Pentagon Akui Serangan Drone Tewaskan 10 Warga Sipil, Bukan Anggota Militan IS-K
Serangan pesawat tak berawak yang dilancarkan AS di Afghanistan bulan lalu ternyata menewaskan 10 warga sipil.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Serangan pesawat tak berawak yang dilancarkan AS di Afghanistan bulan lalu sebagai pembalasan atas bom bunuh diri IS-K ternyata menewaskan 10 warga sipil.
Dilansir The Guardian, Pentagon mengakui, serangannya itu justru membuat 10 warga biasa termasuk tujuh anak-anak meninggal dunia.
Pentagon juga mengakui, pesawat tak berawak tersebut tidak melukai ekstremis IS-K, sebagaimana klaimnya di awal.
Pada Jumat (17/9/2021) lalu, Komandan Komando Pusat AS, Jenderal Kenneth McKenzie mengatakan, korban meninggal bukanlah militan dari Islamic State (IS) di Afghanistan, pelaku bom di Bandara Kabul.
"Saya sekarang yakin bahwa sebanyak 10 warga sipil, termasuk tujuh anak-anak, tewas secara tragis dalam serangan itu," kata McKenzie kepada awak pers.
Baca juga: Milisi Taliban Tembak Mati Ibu Rumah Tangga yang Demo Hak-hak Perempuan
Baca juga: Taliban Larang Siswi SMP Sekolah, Berjanji Sekolah akan Dibuka, tapi Hanya untuk Anak Laki-laki
"Selain itu, kami sekarang menilai bahwa tidak mungkin kendaraan dan mereka yang tewas dikaitkan dengan (Negara Islam Khorasan) atau merupakan ancaman langsung bagi pasukan AS."
"Saya menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga dan teman-teman mereka yang terbunuh."
"Serangan ini dilakukan dengan keyakinan yang sungguh-sungguh bahwa itu akan mencegah ancaman segera terhadap pasukan kami dan para pengungsi di bandara."
"Tapi itu adalah kesalahan dan saya meminta maaf yang tulus," ujarnya.
McKenzie menyebut serangan drone itu bukanlah rencana yang terburu-buru.
Dia menilai bahwa pihaknya telah berusaha meminimalisir jatuhnya korban warga sipil.
Oleh karena itu, dia mengakui bahwa serangan pada bulan lalu merupakan 'kesalahan besar'.
"Kami sedang dalam proses sekarang untuk melanjutkan penyelidikan itu," jawabnya saat ditanya terkait siapa yang akan mempertanggungjawabkan serangan yang menewaskan 10 orang itu.
Sejak serangan itu diluncurkan pada Agustus lalu, pejabat Pentagon menegaskan bahwa pihaknya benar meskipun ada laporan warga sipil jadi korban.
Bahkan Ketua Kepala Staf Gabungan, Jenderal Mark Milley memujinya sebagai "serangan yang benar".
Namun organisasi media meragukan pengakuan dari militer AS.
Mereka melaporkan bahwa pengemudi kendaraan yang ditargetkan oleh Pentagon merupakan karyawan lama di sebuah organisasi kemanusiaan Amerika.
Media juga menilai tidak ada bukti yang jelas untuk mendukung pernyataan Pentagon bahwa kendaraan tersebut membawa bahan peledak.
Belakangan ditemukan bahwa serangan itu menewaskan Zemari Ahmadi, seorang pekerja di organisasi Nutrition and Education International yang mendistribusikan makanan kepada warga sipil Afghanistan.
Ahmadi menjadi korban bersama sembilan anggota keluarganya.
Mobilnya dilaporkan membawa botol air, bukannya bahan peledak.
Hal ini turut ditanggapi Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin dalam pernyataannya.
"Kami sekarang tahu bahwa tidak ada hubungan antara Ahmadi dan ISIS-Khorasan, bahwa aktivitasnya pada hari itu sama sekali tidak berbahaya dan sama sekali tidak terkait dengan ancaman yang kami yakini akan kami hadapi," kata Austin dalam pernyataannya.
"Kami meminta maaf, dan kami akan berusaha untuk belajar dari kesalahan mengerikan ini."
Mobil Ahmadi Diintai selama 8 Jam
Serangan mematikan itu dilancarkan AS tiga hari setelah anggota IS-K melakukan bom bunuh diri di Bandara Internasional Kabul.
Ledakan membunuh puluhan warga sipil dan 13 tentara Amerika Serikat.
Dilansir BBC, intelejen AS melacak mobil pekerja sosial bernama Zemari Ahmadi selama 8 jam.
AS saat itu meyakini Ahmadi terkait dengan militan IS-K, jelas Komando Pusat AS, Jenderal Kenneth McKenzie.
Menurut penyelidikan, mobil pria itu terlihat di sebuah kompleks yang terkait dengan IS-K.
Baca juga: Cerita Sejumlah Penyanyi Afghanistan yang Kabur dari Taliban, Takut Dieksekusi Bila Tidak Pergi
Baca juga: Taliban Sita Uang Tunai Rp176 Miliar dan Emas Milik Mantan Pejabat Afghanistan
Sebuah pesawat tak berawak pengintai melihat ada sejumlah orang yang memasukkan sesuatu diduga bahan peledak ke bagasi mobil.
Belakangan terungkap bahwa benda yang dicurigai itu merupakan botol air.
McKenzie menggambarkan serangan itu sebagai "kesalahan tragis" dan menyatakan Taliban tidak terlibat.
Serangan ini merupakan tindakan terakhir AS di Afghanistan sebelum mengakhiri 20 tahun operasinya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)