Taliban Sita Uang Tunai Rp176 Miliar dan Emas Milik Mantan Pejabat Afghanistan
Bank Sentral Afghanistan yang kini dikendalikan Taliban mengaku tengah menyita uang tunai mencapai Rp 176 miliar dan emas milik mantan pejabat.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Bank Sentral Afghanistan yang kini dikendalikan Taliban mengaku tengah menyita uang tunai mencapai Rp176 miliar dan emas milik mantan pejabat Afghanistan.
Harta tersebut, salah satunya milik mantan Wakil Presiden Afghanistan Amrullah Saleh.
Dalam sebuah pernyataan, pihak bank mengatakan uang dan emas tersebut disimpan di rumah pejabat.
Kendati demikian, belum ada penjelasan lebih lanjut terkait rencana untuk uang dan emas itu.
Dilansir Reuters, mantan Wakil Presiden Amrullah Saleh tidak diketahui keberadaannya.
Baca juga: Diplomat Afghanistan Terdampar di Luar Negeri setelah Taliban Kembali Berkuasa
Baca juga: Taliban Kritik AS karena Setop Bantuan Afghanistan: Alih-alih Berterima Kasih, Aset Kami Dibekukan
Dia sebelumnya bersumpah untuk melawan Taliban yang merebut kekuasaan pada Agustus.
Pekan lalu, seorang anggota keluarga mantan wakil presiden ini mengatakan bahwa Taliban mengeksekusi saudara Amrullah Saleh, yakni Rohullah Azizi.
Secara terpisah, bank merilis pernyataan yang mendesak warga Afghanistan untuk menggunakan mata uang lokal.
Ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa bank dan perusahaan dalam negeri akan kekurangan uang, terutama dolar yang banyak digunakan.
Sebagai tanda bahwa Taliban ingin mendapatkan kembali aset milik mantan pejabat pemerintah, bank sentral mengeluarkan surat edaran kepada bank-bank lokal pekan lalu.
Edaran itu berisi permintaan untuk membekukan rekening orang-orang politik yang terkait dengan pemerintah sebelumnya, kata dua bankir di bank komersial.
Baca juga: Diplomat Afghanistan Terdampar di Luar Negeri setelah Taliban Kembali Berkuasa
Bank Kehabisan Dolar
Diberitakan Reuters, bank-bank di Afghanistan mulai kehabisan dolar.
Bank terancam menutup layanan bagi nasabah jika pemerintah Taliban tidak segera memberikan suntikan dana, jelas tiga orang sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Perekonomian Afghanistan sebagian besar bergantung pada dana ratusan juta dolar yang dikirim AS ke bank sentral di Kabul.
Satu bulan sejak Taliban merebut Ibu Kota Kabul, para bankir khawatir menipisnya dolar akan meningkatkan biaya makanan atau listrik dan mempersulit pembelian impor.
Meskipun krisis uang tunai telah berlangsung selama berminggu-minggu, sumber mengatakan bahwa bank-bank dalam negeri khawatir dengan pemerintahan Taliban dan bank sentral.
Bank-bank komersial ini telah mengimbau bank sentral untuk membebaskan pasokan dolar AS.
Tetapi mereka belum mendapatkan jawaban dan khawatir bahwa brankas pemerintah, di istana presiden dan kantor pusat bank sentral kosong sehingga mungkin tidak bisa membantu.
"Kami hanya memiliki likuiditas pembayaran beberapa hari saja," kata salah satu orang yang mengetahui langsung masalah tersebut.
"Jika pemerintah tidak segera bereaksi, akan terjadi demonstrasi dan kekerasan."
Dalam sebuah pernyataan di situs resminya pada Rabu, penjabat gubernur bank sentral mengatakan semua bank dalam kondisi stabil.
Baca juga: BNPT: Terjadi Pergeseran Dukungan Kelompok Garis Keras dari ISIS ke Taliban
Kritik AS karena Setop Bantuan
Pejabat Menteri Luar Negeri Afghanistan dari pemerintahan Taliban, Amir Khan Muttaqi, mengkritik Amerika Serikat (AS) karena memutuskan bantuan ekonomi usai kelompoknya mengambil alih negara.
Dalam pidato pertamanya di depan media, Muttaqi mengatakan Taliban tidak akan membiarkan negara manapun, termasuk AS, menjatuhkan embargo dan sanksi pada Afghanistan, Selasa (14/9/2021).
"(Kami) membantu AS sampai evakuasi orang terakhir mereka, tetapi sayangnya, AS, alih-alih berterima kasih kepada kami, (malah) membekukan aset kami," katanya, dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Sekjen PMI: Palang Merah Sedunia Masih Kaji Bantuan untuk Afghanistan dan Myanmar
Baca juga: Taliban Desak Komunitas Internasional Memberikan Bantuan untuk Warga Afghanistan
Sejak Taliban menguasai Kabul pada 15 Agustus dan mantan Presiden Ashraf Ghani melarikan diri, Federal Reserve AS, IMF, dan Bank Dunia memutus akses Afghanistan ke dana.
Hal ini mengakibatkan krisis likuiditas yang meluas dalam ekonomi yang bergantung pada uang tunai.
Muttaqi juga berterima kasih kepada masyarakat internasional karena menjanjikan lebih dari $1 miliar, bantuan untuk Afghanistan pada konferensi donor PBB, Senin (13/9/2021).
"Kami menyambut baik janji pendanaan bantuan darurat yang diberikan kepada Afghanistan selama pertemuan kemarin yang diselenggarakan oleh PBB di Jenewa," katanya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.