Kemampuan Taliban untuk Kuasai Afghanistan di Luar Prediksi Amerika Serikat
Ketua Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Mark Milley mengatakan bahwa Perang Afghanistan tidak berakhir sebagaimana yang diinginkan Washington.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Ketua Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Mark Milley pada Selasa (28/9/2021) mengatakan bahwa Perang Afghanistan tidak berakhir sebagaimana yang diinginkan Washington.
"Jelas. Sudah jelas. Perang di Afghanistan tidak berakhir seperti yang kita inginkan dengan Taliban, yang sekarang berkuasa di Kabul," kata Milley pada sidang Senat tentang penarikan Afghanistan.
"Dan kita harus ingat bahwa Taliban adalah dan tetap menjadi organisasi teroris, dan mereka masih belum memutuskan hubungan dengan al-Qaeda," ujar Milley dikutip dari Anadolu Agency.
Menurutnya, diperlukan pengamatan apakah Taliban mampu mengkonsolidasikan kekuasaan karena ditakutkan akan terjadi perang saudara.
Dia mengatakan pembentukan kembali al-Qaeda atau Daesh/ISIS dengan aspirasi untuk menyerang AS adalah "kemungkinan yang sangat nyata."
Baca juga: RI-Bangladesh Kembali Bahas Rencana Repatriasi Pengungsi Rohingya
Baca juga: POPULER Internasional: Taliban Bunuh Mantan Pemimpim ISIS-K | Presiden Prancis Dilempari Telur
Momen perebutan kekuasaan di Afghanistan diwarnai kekacauan dengan ribuan warga berusaha terbang ke luar negeri.
Milley mengakui bahwa AS salah memperkirakan keruntuhan pemerintah dan militer Afghanistan.
Dia dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin sama-sama bersaksi bahwa cepatnya keruntuhan Afghanistan oleh Taliban membuat AS lengah.
"Kami membantu membangun sebuah negara, tetapi kami tidak dapat membentuk sebuah bangsa," kata Austin.
"Fakta bahwa tentara Afghanistan yang kami dan mitra kami latih begitu saja mencair, dalam banyak kasus tanpa melepaskan tembakan, mengejutkan kami semua," tambahnya, dikutip dari BBC.
Pasukan AS pertama kali memasuki Afghanistan pada akhir 2001, sebagai tanggapan dari serangan 9/11.
Pada saat pergi, AS telah menghabiskan sekitar 985 miliar USD dan mengerahkan puluhan ribu tentara.
Bahkan mencapai angka 110.000 personel pada tahun 2011.
Di minggu-minggu antara jatuhnya Kabul dan batas waktu penarikan pada 31 Agustus, AS mengevakuasi 4.000 tentara terakhirnya.
Evakuasi juga membawa sekitar 50.000 pengungsi Afghanistan yang diterbangkan keluar dari Kabul.
Taliban Minta AS Setop Terbangkan Drone
Taliban memperingatkan Amerika Serikat untuk berhenti menerbangkan drone di wilayah udara Afghanistan.
Pihaknya bahkan mengancam akan adanya konsekuensi jika hal ini terus terjadi.
"AS telah melanggar semua hak dan hukum internasional serta komitmennya terhadap Taliban di Doha, Qatar, dengan pengoperasian pesawat tak berawak ini di Afghanistan," kata Taliban dalam sebuah pernyataan di Twitter, Rabu (29/9/2021).
"Kami menyerukan kepada semua negara, terutama Amerika Serikat, untuk memperlakukan Afghanistan dengan mempertimbangkan hak, hukum, dan komitmen internasional, untuk mencegah konsekuensi negatif apa pun," jelas pernyataan itu.
Baca juga: Taliban Bantah Tuduhan Melindungi Al Qaeda di Afghanistan, Ini Kata Mereka
Baca juga: Taliban Klaim Bunuh Mantan Petinggi ISIS-K, Dalang di Balik Pengeboman Kabul, Dieksekusi di Penjara
Belum ada tanggapan dari pejabat AS, lapor Arab News.
Militan Taliban kembali naik ke tampuk kekuasaan di Afghanistan sejak pertengahan Agustus lalu.
Mereka merebut kota-kota penting hingga Ibukota Kabul saat AS melakukan penarikan pasukan militer.
Pemimpin Taliban menyangkal militan Daesh dan Al-Qaeda, dalang serangan 9/11, aktif di negara itu.
Meskipun baru-baru ini kelompok Daesh mengaku bertanggung jawab atas serangan bom di kota timur Jalalabad.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)