Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rektor Baru Universitas Kabul Pendukung Taliban, Melarang Perempuan Kuliah

Reaktor baru Univeristas Kabul, Mohammad Ashraf Ghairat, melarang perempuan terlibat di perguruan tinggi itu, baik sebagai instruktur atau mahasiswa

Editor: hasanah samhudi
zoom-in Rektor Baru Universitas Kabul Pendukung Taliban, Melarang Perempuan Kuliah
AFP
Murid perempuan sekolah Afghanistan melihat perhiasan yang dipajang di rak jendela sebuah toko di Chicken Street di Kabul pada Sabtu (26/9/2021). Tempat yang dulu ramai, di mana pekerja bantuan dan turis petualang akan berbelanja permadani antik, tembikar, dan barang logam, hampir kosong dari pengunjung yang mencari tawar-menawar. 

TRIBUNNEWS.COM, KABUL – Rektor baru Universitas Kabul yang ditunjuk Taliban mengumumkan Senin (27/9/2021) bahwa perempuan dilarang terlibat di perguruan tinggi tersebut, baik sebagai mahasiwa ataupun dosen. Aturan ini berlaku untuk waktu tak terbatas.

"Saya berkata selaku Rektor Universitas Kabul," kata Mohammad Ashraf Ghairat di Twitter pada hari Senin (27/9/2021).

"Perempuan tidak akan diizinkan memasuki universitas atau bekerja, selama lingkungan Islami tidak berlaku untuk semua. Islam nomor satu,” ujarnya.

Kebijakan baru universitas baru ini mendukung kebijakan yang diberlakukan Taliban saat berkuasa pada 1996-2001.

Saat itu, perempuan hanya diizinkan di depan umum jika ditemani oleh kerabat laki-laki dan akan dipukuli karena tidak patuh, dan dikeluarkan dari sekolah.

Baca juga: KTT Quad Serukan Taliban Hormati HAM di Afghanistan Termasuk Perempuan, Anak-anak dan Minoritas

Baca juga: Akun Facebooknya Diretas, Presiden Afghanistan Terguling Ashraf Ghani Bantah Dukung Taliban

Beberapa staf perempuan, yang bekerja relative bebas selama dua dekade terakhir, menolak keputusan rector.

Mereka mempertanyakan anggapan bahwa Taliban memiliki monopoli dalam mendefinisikan agama Islam.

Berita Rekomendasi

"Di tempat suci ini, tidak ada yang tidak Islami," kata seorang dosen wanita, yang berbicara dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan, seperti yang dilakukan beberapa orang lain yang diwawancarai oleh The New York Times (NYT).

"Presiden, guru, insinyur, dan bahkan mullah dilatih di sini," katanya. "Universitas Kabul adalah rumah bagi bangsa Afghanistan,” tambahnya kepada NYT, seperti dilansir dari The Straits Times.

Pada awal menguasai Afghanistan Agustus lalu, Taliban berulangkali menyatakan akan mengambil kebijakan lebih baik terkait hak perempuan, seperti mengizinkan untuk belajar, bekerja, dan terlibat dalam pemerintahan.

Baca juga: Afghanistan: Taliban bubarkan protes kaum perempuan di Kabul

Baca juga: Wanita Afghanistan Dipaksa Menikah Dadakan di Luar Bandara Kabul Agar Bisa Melarikan Diri

Belakangan, Taliban tidak menunjukkan janji tersebut, Pemerintahan baru sementara tidak melibatkan perempuan.

Pemerintah baru juga melarang perempuan kembali ke tempat kerja, dengan alasan masalah keamanan, meskipun para pejabat menggambarkannya sebagai sementara.

Taliban mencopot Rektor Universitas Kabul dan menggantinya dengan Ghairat, dua minggu lalu.

Ghairat yang berusia 34 tahun dikenal sebagai sosok pendukung Taliban dengan menyebut sekolah-sekolah di negeri itu sebagai “pusat prostitusi.”

Keputusan Ghairat ini dianggap sebagai pukulan telak bagi sistem pendidikan tinggi Afghanistan, yang dua dekade terakhir ditopang dana bantuan asing.

Baca juga: Aturan untuk Pria Afghanistan, Taliban: Dilarang Cukur Jenggot, Tak Sesuai Hukum Syariah

Baca juga: Italia: Tidak Mungkin Mengakui Pemerintah Taliban, tetapi Warga Afghanistan Harus Dibantu

“Tidak ada harapan, seluruh sistem pendidikan tinggi runtuh,” kata Hamid Obaidi, mantan juru bicara Kementerian Pendidikan Tinggi yang juga dosen di Sekolah Jurnalisme Universitas Kabul. "Semuanya hancur,” katanya.

Serikat guru Afghanistan pekan lalu melakukan aksi dengan mengirim surat kepada pemerintah menuntut agar pengangkatan Ghairat dibatalkan.

Rektor muda itu juga dikritik di media sosial karena kurangnya pengalaman akademis.

Sejumlah teman sekelas Ghairat, yang dihubungi NYT, menggambarkannya sebagai seorang mahasiswa yang terisolasi dengan pandangan ekstremis yang memiliki masalah dengan teman sekelas dan dosen perempuan.

"Saya bahkan belum memulai pekerjaan itu," kata Ghairat, menolak kekhawatiran tentang pengangkatannya dalam sebuah wawancara dengan NYT.

Baca juga: Taliban Meminta Hak Berpidato di Majelis Umum PBB, Tunjuk Dubes Baru

Baca juga: Aktivis Hak-Hak Perempuan Afghanistan: Jangan Tertipu Topeng Taliban

"Bagaimana mereka tahu apakah saya memenuhi syarat atau tidak? Biarkan waktu yang menilai," katanya, seraya menambahkan bahwa 15 tahun bekerja di bidang budaya untuk Taliban membuatnya menjadi kandidat yang sempurna untuk pekerjaan itu.

Juru bicara utama Taliban, Zabihullah Mujahid, mencoba meredam keresahan akibat pengumuman Ghairat bahwa wanita tidak dapat kembali ke Universitas Kabul.

"Itu mungkin pandangan pribadinya sendiri,” kata Mujahid kepada NYT.

Mujahid juga tidak memberikan jaminan kapan larangan perempuan akan dicabut.

Ia mengatakan bahwa sampai saat itu, Taliban bekerja untuk merancang sistem transportasi yang lebih aman dan lingkungan di mana siswa perempuan dilindungi. (Tribunnews.com/TST/Hasanah Samhudi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas