Sosok Gulafroz, Petinggi Polisi Wanita Afghanistan yang Kini Diburu Taliban, Dianggap Berbahaya
Gulafroz Ebtekar adalah mantan Wakil Kepala Investigasi Kriminal Kementerian Dalam Negeri Afghanistan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, KABUL - Gulafroz Ebtekar selama ini dikenal luas publik Afghanistan.
Namun sejak Taliban menguasai negara itu, nasib Gulafroz kini dalam bahaya.
Dia adalah seorang polisi perempuan Afghanistan senior yang diidolakan selama ini di Afghanistan sebelum Taliban datang.
Kabarnya kini dia tengah dalam pelarian takut Taliban.
Gulafroz Ebtekar adalah mantan Wakil Kepala Investigasi Kriminal Kementerian Dalam Negeri Afghanistan.
Perempuan berusia 34 tahun itu sebelumnya dianggap sebuah sosok panutan bagi perempuan Afghanistan.
Ia telah menginspirasi puluhan perempuan Afghanistan untuk menjadi polisi.
Baca juga: Afghanistan: Cerita orang-orang yang gagal melarikan diri dari Taliban
Namun, kembalinya Taliban sebagai penguasa Afghanistan, membuat Gulafroz memutuskan untuk pergi dari negaranya.
“Taliban menulis surat untuk saya dan mereka mengatakan saya seharusnya tak bekerja untuk kepolisian,” ujarnya dilansir dari Daily Star, Rabu (1/9/2021).
“Mereka juga mengatakan saya tak memiliki hak untuk mendeklarasikan hak-hak perempuan,” tambahnya.
Gulafroz pun meyakini bahwa Taliban tak akan berubah, setelah mereka kembali berkuasa.
Mereka tak setuju dengan perempuan bekerja, berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan merasakan kebebasan,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Gulafroz sempat berusaha keluar ketika Taliban belum mengontrol penuh Afghanistan.
Ia sempat tiba di kamp pengungsian yang dijaga militer Amerika Serikat (AS).
Namun serangan bom bunuh diri di Bandara Kabul, membuat rencana pelariannya berentakan.
Tentara AS tak bisa membantunya, dan permohonan pertolongan ke Kedutaan Besar Rusia juga ditolak.
Dikutip dari New York Post, Gulafroz mengatakan dirinya saat ini tengah dicari Taliban.
Ia mengatakan ibunya memberitahu bahwa Taliban datang ke rumahnya ketika ia pergi ke luar.
Ketika ia berusaha kembali ke Bandara Kabul, anggota Taliban memukulinya.
“Taliban beraksi seperti ini. Pertama mereka memukuli, dan membiarkan Anda pergi. Maju satu atau dua langkah, Anda harus membayarnya,” kata Gulafroz.
“Mereka memukuli saya dengan tangan, sepatu bot, senjata dan bahkan batu,” tambahnya.
Ia pun kini mengaku tak tahu lagi apa yang harus dilakukan untuk bisa keluar dari Afghanistan.
Apalagi, militer AS dan juga negara-negara barat lainnya telah meninggalkan Kabul, Selasa (31/8/2021).
Janji Taliban
Sebelumnya, Taliban berjanji untuk melindungi hak-hak perempuan dan kebebasan pers.
“Kami akan mengizinkan perempuan untuk bekerja dan belajar. Kami punya kerangka kerja, tentu saja. Wanita akan sangat aktif di masyarakat tetapi dalam kerangka Islam,” kata Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, pada konferensi pers pertama mereka di Kabul, Selasa (17/8/2021).
Sejak menguasai Afghanistan dalam waktu singkat, Taliban berusaha mencitrakan diri sebagai kelompok yang lebih moderat dibandingkan saat mereka berkuasa pada 1990-an.
“Tidak akan ada diskriminasi terhadap perempuan, mereka akan bekerja bahu-membahu dengan kami,” katanya, seperti dilansir dari Al Jazeera.
Didesak tentang perbedaan pemerintahan baru Taliban dari yang sebelumnya, Mujahid mengatakan bahwa kelompok tersebut telah berkembang dan tidak akan mengambil tindakan yang sama seperti yang mereka lakukan di masa lalu.
“Akan ada perbedaan dalam hal tindakan yang akan kita ambil dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu,” katanya.
Pada bagian lain, juru bicara politik Taliban, Suhail Saheen mengatakan, Taliban menghormati hak-hak perempuan, termasuk tidak wajib menggunakan burqa.
"Burqa bukan satu-satunya jilbab yang harus ditaati, ada berbagai jenis jilbab tidak terbatas pada burqa," ujar Juru Bicara Kantor Politik Taliban, Suhail Shaheen, kepada Sky News Inggris, seperti dilansir Channel News Asia.
Burqa adalah pakaian wanita berbentuk satu potong pakaian yang menutup seluruh kepala dan tubuh, dan hanya ada bahan tembus pandang pada bagian wajah.
Namun Shaheen tidak merinci jenis jilbab lain yang dianggap dapat diterima oleh Taliban.
Kembali berkuasanya Taliban menimbulkan kekhawatiran warga atas kekuasaan Taliban pada 1996-2001.
Saat itu, sekolah-sekolah perempuan ditutup, perempuan dilarang bepergian dan bekerja, dan perempuan dipaksa mengenakan burqa yang menutupi seluruh tubuh saat di depan umum.
Selain itu, kekhawatiran pun mencakup pendidikan dan kesejahteraan perempuan.
Namun Shaheen memberikan kepastian atas hak-hak perempuan.
“Perempuan bisa mendapatkan pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, itu berarti universitas. Kami telah mengumumkan kebijakan ini di konferensi internasional, konferensi Moskow dan di sini di konferensi Doha (tentang Afghanistan)," kata Shaheen.
Konferensi pers hari Selasa dilakukan ketika ribuan warga sipil Afghanistan yang ketakutan dan pembantu militer AS mencari penerbangan ke luar negeri setelah Taliban kembali berkuasa pada hari Minggu.
Para pejabat Taliban mengatakan perang AS telah berakhir dan mereka bergerak untuk membentuk pemerintahan baru.
Sebelumnya, Taliban mengatakan mereka akan memberikan "amnesti" kepada setiap lawan di negara itu yang meletakkan senjata mereka, dan mendorong perempuan untuk bergabung dengan pemerintah.
Mullah Abdul Ghani Baradar, salah satu pendiri Taliban dan sekarang wakil pemimpin, tiba di kota terbesar kedua di negara itu Kandahar dari Doha, Qatar, Selasa (17/8/2021).
Kandahar adalah tempat kelahiran spiritual dan ibu kota Taliban selama masa kekuasaan pertama mereka.
Kedatangan Baradar dinilai menandakan kesepakatan untuk membentuk pemerintahan sudah dekat.
Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com/Daily Star