Inggris Luncurkan Penelitian Kasus Pembekuan Darah Langka pada Mereka yang Divaksinasi
Pasien-pasien ini tidak hanya mengalami kondisi pembekuan darah di pembuluh darah utama, termasuk pada bagian otak dan perut.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Gugus Tugas Vaksin virus corona (Covid-19) pemerintah Inggris telah meluncurkan penelitian tentang kasus pembekuan darah langka namun berpotensi mematikan, serta jumlah trombosit yang rendah pada beberapa pasien yang terinfeksi Covid-19 dan orang yang menerima vaksin tertentu.
Dikutip dari laman Russia Today, Rabu (1/12/2021), dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan penelitian pada Selasa kemarin, Universitas Liverpool mengutip laporan dari bulan Maret lalu tentang sebagian kecil orang yang mencari perawatan medis 'terutama setelah mendapatkan vaksin AstraZeneca'.
Pasien-pasien ini tidak hanya mengalami kondisi pembekuan darah di pembuluh darah utama, termasuk pada bagian otak dan perut.
Namun juga menunjukkan tingkat rendah dari trombosit darah yang bertanggung jawab pada kondisi pembekuan ini.
Proyek senilai 1,6 juta poundsterling ini akan melihat para ilmuwan dari seluruh Inggris meneliti terjadinya kondisi buruk yang secara klinis dikenal sebagai 'sindrom trombositopenia trombotik (TTS)'.
Penelitian ini diharapkan melihat seberapa umum TTS terjadi pada populasi umum sebelum Covid-19 dan membandingkannya dengan kasus yang diidentifikasi setelah dimulainya pandemi.
Baca juga: Finlandia Tawarkan Vaksin Semprotan Hidung yang Diklaim Tanpa Risiko Pembekuan Darah
"Kombinasi pembekuan darah dengan kadar trombosit yang rendah sangat jarang. Dan meskipun telah dilaporkan sebelumnya, kelompok kasus ini tidak biasa dan menunjukkan ada hubungan dengan vaksin," kata Kepala Penyelidik studi tersebut Munir Pirmohamed.
Kendati demikian, ia menekankan bahwa 'sebagian besar' orang yang divaksinasi tidak mengembangkan TTS.
Mempertimbangkan bahwa efek samping yang paling umum dari vaksinasi Covid-19 adalah reaksi ringan yang berlangsung selama dua hingga tiga hari, pernyataan itu mengatakan penelitian tersebut akan memeriksa perubahan dalam tubuh yang mengarah pada 'kombinasi unik dari pembekuan darah dan jumlah trombosit yang rendah' yang terlihat pada TTS.
Sebelumnya dalam beberapa bulan terakhir, vaksin AstraZeneca yang secara resmi dikenal sebagai Vaxzevria telah mendapatkan sorotan yang meningkat di sejumlah negara terkait insiden efek samping yang serius.
Baik Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan Inggris (MHRA) maupun Badan Obat Eropa telah mendaftarkan vaksin ini sebagai risiko gangguan saraf sindrom Guillain-Barre yang menyebabkan kelumpuhan setelah adanya pelaporan beberapa kasus.
Sementara itu, Denmark menghentikan penggunaan vaksin Vaxzevria dan Janssen (Johnson & Johnson) sejak Juni lalu, setelah meningkatkan kekhawatiran tentang TTS yang diinduksi oleh vaksin.
Otoritas Kesehatan Denmark mencatat pada saat itu bahwa 'keseimbangan' antara risiko dan manfaat 'tidak menguntungkan' penggunanya.
Pekan lalu, CEO AstraZeneca Pascal Soriot mengklaim bahwa vaksin Covid-19 yang diproduksinya dapat menawarkan kekebalan yang tahan lama terhadap virus.
Menurutnya, peluncuran vaksin untuk kelompok orang tua di Inggris dapat menjelaskan tingkat rawat inap yang tampaknya lebih rendah di negara tersebut dibandingkan dengan negara lainnya di Eropa.