Aktivis Hak-Hak Perempuan Afghanistan: Jangan Tertipu Topeng Taliban
Aktivis hak-hak perempuan Afghanistan, Sonita Alizadeh mendesak pemimpin dunia untuk membela hak-hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Rapper sekaligus aktivis hak-hak perempuan Afghanistan, Sonita Alizadeh menyuarakan kegelisahannya terkait kondisi wanita di bawah Taliban.
Dilansir Reuters, Sonita Alizadeh pergi dari Afghanistan bersama keluarganya saat Taliban berkuasa 20 tahun lalu.
Saat itu perempuan tidak diizinkan bekerja, harus mengenakan burqa, dan anak perempuan dilarang sekolah.
Dalam acara virtual pertemuan tahunan PBB, Alizadeh mendesak para pemimpin dunia untuk membela hak-hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan saat ini.
Baca juga: Taliban Bantah Tuduhan Melindungi Al Qaeda di Afghanistan, Ini Kata Mereka
Baca juga: Intelijen Awasi Ancaman Al-Qaeda Terhadap AS Setelah Taliban Kuasai Afghanistan
"Apa yang tersisa dari rakyat kita? Dan apa yang tersisa dari pencapaian 20 tahun?"
"Jangan tertipu oleh topeng yang ditampilkan Taliban di berita," kata Alizadeh, Selasa (21/9/2021).
"Kita tidak punya waktu," tambahnya.
Dia mendesak masyarakat internasional untuk tidak mengakui Taliban.
Selain itu Alizadeh juga meminta agar dunia menjamin hak-hak perempuan dan anak-anak Afghanistan, memastikan akses internet di sana, menyertakan warga Afghanistan untuk pengambilan keputusan, serta jaminan pendidikan untuk anak perempuan.
"Sepertinya kita semua tahu apa yang harus dilakukan. Tapi pertanyaannya, siapa yang akan mengambil tindakan hari ini?" kata Alizadeh.
Taliban mengatakan mereka telah berubah sejak memerintah pada 1996-2001.
Diketahui saat itu, Taliban melarang perempuan keluar rumah tanpa kerabat laki-laki hingga bersekolah.
"Ada ketakutan nyata dan gamblang di kalangan perempuan Afghanistan akan kembalinya penindasan brutal dan sistemik Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan selama tahun 90-an," kata kepala hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet.
Taliban menimbulkan skeptisisme tentang janji mereka terkait hak-hak perempuan dan anak perempuan ketika pekan lalu mereka mengumumkan akan membuka sekolah untuk anak laki-laki.