Junta Myanmar Bebaskan Ratusan Tahanan Politik, PBB: Pembebasan Bukan karena Perubahan Hati
Menurut Pelapor Khusus PBB Tom Andrews, pembebasan para tahanan politik oleh junta Myanmar bukan karena perubahan hati tapi karena tekanan dari ASEAN.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
Namun Tom Andrews tetap menganggap militer "keterlaluan" karena mereka ditahan di tempat pertama.
Tom Andrews juga mengatakan, pembebasan tahanan politik di Myanmar oleh junta bukan karena perubahan hati.
"Junta membebaskan tahanan politik di Myanmar bukan karena perubahan hati, tapi karena tekanan," katanya.
Tekanan yang dimaksud Tom Andrews yakni keputusan ASEAN mengundang perwakilan non-politik ke KTT.
Keputusan yang diambil ASEAN untuk mengucilkan junta disebut-sebut sebagai langkah penghinaan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada para pemimpin militer.
Keputusan itu juga merupakan langkah berani yang luar biasa untuk blok yang didorong oleh konsensus, yang secara tradisional menjunjung kebijakan keterlibatan dan non-intervensi.
Baca juga: Oposisi Myanmar Sambut Baik Junta Militer Tidak Diundang KTT ASEAN
Brunei, ketua ASEAN saat ini, mengeluarkan pernyataan yang mengutip kurangnya kemajuan yang dibuat pada alur yang telah disepakati junta dengan ASEAN pada April untuk memulihkan perdamaian di Myanmar.
Seorang juru bicara junta, Zaw Min Tun memberikan tanggapan atas keputusan ASEAN.
Zaw Min Tun menyalahkan intervensi asing atas pengucilan Min Aung Hlaing dari KTT.
Dikatakan Zaw Min Tun kepada kantor berita BBC Burma bahwa Amerika Serikat dan perwakilan Uni Eropa telah menekan para pemimpin ASEAN untuk mengecualikan pemimpinnya.
Tuduhan itu berdasar pada beberapa negara yang mereka ketahui telah melakukan pertemuan dengan urusan luar negeri Amerika Serikat.
Baca juga: Menlu Retno: Tak Undang Junta Myanmar di KTT ASEAN Keputusan yang Tepat
"Intervensi asing juga bisa dilihat di sini," kata Zaw Min Tun.
"Sebelumnya, kami mengetahui bahwa beberapa utusan dari beberapa negara bertemu dengan urusan luar negeri AS dan mendapat tekanan dari UE," sambungnya.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta, yang mengakhiri satu dekade demokrasi tentatif dan reformasi ekonomi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.