Taliban Keluarkan Dekrit Hak-hak Perempuan: Larang Pernikahan Paksa, Pendidikan Tidak Disinggung
Pemerintah Taliban mengeluarkan dekrit yang mengatakan wanita di Afghanistan tidak boleh dianggap sebagai "properti".
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Taliban mengeluarkan dekrit yang mengatakan wanita di Afghanistan tidak boleh dianggap sebagai "properti", dan perempuan harus memberi persetujuannya sendiri terhadap tawaran pernikahan.
Dilansir Independent, dekrit terbaru kelompok militan itu dikeluarkan pada hari Jumat (3/12/2021).
Dekrit membahas sejumlah isu tetapi tidak menyinggung tentang hak-hak dasar bagi perempuan, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan dan bekerja di luar rumah.
Hingga ini, Taliban telah memerintah Afghanistan selama lebih dari tiga bulan.
"Seorang wanita bukanlah properti, tetapi manusia yang mulia dan bebas."
"Tidak ada yang bisa memberikannya kepada siapa pun dengan imbalan perdamaian ... atau untuk mengakhiri atau untuk mengakhiri permusuhan," kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: PBB Tunda Permintaan Ganti Utusan Junta Myanmar dan Taliban
Baca juga: Taliban Keluarkan Dekrit Larang Nikah Paksa di Afghanistan: Perempuan Tak Boleh Dianggap Properti
Dekrit terbaru itu menyatakan aturan yang mengatur pernikahan dan hak milik bagi perempuan, serta sikap menentang pernikahan paksa.
Dalam perintah resminya yang pertama, Taliban juga mengatakan para janda harus diberikan bagian dari harta almarhum suaminya.
Pengadilan juga diminta untuk mempertimbangkan aturan-aturan itu ketika membuat keputusan.
Pejabat dari kementerian urusan agama dan informasi turut diminta oleh Taliban untuk mempromosikan hak-hak ini.
Arahan ini dikeluarkan pada saat kelompok militan itu menghadapi pengawasan dari masyarakat internasional.
Muncul laporan pelanggaran berat hak asasi manusia, termasuk penutupan sekolah dan perguruan tinggi untuk perempuan, setelah pemerintahan yang didukung AS yang dipimpin oleh presiden Ashraf Ghani runtuh pada Agustus lalu.
Masalah lain yang dihadapi warga adalah konsekuensi dari ekonomi negara yang runtuh.
Menghadapi masalah utang dan krisis kelaparan yang parah, warga Afghanistan dilaporkan menjual anak perempuan mereka yang masih kecil dengan imbalan uang mahar.