Motif 'Joker' Tikam Belasan Penumpang Kereta Tokyo di Malam Halloween, Ingin Dijatuhi Hukuman Mati
Seorang pria yang mengenakan kostum Joker melakukan serangan di kereta Tokyo, Jepang, agar dijatuhi hukuman mati.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
Kepada penyelidik, tersangka mengatakan bahwa dia ingin membunuh setidaknya dua orang agar dijatuhi hukuman mati.
Baca juga: Teror Serangan Pisau dalam Kereta di Tokyo, 8 Orang Terluka, 1 Pingsan
Baca juga: Kejahatan Terbanyak di Tokyo Jepang, Korban Wanita Tertipu 20 Juta Yen
"Pria itu mengatakan kepada penyelidik bahwa dia ingin membunuh orang dan diberi hukuman mati dan berharap untuk membunuh setidaknya dua orang," kata polisi.
Sementara itu, serangan pisau dengan kekerasan oleh penyerang yang tidak diketahui oleh para korban, telah terjadi beberapa kali.
Pada Agustus, 10 penumpang di kereta di Tokyo ditikam oleh seorang pria dengan pisau, menurut Departemen Pemadam Kebakaran Tokyo.
Tersangka kemudian menyerahkan diri di sebuah toko serba ada, NHK melaporkan pada saat itu.
Polisi Metropolitan Tokyo mengatakan pria itu mengaku bahwa dia hanya ingin membunuh wanita mana pun yang terlihat bahagia.
Pada 2019, dua orang, termasuk seorang gadis berusia 11 tahun, tewas dan 17 anak lainnya terluka dalam aksi penusukan di kota Kawasaki, sekitar 21 kilometer dari Tokyo.
Pada tahun 2016, 19 orang tewas dalam serangan di panti jompo, di mana pembunuhan massal itu disebut paling mematikan di Jepang sejak akhir Perang Dunia II.
Kemudian, pada Juni 2008, seorang pria yang mengendarai truk bermuatan ringan menabrak kerumunan di distrik Akihabara yang populer di Tokyo.
Setelah itu, dia melompat keluar dari kendaraan dan mulai menikam pejalan kaki, dan membunuh tujuh orang.
Jepang, negara yang dianggap salah satu yang paling aman di dunia, mengatur penggunaan senjata dengan ketat.
Adalah ilegal bagi orang untuk membawa pisau saku, pisau kerajinan, pisau berburu atau pemotong kotak di depan umum, menurut Departemen Luar Negeri AS.
Baca juga artikel lain terkait Jepang
(Tribunnews.com/Rica Agustina)