Sosok Hibatullah Akhundzada, Pemimpin Taliban yang Jadi Otoritas Tertinggi Afghanistan
Berikut ini sosok Hibatullah Akhundzada, pemimpin Taliban yang jadi otoritas tertinggi Afghanistan.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Taliban mengonfirmasi pemimpin tertinggi kelompok itu, Hibatullah Akhundzada, akan menjadi otoritas tertinggi Afghanistan, Kamis (2/9/2021).
Sementara itu, akan ada presiden atau perdana menteri yang akan menjalankan Afghanistan di bawah otoritasnya.
Dikutip dari Al Arabiya, Taliban mengatakan diskusi tentang pembentukan pemerintahan baru telah selesai dan mereka akan segera membuat pengumuman.
"Konsultasi tentang pemerintahan baru hampir selesai dan diskusi tentang kabinet juga telah diadakan."
"Pemerintah (berdasarkan hukum) Islam akan kami umumkan," kata anggota komisi budaya Taliban, Anamullah Samangani.
Baca juga: Joe Biden Sempat Telepon Ashraf Ghani sebelum Taliban Berkuasa: Kami akan Terus Beri Bantuan
Baca juga: Prediksi Kabinet Taliban, Ada Mantan Tahanan Guantanamo, Tampaknya akan Diumumkan dalam Waktu Dekat
Ia menambahkan, "Tidak ada keraguan tentang kehadiran Panglima Umat (Akhundzada) di pemerintahan."
"Ia akan menjadi pemimpin pemerintahan dan seharusnya tidak ada pertanyaan mengenai hal ini."
Sosok Hibatullah Akhundzada
Mengutip BBC, Hibatullah Akhundzada adalah seorang ulama garis keras yang dianggap tidak mungkin mengubah arah Taliban.
Ia lahir di Distrik Panjwai di Kandahar, Afghanistan pada tahun 1961.
Akhundzada bergabung dengan Taliban sesaat setelah kelompok itu berdiri di tahun 1990-an, menyusul penarikan pasukan Uni Soviet.
Saat Taliban merebut Provinsi Farah di barat Afghanistan, ia ditugaskan memerangi kejahatan di daerah itu.
Ia kemudian diangkat ke pengadilan militer Taliban di Kandahar.
Setelahnya, Akhundzada ditunjuk menjadi kepala pengadilan militer di Provinsi Nangarhar timur.
Ketika Taliban mengonsolidasikan kekuasaannya di Afghanistan, ia menjadi kepala pengadilan militer kelompok itu dan wakil kepala pengadilan tertinggi.
Baca juga: Taliban Izinkan Wanita Afghanistan Melanjutkan Pendidikan, tapi Larang Keras Kelas Campuran
Baca juga: Taliban Salahkan Ashraf Ghani yang Tinggalkan Afghanistan, Dianggap Jadi Penyebab Kekacauan Negara
Lalu, Akhundzada dipercaya menjadi kepala dewan ulama Taliban setelah kelompok itu digulingkan AS pada 2001.
Ia ditunjuk sebagai pemimpin Taliban pada 2016, setelah pendahulunya, Mullah Mansour Akhtar, tewas akibat serangan pesawat tak berawak milik Amerika Serikat (AS).
Penunjukkannya dilakukan oleh tokoh senior Taliban, yang dikatakan bertemu di suatu tempat dekat Quetta di Pakistan.
Namun, saat itu tidak semua anggota syura (dewan) ada di sana ketika Akhundzada ditunjuk menjadi pemimpin baru.
Dilansir India Today, ia mendapat janji kesetiaan dari pemimpin Al Qaeda, Ayman al-Zawahiri, setelah diangkat menjadi pemimpin Taliban.
al-Zawahiri menghujani Akhundzada dengan pujian, menyebutnya sebagai "emir orang beriman".
Akhundzada merupakan lima dari anggota penting Taliban, sesuai hierarki yang ada.
Selain Akhundzada, ada Abdul Ghani Baradar dan Mohammad Yaqoob.
Apakah Wanita akan Bergabung dalam Pemerintahan?
Sebelumnya, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengungkapkan berbagi kekuasaan bukanlah prioritas Taliban untuk saat ini.
Baca juga: Taliban Umumkan Pemerintahan Afghanistan Hari Kamis, Kelompok Panjshir Menolak Gabung
Baca juga: AS Ungkap Kemungkinan Kerja Sama dengan Taliban untuk Lawan ISIS-K
"Tidak ada kesepakatan dengan pemimpin politik manapun untuk memasukkan mereka ke dalam pemerintahan," katanya.
"Saya ingin memperjelas bahwa ini bukan fokus kami untuk berbagi pemerintahan dengan orang lain," imbuhnya.
Saat ditanya apakah akan ada perempuan dalam kabinet baru Afghanistan, Mujahid menjelaskan hal tersebut menjadi keputusan kepemimpinan.
Mengutip Reuters, ia tidak bisa mengantisipasi apapun keputusan para petinggi.
Disisi lain, Mujahid mengungkapkan para pejabat telah ditunjuk untuk menjalankan lembaga-lembaga utama, termasuk kementerian kesehatan dan pendidikan masyarakat, serta bank sentral.
Sementara itu, pemimpin senior Taliban mengatakan Rahbari Syura telah melontarkan gagasan bahwa pengumuman kabinet harus dilakukan Akhundzada sendiri lewat pidato yang disiarkan secara nasional.
"Jika Amirul Mukminin tak ingin tampil di depan umum, dia bisa mencalonkan orang kepercayaan dan pemimpin senior untuk mengumumkannya," ujarnya.
Rahbari Syura juga berpandangan bahwa kabinet harus diumumkan pada minggu pertama September dan nama pemerintahan baru Taliban harus Imarah Islam Afghanistan.
Namun, keputusan itu memerlukan persetujuan Akhundzada.
Taliban Izinkan Wanita Afghanistan Melanjutkan Pendidikan
Baca juga: BIN Akui Menyusup Masuk Ke Taliban, Cegah Perang Melebar ke Indonesia
Baca juga: Taliban Parade Memamerkan Perangkat Militer AS yang Disita, Termasuk Helikopter Black Hawk
Taliban akan mengizinkan wanita Afghanistan untuk menempuh studi di perguruan tinggi.
Namun, pihaknya melarang keras kelas campuran.
Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Abdul Haqi Haqqani, Minggu (29/8/2021).
Taliban sendiri sebelumnya sudah berjanji akan memerintah dengan sistem berbeda dibandingkan 1990-an silam, di mana anak perempuan dan wanita dewasa dilarang mengenyam pendidikan.
"Orang-orang Afghanistan akan melanjutkan pendidikan tinggi mereka berdasarkan hukum Syariah secara aman, tanpa berada di lingkungan campuran pria dan wanita," katanya pada pertemuan dengan para tetua, dikutip dari AFP.
Ia mengatakan Taliban ingin "menciptakan kurikulum yang masuk akal dan Islami yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, nasional dan sejarah kami, serta disisi lain mampu bersaing dengan negara lain."
Anak perempuan dan laki-laki juga akan dipisahkan di sekolah dasar dan menengah.
Tak hanya itu, Haqqani mengungkapkan Taliban melarang pria untuk mengajar siswa perempuan.
"Laki-laki tidak akan diizinkan untuk mengajar anak perempuan," ujarnya, dilansir India Today.
Haqqani diketahui mengkritik sistem pendidikan saat ini, dengan mengatakan sistem di Afghanistan gagal mematuhi prinsip-prinsip Islam.
"Setiap hal yang bertentangan dengan Islam dalam sistem pendidikan akan dihapus," tegasnya.
Baca artikel terkait konflk di Afghanistan
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)