Alasan WHO Lewati Dua Alfabet Buat Menamai Varian Omicron, Takut dengan Xi Jinping?
Penamaan 'Omicron' terhadap varian B.1.1.529 yang diidentifikasi di Afrika Selatan menuai kontroversi lantaran melompati alphabet 'Nu' dan 'Xi'
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
"Sejauh yang saya ketahui (nama) asli akan selalu menjadi varian Xi," cuit Donald Trump Jr, putra mantan presiden AS Trump, pada Sabtu lalu.
Senator Partai Republik, Ted Cruz dalam cuitannya juga menduga bahwa nama Omicron menunjukkan WHO "takut dengan Partai Komunis China".
WHO menghadapi banyak tudingan bahwa pihaknya berada di bawah kendali China terkait pandemi Covid-19 ini.
Diketahui, virus corona penyebab Covid-19 pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada akhir Desember 2019.
Badan Kesehatan Dunia memutuskan untuk menggunakan alfabet Yunani sebagai penamaan varian baru Covid-19 mulai Mei 2021 lalu.
Pihaknya menilai, alfabet Yunani akan mempermudah dalam mengingat dan pengucapan.
WHO juga mencatat bahwa mengasosiasikan varian dengan tempat adalah "stigmatisasi dan diskriminatif".
Di China, sejumlah huruf China yang diucapkan sebagai "Xi" dengan nada yang berbeda digunakan sebagai nama keluarga.
Menurut data dari Kementerian Keamanan Publik pada Februari, nama keluarga presiden China adalah nama keluarga ke-296 yang paling umum di negara itu.
Baca juga: 5 Temuan Baru WHO soal Varian Omicron, Dokter di Afrika Selatan Ungkap soal Gejalanya
Baca juga: Varian Covid-19 Omicron Merebak di Afrika, Pimpinan DPR: Tutup Akses WNA
WHO Minta Dunia Tak Menutup Pintu untuk Afrika
Diberitakan Tribunnews, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta semua negara tidak menutup perbatasannya dari negara-negara selatan Afrika.
Menurut Direktur Regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti, penutupan pintu masuk untuk negara Afrika terkait varian Omicron ini tidak efektif mencegah penularan.
"Pembatasan perjalanan mungkin berperan dalam sedikit mengurangi penyebaran Covid-19, tetapi memberi beban berat pada kehidupan dan mata pencaharian," kata Moeti dalam pernyataannya, Minggu (28/11/2021).
Dia mengimbau agar semua negara di dunia mengikuti sains dan peraturan kesehatan internasional untuk menghindari pembatasan perjalanan.
Jika pembatasan diterapkan, maka tidak boleh bersifat invasif atau mengganggu yang tidak perlu, dan harus berbasis ilmiah.
(Tribunnews/Ika Nur/Inza Maliana)