PM Belanda Bersumpah Adili Perusuh Pembatasan Covid-19: Kekerasan Berkedok Protes
Rutte menyebut aksi tersebut sebagai kekerasan oleh (orang-orang) idiot dan bersumpah untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengkritik kerusuhan yang berlangsung tiga malam terkait pembatasan anti-Covid-19.
Melansir Al Jazeera, Rutte menyebut aksi tersebut sebagai tindak kekerasan dan bersumpah akan mengadili para pelaku.
"Kerusuhan terjadi di beberapa kota sejak Jumat adalah kekerasan berkedok protes," ungkap Rutte.
Ia mengatakan kepada media Belanda akan selalu membela hak untuk menyuarakan pendapat tapi tidak pernah "menerima bahwa orang idiot menggunakan kekerasan terhadap orang-orang yang menjaga keamanan negara ini".
Baca juga: Protes Pembatasan Covid-19 Musim Dingin, Kerusuhan Melanda Eropa, dari Belanda hingga Austria
Baca juga: Protes Anti Lockdown COVID-19 Meluas di Eropa: Belanda, Belgia, Prancis, Austria
Rutte menuturkan, aparat kepolisian dan pengadilan akan melakukan segala cara untuk menemukan pelaku kerusuhan, yang menurutnya "tidak ada hubungannya dengan demokrasi".
Pihak berwajib melepaskan tembakan di Rotterdam dan dalam kurun waktu tiga hari 145 orang ditangkap di seluruh Belanda.
Sebelumnya, pada Januari, para perusuh juga menyerang polisi dan mengobarkan api di jalan-jalan Rotterdam setelah pemberlakuan jam malam.
Belanda telah memasuki penguncian parsial selama sepekan ini ketika Eropa dilanda musim dingin.
Baca juga: Berita Foto : Sepinya Austria Saat Lockdown
Baca juga: Aksi Kekerasan Pecah saat Protes atas Mandat Vaksin dan Lockdown di Eropa
Di tempat lain, Austria memperkenalkan pembatasan Covid-19 paling dramatis di Eropa Barat pada Senin (22/11/2021).
Austria juga memberlakukan mandat vaksin menyeluruh mulai 1 Februari, salah satu dari sedikit negara di dunia yang mengumumkan langkah seperti itu sejauh ini.
40.000 orang berbaris di Wina pada Sabtu dan mengutuk "kediktatoran" pemerintah.
Demonstrasi Wina diselenggarakan oleh partai politik sayap kanan, dan beberapa pengunjuk rasa mengenakan bintang kuning bertuliskan "tidak divaksinasi".
Dr Michael Ryan, kepala kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia, mengatakan: “Terus terang, beberapa negara berada dalam situasi yang sulit sekarang sehingga mereka akan merasa sulit untuk tidak menerapkan tindakan pembatasan, setidaknya untuk waktu yang singkat. waktu, untuk mengurangi intensitas penularan.”
Berita lain terkait dengan Pembatasan Covid-19
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)