistan Melanjutkan Pendidikan, tapi Larang Keras Kelas Campuran
Baca juga: Militer AS Telah Tinggalkan Afghanistan, Bagaimana Nasib Warga yang Tertinggal?
"Dia tidak hanya meninggalkan negaranya, tetapi kemudian mengacaukan situasi keamanan di Kabul. Orang-orang hanya pergi begitu saja, dari bandara ke tempat lain", kata seorang pejabat senior AS.
Perkembangan situasi ini mengejutkan para pejabat Amerika, yang pada saat itu mengandalkan prediksi intelijen bahwa Taliban akan dapat mengisolasi Kabul dalam waktu 30 hari dan sepenuhnya menguasainya dalam 90 hari.
Tetapi mereka tidak pernah berpikir bahwa Taliban hanya membutuhkan waktu beberapa hari setelah laporan intelijen itu dirilis untuk menguasai ibu kota.
Situasi ini konon memicu pertemuan rahasia antara para pemimpin senior militer AS di Doha, termasuk Komandan Jenderal Centcom AS Kenneth F McKenzie dan Abdul Ghani Baradar, pemimpin politik Taliban.
"Kami punya masalah. Kami punya dua pilihan untuk menghadapinya", kata Baradar, menurut sumber itu. "Anda [militer Amerika Serikat] bertanggung jawab untuk mengamankan Kabul atau Anda harus mengizinkan kami melakukannya,” katanya.
Baca juga: Taliban Salahkan Ashraf Ghani yang Tinggalkan Afghanistan, Dianggap Jadi Penyebab Kekacauan Negara
Baca juga: Muncul Pertama Kali Setelah Kabur, Ghani Bantah Bawa Lari Uang Tunai
Laporan itu menyebutkan, AS dengan cepat melepaskan Kabul meski diberi kesempatan untuk mengamankannya.
Keputusan itu dikatakan dimotivasi oleh tekad Presiden Joe Biden untuk menarik pasukan Amerika keluar dari Afghanistan pada 31 Agustus dan ia memegang keputusan itu meski berarti pemerintah yang mereka dukung bakal jatuh.
Menurut Washington Post, seperti dilansir dari Sputniknews, McKenzie mengatakan kepada Baradar bahwa AS hanya memiliki satu misi yaitu mengevakuasi warga Amerika, warga Afghanistan yang pernah membantu AS, dan warga lain yang berisiko.
Sebagai bagian dari kesepakatan yang dicapai selama pertemuan rahasia antara petinggi AS dan Taliban, Amerika mengambil alih Bandara Kabul sampai batas waktu yang ditentukan untuk melakukan evakuasi warga asing, staf diplomatik, dan sekutu Afghanistan yang ingin meninggalkan Afghanistan. Sementara Taliban mengambil kendali Kabul.
Pada 15 Agustus, Taliban menguasai perbatasan terakhir yang dikendalikan pemerintah.
Baca juga: Taliban Tak Mau Monopoli Kekuasaan di Afghanistan, Tapi Ingin Presiden Ashraf Ghani Disingkirkan
Baca juga: Taliban Akan Berikan Amnesti kepada Presiden Ashraf Ghani Jika Ingin Kembali
Taliban hanya menyisakan Bandara Kabul sebagai satu-satunya rute ke luar negeri.
Mereka kemudian mengepung dan merebut ibu kota Afghanistan setelah kota itu menyerah tanpa perlawanan, dan Ghani melarikan diri, yang belakangan diketahui ke Uni Emirat Arab.
Jatuhnya Kabul begitu cepat menimbulkan kepanikan warga Afghanistan dan asing. Mereka berbondong-bondong menuju bandara untuk keluar dari negeri itu.
Bandara Kabul menjadi titik kekacauan baru setelah Taliban menguasai Afghanistan dan ibukota.
Saat pasukan asing sedang melakukan evakuasi warga dan staf diplomatik, ribuan warga Afghanistan membanjiri bandara.
Baca juga: Jenderal Afghanistan Sebut Trump, Biden, dan Ashraf Ghani Pengkhianat, Ini Sosoknya
Baca juga: Rudal AS Cegat Serangan Lima Roket ke Bandara Kabul, Sehari Setelah Ledakkan Mobil ISIS-K
Warga mati-matian berusaha melarikan diri dari negara itu. Ada yang tewas terjatuh dari sisi jet kargo militer Amerika, ada yang tewas terinjak-injak.
Pukulan terbesar proses evakuasi di bandara terjadi saat terjadi bom kembar bunuh diri oleh gerakan ISIS-K di gerbang Bandara Kabul yang menewaskan sedikitnya 170 orang warga sipil dan 13 tentara AS.
Taliban mengambil kendali penuh atas bandara pada 31 Agustus 2021 setelah pesawat AS terakhir meninggalkan landasan pacu, sekaligus menandai berakhirnya perang terpanjang Amerika.
Presiden Biden telah berjanji untuk berbicara kepada rakyat Amerika tentang keputusannya untuk tidak memperpanjang kehadiran militer AS di Afghanistan melebihi 31 Agustus pada hari Selasa (31/8/2021).
Ia mengatakan, keputusan menarik pasukan adalah rekomendasi dari Kepala Gabungan dan semua komandan di lapangan untuk mengakhiri misi seperti yang direncanakan.
Baca juga: Detik-detik AS Resmi Keluar dari Afghanistan, Taliban Bersiap Mengambil Alih Bandara Kabul
Baca juga: 2 Hari Sebelum Bom di Kabul, Komandan ISIS-K Ungkap Sudah Menunggu Waktu untuk Menyerang
“Pandangan mereka adalah bahwa mengakhiri misi militer kami adalah cara terbaik untuk melindungi kehidupan pasukan kita, dan mengamankan prospek keberangkatan warga sipil bagi mereka yang ingin meninggalkan Afghanistan dalam beberapa minggu dan bulan ke depan", katanya dalam sebuah pernyataan. (Tribunnews.com/Sputniknews/Hasanah Samhudi)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.