PROFIL Kei Komuro, Suami Putri Mako dari Jepang, Rakyat Biasa yang Mengejar Karier Hukum di AS
Suami Putri Mako, Kei Komuro, akan mengejar karier hukum di Amerika Serikat setelah menikah.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Putri Mako dari Jepang, akhirnya resmi menikah dengan teman kuliahnya, Kei Komuro, pada Selasa (26/10/2021).
Komuro, yang berusia 30 tahun sama seperti Putri Mako, akan mengejar karier di bidang hukum di Amerika Serikat setelah menikah.
Dilansir Kyodo News, Komuro adalah mantan paralegal dari sebuah firma hukum Tokyo.
Ia mulai bekerja di sebuah firma hukum di New York setelah lulus dari sekolah hukum Universitas Fordham dengan gelar Juris Doctor pada Mei 2021.
Komuro mengikuti ujian advokat negara bagian New York pada bulan Juli lalu dan diperkirakan akan mengetahui hasilnya pada pertengahan Desember.
Baca juga: Jumpa Pers 10 Menit Tanpa Tanya Jawab, Hanya Pengumuman Pernikahan Putri Mako dan Komuro di Jepang
Baca juga: Ketiga Kali Unjuk Rasa Menentang Perkawinan Putri Mako Keponakan Kaisar Jepang
Ia baru-baru ini memenangkan kompetisi menulis yang disponsori oleh Asosiasi Advokat Negara Bagian New York untuk siswa sekolah hukum.
Bulan September lalu, Komuro kembali ke Jepang dari Amerika Serikat untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.
Saat itu ia sempat menimbulkan kehebohan rakyat Jepang karena tampil dengan rambut kuncir kuda.
Sejumlah tabloid menyoroti kuncir kuda Komuro dari setiap sudut, beberapa membandingkannya dengan simpul atas seorang samurai.
Di media sosial, beberapa tweet mendukung penampilan barunya, sementara yang lain mengatakan gaya rambut itu tidak cocok untuk pengantin pria dari keluarga kerajaan.
Rambut kuncir kuda mungkin tidak menimbulkan kehebohan di Barat, tetapi orang-orang di Jepang diharapkan mencerminkan status dan peran mereka melalui tindakan dan kata-kata mereka.
Orang-orang Jepang melihat kuncir kuda sebagai tanda bahwa Komuro tidak sesuai dengan harapan sosial, menurut Hitomi Tonomura, seorang profesor studi wanita dan gender di University of Michigan, dilansir CNN.
"Jika dia seorang penyanyi atau artis, itu akan baik-baik saja, tetapi orang-orang berpikir dia tidak 'seperti pengacara' atau terlihat cocok untuk seseorang yang akan menikahi seorang wanita kerajaan," tambahnya.
Ketika ia mengunjungi orang tua Putri Mako beberapa minggu kemudian, Komuro tampil dengan setelan gelap dan rambut gondrongnya juga sudah dicukur.
Lahir pada 5 Oktober 1991, Komuro belajar di SMP dan SMA internasional.
Ia lalu melanjutkan pendidikan di Universitas Kristen Internasional di Tokyo sebelum menuju Amerika Serikat.
Selama menjalani perkuliahan di Universitas Kristen Internasional, ia bertemu sang putri yang berkuliah di universitas yang sama.
Pada tahun 2010, Komuro terpilih sebagai "Pangeran Laut" untuk memimpin kampanye pariwisata untuk kota pesisir Fujisawa, Prefektur Kanagawa, selama setahun.
Dia juga bekerja paruh waktu di sebuah restoran Prancis dan cram school.
Komuro dikabarkan melamar sang putri saat kedua masih mahasiswa.
Komuro adalah anak dari orang tua tunggal.
Ayahnya meninggal ketika dia masih duduk di sekolah dasar.
Ia lalu dibesarkan seorang diri oleh ibunya, Kayo.
Namun, sang ibu sempat terjerat skandal.
Ibu Komuro digosipkan berselisih dengan mantan tunangannya dengan melibatkan uang sekitar 4 juta yen.
Perselisihan itu pun kerap diliput tabloid mingguan dan membuat citra Komuro dan ibunya buruk di mata rakyat Jepang.
Namun Komuro merilis pernyataan untuk mengklarifikasi masalah tersebut dan tetap bertekad untuk menikahi sang putri.
Pandangan Misogini di Jepang
Kaori Hayashi, seorang ahli studi media dan wakil presiden eksekutif dari Universitas Tokyo, mengatakan pasangan kerajaan biasanya dipilih dengan hati-hati dari kalangan tradisional yang bersosialisasi dengan keluarga Kekaisaran.
Selain itu, di Jepang, persepsi bahwa ibu tunggal tidak mampu membesarkan anak dengan benar, masih ada, ungkap Hitomi Tonomura, pakar studi gender dari University of Michigan.
"Di Jepang, ada juga misogini, di mana seorang ibu tunggal biasanya dibenci atau direndahkan secara moral dan ekonomi," tambah Tonomura.
"Ada semacam peran tradisional yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin untuk pria dan wanita yang dimainkan tidak hanya di keluarga kerajaan, tetapi di banyak institusi di sini," kata Nancy Snow, seorang profesor diplomasi publik di Kyoto University of Foreign Studies.
"Dugaan masalah keuangan ibu Komuro telah mencemari citra royalis yang bersemangat tentang rumah kerajaan, yang idealnya harus tampak murni secara simbolis dan ada untuk kesejahteraan spiritual orang Jepang," kata Tonomura.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)