Sukses Luncurkan Rudal Hipersonik, Militer Cina Kini Lampaui Superioritas AS
Pekan ini, di media sosial Cina beredar kemunculan jet siluman J-20 yang sudah dipermak dan kini berkursi ganda.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, SHANGHAI – Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Mark Miley pekan lalu mengatakan, tes peluncuran rudal hipersonik Cina sesuatu yang harus jadi perhatian.
Ia malah menambahkan, keberhasilan tes yang diinformasikan pertama kali oleh media Financial times itu menjadi momen “Sputnik” bagi Cina.
Ini analogi mengacu peluncuran satelit Sputnik 1957 oleh Uni Soviet yang menandai kepemimpinan perlombaan ruang angkasa masa itu.
Pekan ini, di media sosial Cina beredar kemunculan jet siluman J-20 yang sudah dipermak dan kini berkursi ganda.
Jika model pesawat itu benar sudah dites, maka J-20 berkursi ganda itu menjadi jet tempur siluman pertama di dunia yang dioperasikan dua awak.
Pasukan darat PLA secara tradisional menjadi fondasi Cina untuk menegaskan kekuasaan di wilayah tersebut.
Cina muncul secara perkasa saat terlibat konflik perbatasan melawan India di perbatasan Himalaya kedua Negara.
Cina saat ini memiliki 915.000 tentara aktif di jajarannya, mengerdilkan AS, yang memiliki sekitar 486.000 tentara aktif.
Pada 2019, Cina menguji tembak rudal balistik antarbenua DF-41, yang menurut para ahli dapat menghantam setiap sudut dunia,.
Perkembangan ini menerbitkan pertanyaan, seberapa kuat sekarang militer Cina di tangan Presiden Xi Jinping.
Kemajuan ini juga semakin menegaskan posisi dan sikap Cina atas Taiwan, yang memperoleh dukungan terbuka dari AS dan sekutu dekatnya.
Kapal Selam Cina Bisa Luncurkan Rudal Nuklir
Wartawan Aljazeera.com, Shawn Yuan dari Shanghai menulis, Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLAN) sekarang menjadi angkatan laut terbesar di dunia.
Klaim itu berdasar buku putih pertahanan pemerintah Cina. Kapal selam Cina kini memiliki kemampuan meluncurkan rudal berhulu ledak nuklir.
Untuk mendukung angkatan laut, Cina juga memiliki apa yang disebut milisi maritim, yang didanai pemerintah dan dikenal sebagai "pria biru kecil".
Kelompok terlatih itu aktif di Laut Cina Selatan (LCS). Tahun ini Beijing mengizinkan pasukan penjaga pantainya menembaki kapal asing yang melanggar teritori yang mereka klaim di LCS.
“Kekuatan militer Cina telah didorong secara signifikan sejumlah besar senjata baru yang sudah dioperasikan, terutama Angkatan Lautnya,” kata Yin Dongyu, analis militer berbasis di Beijing.
“Itu indikasi cukup bagus tentang kekuatan militer Cina yang sedang tumbuh,” imbuhnya. Angkatan udara juga telah tumbuh menjadi yang terbesar di kawasan Asia-Pasifik.
AU Cina terbesar ketiga di dunia, memiliki 2.500 pesawat dan sekitar 2.000 pesawat tempur. Data ini muncul di laporan tahunan Kantor Menteri Pertahanan AS.
Paling menonjol, angkatan udara sekarang memiliki armada jet tempur siluman, termasuk J-20, pesawat tempur paling canggih Cina.
Pesawat ini dikembangkan secara independen dan dirancang untuk menyaingi jet F-22 buatan AS.
Eksportir Drone Militer ke Timur Tengah
Secara global, China juga meningkatkan ekspor senjata ke negara berkembang lainnya dengan tujuan mengembangkan hubungan yang lebih hangat dengan negara sahabat di tengah persaingan regional.
Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, ekspor senjata Cina sebagian besar ke Pakistan, Bangladesh, dan Aljazair selama dekade terakhir.
Selama periode waktu yang sama, Cina juga telah menjadi salah satu pengekspor kendaraan udara tak berawak (UAV) bersenjata terkemuka di dunia.
Pelanggannya termasuk Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
“Anda melihat banyak UAV diekspor ke Teluk karena Kongres AS melarang banyak negara membelinya dari AS karena masalah hak asasi manusia, dan Cina segera mengisi celah itu,” kata Yin.
Meski demikian, tumbuhnya kekuatan militer Cina ini menyamarkan sistem komando mereka yang buram, korupsi endemik, dan pertanyaan tentang kualitas rekrutan tentaranya.
Korupsi sebagian besar berasal dari tradisi nepotisme dan favoritisme, dan kurangnya pengawasan secara umum.
Sementara perekrutan SDM bermasalah karena pemuda Cina dan berpendidikan tinggi semakin tertarik ke sektor swasta yang sedang booming.
Itu membuat PLA bergantung pada wajib militer untuk sekitar sepertiga dari tenaga personilnya. Setiap provinsi memiliki kuota wajib militer tahunan.
Masing-masing wajib militer harus menyelesaikan dua tahun dinas militer. Tahun ini, setelah sempat tertunda karena pandemi COVID-19, militer mulai mengadakan rekrutmen.
Sekalipun sebagian arsenal tempurnya semakin modern, PLA masih memiliki sejumlah besar peralatan tua dan using.
Beberapa di antaranya dibangun menggunakan teknologi bekas Uni Soviet, yang runtuh 30 tahun lalu.
Kapal Induk AS Masih Mendominasi
Angkatan Laut Cina, misalnya, memiliki lebih banyak kapal daripada AS – dengan 360 kapal – tetapi armadanya sebagian besar terdiri dari kapal yang lebih kecil.
Ia hanya memiliki dua kapal induk besar, Liaoning dan Shandong, dengan kapal induk ketiga Tipe 003 masih dibangun. AS memiliki 11 kapal induk, paling banyak dari negara mana pun.
Selain itu, kurangnya pelatihan untuk mengoperasikan dan memelihara senjata yang baru dikembangkan juga telah menghambat kemampuan tentara mereka.
Menurut laporan 2018 yang diterbitkan RAND Corporation, sebuah think-tank yang berbasis di AS, militer Cina didera masalah kepemimpinan.
“Korupsi dan struktur komando yang ketinggalan zaman telah meninggalkan dampak yang sangat negatif pada tentara,” kata Shi Yang, seorang analis militer China yang berbasis di Beijing.
“Sejumlah besar senjata yang relatif ketinggalan zaman juga membatasi kemampuan tempur tentara Tiongkok,” imbuhnya.
Belajar dari AS
Namun, yang berpotensi lebih menjadi masalah, menurut beberapa analis, adalah bahwa PLA tidak memiliki pengalaman tempur kontemporer.
“Saat itu tahun 1979 ketika Cina terakhir terlibat dalam konflik dunia nyata – dan itu terjadi di Vietnam,” Shi menjelaskan.
“Tanpa berperang nyata, beberapa orang mungkin berpendapat bahwa (PLA) mungkin tidak dapat memenuhi harapannya,” katanya.
Unit-unit militer masih mengatur berbagai latihan yang menyerupai pertempuran nyata. Awal bulan ini, misalnya, Cina mengintensifkan latihan militernya di dekat Taiwan.
Latihannya terdiri serangan angkatan udara massal ke zona pertahanan udara pulau itu. Pada periode waktu yang sama, tentara juga melakukan latihan darat di tenggara Provinsi Fujian, tepat di seberang laut Taiwan.
Beberapa orang mengatakan kurangnya pengalaman tempur dunia nyata tidak selalu merugikan. Kurangnya pengalaman seperti itu “tidak akan mengikis kekuatan militer Cina secara signifikan”, menurut Shi.
“Kekuatan militer tentara Cina dalam konflik modern sebagian besar akan bergantung pada teknologi, yang dengan teguh bergerak menuju arah yang benar,” kata Shi.
Reformasi Kepemimpinan Militer
Presiden Xi telah mengambil sejumlah langkah yang ditujukan untuk mengatasi beberapa kekurangan militer.
Mengadopsi system militer AS, ia telah membentuk struktur tentara baru yang memberi Komisi Militer Pusat, yang diketuai presiden.
Di bawah reformasi besar-besaran, lima "palagan tempur ", yang secara geografis terletak di seluruh negeri, didirikan pada 2016.
Divisi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara di setiap wilayah melapor langsung ke komando tempur, memastikan operasi PLA terintegrasi secara lebih efektif.
Mengatasi korupsi telah menjadi landasan kepresidenan Xi. Di angkatan bersenjata, itu telah menyebabkan pembersihan ratusan pejabat yang dituduh menerima suap dan bentuk korupsi lainnya.
Xi juga menyalurkan lebih banyak uang ke angkatan bersenjata dengan anggaran pertahanan yang semakin besar.
Pada tahun fiskal 2021, 1,36 triliun yuan (sekitar $209,16 miliar) dialokasikan untuk pertahanan – 6,8 persen lebih banyak dari tahun lalu.(Tribunnews.com/Aljazeera/xna)