Militer Myanmar Tak Akan Izinkan Utusan Khusus ASEAN Bertemu Aung San Suu Kyi
Junta Myanmar tidak akan mengizinkan Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof, bertemu pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM - Junta militer Myanmar yang berkuasa tidak akan mengizinkan utusan khusus Asia Tenggara bertemu pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi karena ia didakwa melakukan kejahatan.
Seorang juru bicara junta mengungkapkan hal itu, meskipun junta tidak menghalangi utusan khusus Asia Tenggara mengunjungi negara itu.
Juru Bicara Zaw Min Tun mengatakan, penundaan PBB dalam menyetujui pencalonan duta besar junta Myanmar untuk PBB bermotif politik.
“PBB dan negara-negara dan organisasi lain harus menghindari standar ganda ketika mereka terlibat dalam urusan internasional,” katanya dalam ringkasan yang dikeluarkan junta pada Rabu (13/10/2021).
Pernyataan juru bicara itu muncul ketika tekanan internasional meningkat pada junta untuk menerapkan rencana perdamaian lima poin yang disetujui oleh Jenderal Min Aung Hlaing pada bulan April dan ASEAN.
Baca juga: Perwakilan ASEAN untuk Atasi Krisis Myanmar Temui Junta, Minta Akses ke Aung San Suu Kyi
Baca juga: Khawatir Keselamatan Mereka, Aung San Suu Kyi Tak Akan Ajukan Saksi Pembela
Myanmar tenggelam dalam kekacauan politik dan ekonomi sejak junta mengambilalih kekuasaan pada 1 Februari, dan tidak mengakui kemenangan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi dalam pemilihan umum.
Suu Kyi dan anggota terkemuka pemerintah dan partainya ditangkap.
Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof, mengatakan pekan lalu bahwa kelambanan junta terhadap rencana ASEAN itu sama saja dengan suatu kemunduran.
Menurutnya, sejumlah negara ASEAN membahas kemungkinan mengecualikan Min Aung Hlaing dari pertemuan puncak bulan ini.
Awal pekan ini, Erywan mengatakan dia sedang berkonsultasi dengan partai-partai di Myanmar, tidak memihak atau posisi politik dan menantikan kunjungan.
Baca juga: PBB Desak Junta Militer Myanmar Bebaskan Aung San Suu Kyi
Baca juga: Aung San Suu Kyi Ingatkan Warga Myanmar Berhati-hati Terhadap Covid-19
Juru bicara junta juga menegaskan sistem peradilan Myanmar adil dan independen akan menangani kasus Aung San Suu Kyi sesuai dengan itu.
Ia menambahkan ketua hakim ditunjuk oleh pemerintah sebelumnya.
Tidak Bersalah
Aung San Suu Kyi dan mantan Presiden Win Myint, Senin (11/10/2021), mengaku tidak bersalah karena melanggar pembatasan Covid-19, ketika pasangan itu secara resmi didakwa setelah tentara merebut kekuasaan.
Masing-masing didakwa dengan dua dakwaan berdasarkan Undang-Undang Penanggulangan Bencana karena gagal mematuhi pembatasan pandemi selama kampanye pemilihan umum tahun lalu.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Berterima Kasih atas Gerakan Bunga Pendukungnya, Beri Cokelat ke Pengacara
Baca juga: Junta Militer Keluarkan Tuduhan Baru Kasus Korupsi Aung San Suu Kyi
Jika terbukti bersalah, masing-masing dapat dihukum hingga tiga tahun penjara.
Junta mengatakan pengambilalihan kekuasaan dilakukan karena adanya penggelapan suara pemilih. Tuduhan ini banyak dibantah karena tidak adanya bukti.
Pengambilalihan itu menghadapi perlawanan rakyat besar-besaran, yang terus berlanjut meskipun ada tindakan represif yang mematikan oleh pasukan keamanan.
Pengadilan khusus di ibu kota Naypyitaw juga mengadili Suu Kyi karena mengimpor walkie-talkie secara ilegal dan penggunaan radio tanpa izin, serta hasutan - menyebarkan informasi palsu atau menghasut yang dapat mengganggu ketertiban umum.
Suu Kyi, Win Myint dan mantan walikota Naypyitaw, Myo Aung, akhir bulan lalu mengaku tidak bersalah atas hasutan, dan diperkirakan akan didakwa minggu depan sehubungan dengan radio.
Baca juga: KPU Pilihan Junta Milter Myanmar Bubarkan Partai Aun San Suu Kyi
Baca juga: Utsus ASEAN Terkendala Respon Junta Militer, Sulit Bertemu Semua Pihak di Myanmar
Pendukung Suu Kyi dan analis independen mengatakan tuduhan itu adalah upaya untuk mendiskreditkannya dan melegitimasi perebutan kekuasaan oleh militer.
Suu Kyi juga menghadapi tuduhan korupsi dalam persidangan terpisah yang baru-baru ini dimulai.
Jika terbukti bersalah, ia bisa dihukum hingga 15 tahun penjara.
Dia akan segera diadili karena melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi, yang diancam hukuman maksimal 14 tahun.
Hakim pada sesi pengadilan hari Senin (11/10/2021) menolak permintaan dari Suu Kyi yang berusia 76 tahun agar sidang dilakukan setiap dua minggu, bukan setiap minggu.
Baca juga: ASEAN Berhasil Dorong Gencatan Senjata di Myanmar Hingga Akhir Tahun
Suu Kyi mengatakan itu akan mengurangi tekanan pada kesehatannya dari begitu banyak jadwal persidangan.
"Dia bosan dengan janji mingguan. Pengacara juga lelah. Itu sebabnya disarankan untuk melakukannya setiap dua minggu sekali. Tapi hakim tidak mengizinkannya," kata pengacara Kyi Win. (Tribunnews.com/CNA/TheStar/Hasanah Samhudi)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.