Taliban Larang Siswi SMP Sekolah, Berjanji Sekolah akan Dibuka, tapi Hanya untuk Anak Laki-laki
Taliban berjanji akan membuka sekolah-sekolah di Afghanistan, namun hanya untuk anak laki-laki.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Sekolah-sekolah Afghanistan akan mulai dibuka pada Sabtu (18/9/2021), namun hanya untuk anak laki-laki.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Pendidikan baru yang dikelola Taliban tidak menyebutkan kapan anak perempuan bisa kembali ke sekolah.
"Semua guru dan siswa laki-laki harus bersekolah," kata pernyataan itu, dikutip dari AlJazeera.
Sebagian besar lembaga pendidikan di Afghanistan tetap ditutup sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada 15 Agustus 2021 lalu.
Pasalnya, Taliban telah berjuang untuk membuka kembali ekonomi dan memulihkan kehidupan normal di kota-kota.
Baca juga: Milisi Taliban Tembak Mati Ibu Rumah Tangga yang Demo Hak-hak Perempuan
Baca juga: Cerita Sejumlah Penyanyi Afghanistan yang Kabur dari Taliban, Takut Dieksekusi Bila Tidak Pergi
Di beberapa sekolah yang sudah beroperasi, siswa perempuan hingga kelas enam telah hadir.
Tak hanya itu, para mahasiswi juga telah mengikuti kelas universitas.
Tetapi, sekolah menengah untuk anak perempuan telah ditutup.
Saat mengumumkan pemerintahan yang baru pada pekan lalu, Taliban mengatakan mereka tidak akan meniru kebijakan era sebelumnya (1996-2001), di mana anak perempuan dilarang bersekolah.
Karena itu, Taliban sebelumnya berjanji anak perempuan bisa belajar selama mereka melakukannya di ruang kelas terpisah.
Kendati demikian, ada laporan tentang wanita yang dilarang pergi bekerja.
Sementara beberapa wanita lainnya, telah melakukan unjuk rasa, menuntut hak mereka atas pekerjaan dan pendidikan.
Setelah Taliban mengambil alih kekuasaan, mereka tidak memerintahkan sekolah untuk tutup.
Mereka mengatakan situasi keamanan belum memungkinkan untuk anak-anak perempuan dan wanita berkegiatan.
Namun, dalam pernyataan terbarunya, Taliban tidak menyebutkan soal anak perempuan dan wanita sama sekali.
Baca juga: Berita Foto : Taliban Kendalikan Penjara Yang Dulu Tahan Anggotanya
Baca juga: Kepala BNPT: Kelompok Garis Keras di Indonesia Mulai Alihkan Dukungan dari ISIS ke Taliban
Pada Jumat (17/9/2021), Taliban tampaknya telah menutup kementerian untuk urusan perempuan dan menggantinya dengan departemen yang dikenal karena menegakkan doktrin agama yang ketat.
Beberapa unggahan di Twitter menunjukkan pekerja wanita dari kementerian itu melakukan protes di luar gedung, mengatakan mereka telah kehilangan pekerjaan.
Disisi lain, anggota tim nasional sepak bola wanita Afghanistan melarikan diri melintasi perbatasan menuju Pakistan.
Menurut Menteri Informasi Pakistan, Fawad Chaudry, para anggota timnas Afghanistan memasuki wilayahnya melalui perbatasan barat laut Torkham.
Mereka membawa dokumen perjalanan yang sah.
Aturan untuk Pelajar Wanita di Afghanistan
Sebelumnya, Taliban mengumumkan aturan baru soal pelajar wanita Afghanistan yang diizinkan menempuh pendidikan.
Dalam konferensi pers, Minggu (12/9/2021), Menteri Pendidikan Tinggi, Abdul Baqi Haqqani, mengatakan wanita di Afghanistan bisa melanjutkan studi ke universitas, termasuk tingkat pascasarjana.
Namun, ruang kelas akan dipisahkan berdasarkan gender dan pakaian Islami.
Aturan ini, kata Haqqani, diwajibkan.
Baca juga: Taliban Sita Uang Tunai Rp176 Miliar dan Emas Milik Mantan Pejabat Afghanistan
Baca juga: Diplomat Afghanistan Terdampar di Luar Negeri setelah Taliban Kembali Berkuasa
"Kami tidak akan mengizinkan anak laki-laki dan perempuan belajar bersama," tegasnya, dikutip dari AP News.
"Kami tidak akan mengizinkan kelas bersama," imbuhnya.
Dunia saat ini tengah mengamati secara cermat untuk melihat sejauh mana perubahan Taliban sejak pertama kali mereka berkuasa pada akhir 1990-an.
Di bawah pemerintahan Taliban kala itu, para wanita dilarang bersekolah dan menempuh pendidikan tinggi.
Taliban sendiri sudah berjanji akan mengubah sikap mereka terhadap wanita, sesaat setelah mereka mengambil alih kekuasaan Ibu Kota Kabul pada Minggu (15/8/2021).
Kendati demikian, wanita dilarang berolahraga dan kelompok ini telah menggunakan kekerasan dalam beberapa hari terakhir pada pengunjuk rasa wanita yang menuntut persamaan hak.
Disisi lain, Haqqani mengatakan Taliban tidak ingin memutar waktu kembali ke 20 tahun lalu.
"Kami akan mulai membangun apa yang ada hari ini," ujarnya.
Namun, mahasiswi akan menghadapi batasan, termasuk aturan berpakaian wajib.
Haqqani mengungkapkan mahasiswi akan diwajibkan mengenakan jilbab, tapi tidak menjelaskan secara detail apakah itu termasuk burqa atau penutup wajah.
Baca juga: Pemimpin Taliban Dikabarkan Mulai Bertikai Perebutkan Jabatan di Pemerintahan
Baca juga: Rapat dengan BNPT, Sahroni Soroti Kebangkitan Taliban
Terkait aturan baru yang diumumkannya, Haqqani tidak menyesal dengan perubahan tersebut.
"Kami tidak memiliki masalah dalam mengakhiri sistem pendidikan campuran."
"Orang-orang (masyarakat) adalah Muslim dan mereka akan menerimanya," katanya.
Mengutip BBC, beberapa pihak menilai aturan baru akan mengecualikan wanita dari pendidikan.
Pasalnya, menurut mereka, universitas tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menyediakan kelas terpisah.
Meski demikian, Haqqani bersikeras ada cukup banyak guru wanita dan jika tidak, alternatif akan ditemukan.
"Semua tergantung kapasitas universitas," ujarnya.
"Kita juga bisa menggunakan guru laki-laki untuk mengajar di balik tirai atau menggunakan teknologi," tambahnya.
Tak hanya memisahkan antara wanita dan pria, mata pelajaran yang akan diajarkan di universitas akan ditinjau.
Haqqani berujar pada wartawan, Taliban ingin "menciptakan kurikulum yang masuk akal dan Islami yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, nasional, dan sejarah kita."
"Di sisi lain, mampu bersaing dengan negara lain."
Sejak Taliban digulingkan pada 2001, kemajuan besar telah dibuat dalam meningkatkan pendaftaran pendidikan dan tingkat melek huruf di Afghanistan, terutama pada anak perempuan dan wanita.
Sebuah laporan dari UNESCO baru-baru ini, mengatakan jumlah anak perempuan di sekolah dasar telah meningkat dari hampir nol menjadi 2,5 juta dalam 17 tahun setelah rezim Taliban runtuh.
Laporan itu juga mengatakan tingkat melek huruf wanita hampir dua kali lipat dalam satu dekade menjadi 30 persen.
Berita lainnya seputar Konflik di Afghanistan
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)