Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB Akan Desak Pemerintahan Taliban Lebih Inklusif
Lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB sepakat akan mendesak Pemerintahan Taliban yang lebih inklusif dan memberikan hak-hak perempuan
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB Rabu (22/9/2021) menyepakati untuk mendesak Taliban lebih inklusif setelah menguasai Afghanistan bulan lalu.
Sejauh ini tidak ada negara yang mengakui pemerintahan Taliban saat ini.
Sementara China dan Rusia memberi sinyal untuk bekerja sama dengan Taliban.
“Kekuatan Dewan Keamanan PBB menginginkan Afghanistan yang damai dan stabil di mana bantuan kemanusiaan dapat didistribusikan tanpa masalah dan tanpa diskriminasi," kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres kepada wartawan setelah pertemuan selama Sidang Umum PBB.
“Mereka menghendaki Afghanistan di mana hak-hak perempuan dan anak perempuan dihormati, Afghanistan yang bukan tempat berlindung para teroris, Afghanistan dengan pemerintah inklusif yang mewakili semua bagian dari penduduk," katanya.
Baca juga: Taliban Meminta Hak Berpidato di Majelis Umum PBB, Tunjuk Dubes Baru
Baca juga: Aktivis Hak-Hak Perempuan Afghanistan: Jangan Tertipu Topeng Taliban
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan para menteri luar negeri Inggris, Prancis dan Rusia bertemu secara langsung. Sementara Menlu China Wang Yi bergabung secara virtual.
Pertemuan itu diinisiasi oleh Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss.
Seorang pejabat AS menggambarkan pertemuan itu konstruktif dan dengan banyak konvergensi, termasuk harapan bahwa Taliban menghormati hak-hak perempuan dan anak perempuan.
"Saya pikir tidak ada yang puas dengan komposisi pemerintahan sementara ini, termasuk China," kata pejabat itu.
Berbicara kepada AFP sebelum pertemuan itu, Duta Besar China untuk PBB, Zhang Jun, mengatakan bahwa lima kekuatan menyepakati pemerintahan yang inklusif. “Persatuan ada di mana-mana,” katanya.
Baca juga: Taliban Bantah Tuduhan Melindungi Al Qaeda di Afghanistan, Ini Kata Mereka
Baca juga: Larangan Taliban Terhadap Perempuan Afghanistan yang Bekerja Picu Kemarahan
China sebelumnya telah mengkritik Amerika Serikat karena membekukan miliaran dolar aset Afghanistan.
Tetapi Beijing juga ingin agar Afghanistan tidak menjadi basis bagi kelompok-kelompok ekstremis asing.
Afghanistan juga menjadi pokok pembicaraan virtual negara-negara Kelompok 20 (G20), termasuk Qatar, yang menjadi lokasi diplomasi Taliban.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, berbicara di G20, memperbaharui kekhawatiran bahwa pemerintahan Emirat Islam Afghanistan ini tidak melibatkan pihak non-Taliban dan wanita, namun justru memasukkan orang-orang yang ada dalam daftar hitam PBB dengan tuduhan terorisme.
"Pengumuman sebuah pemerintahan non-inklusif adalah kesalahan taktis Taliban, karena akan mempersulit kami untuk terlibat dengan mereka," kata Maas.
Baca juga: Taliban Kritik AS karena Setop Bantuan Afghanistan: Alih-alih Berterima Kasih, Aset Kami Dibekukan
Baca juga: Taliban Desak Komunitas Internasional Memberikan Bantuan untuk Warga Afghanistan
"Penting bagi mereka untuk mendengar ini dari kita semua. Dan kita juga harus berbicara dengan satu suara dalam hal parameter politik dasar dan tolok ukur untuk terlibat dengan mereka di masa datang,” katanya.
Taliban telah meminta hak untuk berbicara di Majelis Umum PBB.
Tetapi Amerika Serikat, yang duduk di komite kredensial, telah menjelaskan bahwa tidak ada keputusan yang akan dibuat sebelum KTT berakhir awal pekan depan. Tribunnews.com/TST/Hasanah Samhudi)