WHO Rekomendasikan Booster Covid-19 untuk Orang dengan Kekebalan Tubuh Lemah
WHO merekomendasikan vaksin booster Covid-19 untuk orang-orang yang memiliki gangguan kekebalan tubuh.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan vaksin booster Covid-19 untuk orang-orang yang memiliki gangguan kekebalan tubuh, Senin (11/10/2021).
Penasihat vaksin WHO mengatakan, orang dengan sistem kekebalan yang lemah harus ditawari dosis tambahan dari vaksin Covid-19 yang disetujui WHO.
Dikutip dari Medical Xpress, pakar badan kesehatan PBB juga mengatakan orang yang berusia di atas 60 tahun yang sudah divaksinasi dua dosis dengan vaksin Sinovac dan Sinopharm China harus diberikan vaksin booster.
Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) menekankan tidak merekomendasikan dosis booster untuk masyarakat umum.
WHO menginginkan penundaan pemberian booster untuk masyarakat umum hingga akhir tahun, dan memprioritaskan suntikan dosis pertama di puluhan negara yang kekurangan vaksin.
Baca juga: Rusia Minta Uni Eropa Adil Soal Pengakuan Bersama atas Sertifikat Vaksin
Baca juga: Mosquirix, Vaksin Malaria Pertama yang Direkomendasikan WHO, Ini 5 Hal yang Perlu Diketahui
Target WHO memberikan vaksin dosis penuh untuk 10 persen dari populasi di setiap negara pada akhir September gagal di 56 negara bagian.
Namun, hampir 90 persen negara berpenghasilan tinggi sudah mencapai target.
SAGE mengatakan akan meninjau masalah dosis booster umum pada 11 November.
Beberapa vaksin Covid-19 telah diberikan persetujuan WHO untuk penggunaan darurat selama pandemi, seperti Pfizer-BioNTech, Janssen, Moderna, Sinopharm, Sinovac, dan AstraZeneca.
Semuanya adalah vaksin dua dosis, kecuali jab Janssen.
WHO juga sedang mempertimbangkan apakah akan memberikan daftar penggunaan darurat (EUL) ke vaksin Bharat Biotech India.
SAGE mengadakan pertemuan empat hari untuk meninjau informasi dan data terbaru tentang berbagai vaksin untuk Covid-19 dan penyakit lainnya.
Vaksin Booster untuk Kekebalan Lemah
"SAGE merekomendasikan bahwa orang dengan gangguan kekebalan sedang dan berat harus ditawari dosis tambahan dari semua vaksin WHO EUL Covid-19 sebagai bagian dari seri primer yang diperpanjang," kata kelompok itu.
"Orang-orang ini cenderung tidak merespon secara memadai terhadap vaksinasi mengikuti seri vaksin primer standar dan berisiko tinggi terkena penyakit Covid-19 yang parah."
Kate O'Brien, kepala vaksin WHO mengatakan, sekarang dosis ekstra harus dianggap sebagai bagian dari imunisasi virus corona normal untuk orang dengan sistem kekebalan yang lebih lemah.
Suntikan booster akan diberikan satu hingga tiga bulan setelah dosis kedua.
Booster harus meningkatkan perlindungan yang ditunjukkan untuk mencegah penyakit parah, rawat inap dan kematian.
Vaksin Booster China untuk Usia 60 Tahun ke Atas
SAGE juga mengatakan bahwa orang berusia 60 tahun ke atas yang sudah divaksin penuh dengan Sinovac dan Sinopharm, harus direkomendasikan suntikan dosis ketiga.
Vaksin yang berbeda juga dapat dipertimbangkan berdasarkan pasokan vaksin dan pertimbangan akses.
SAGE menambahkan, ketika menerapkan rekomendasi ini, langkah pertama adalah negara-negara harus memaksimalkan cakupan dua dosis pada warganya, kemudian memberikan dosis ketiga, dimulai pada kelompok usia tertua.
Baca juga: Kemenag akan Lobi Arab Saudi Soal Kewajiban Booster Calon Jemaah Umrah Penerima Vaksin Sinovac
Baca juga: SYARAT Wisatawan Mancanegara Masuk ke Bali: Punya Bukti Vaksinasi Covid-19 hingga Asuransi Kesehatan
"Kami memiliki bukti perlindungan yang lebih sedikit pada orang yang sudah tua, terutama usia yang sangat tua," kata sekretaris SAGE Joachim Hombach pada konferensi pers.
Menurut hitungan AFP, Jab Sinopharm digunakan di 69 negara, sementara Sinovac telah diluncurkan di 36 negara.
Aljazair, Mesir, Ethiopia, Pakistan dan Filipina termasuk di antara negara-negara yang menggunakan kedua jab, selain China.
Sebagian besar informasi tentang rekomendasi Sinovac dan Sinopharm baru dibuat berasal dari penelitian di Amerika Latin.
(Tribunnews.com/Yurika)