Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

FDA AS Keluarkan Izin Obat Antibodi Covid-19 AstraZeneca untuk Orang yang Miliki Kelainan Imun

Otoritas kesehatan Amerika Serikat mengesahkan penggunaan obat antibodi Covid-19 oleh AstraZeneca untuk orang-orang yang memiliki masalah imun.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
zoom-in FDA AS Keluarkan Izin Obat Antibodi Covid-19 AstraZeneca untuk Orang yang Miliki Kelainan Imun
Paul ELLIS / AFP
Gambar kantor perusahaan farmasi dan biofarmasi multinasional Inggris-Swedia AstraZeneca PLC di Macclesfield, Cheshire pada tanggal 21 Juli 2020. Otoritas kesehatan Amerika Serikat mengesahkan penggunaan obat antibodi Covid-19 oleh AstraZeneca untuk orang-orang yang memiliki masalah imun. 

TRIBUNNEWS.COM - Otoritas kesehatan Amerika Serikat pada Rabu (8/12/2021) mengesahkan penggunaan obat antibodi yang dikembangkan oleh AstraZeneca untuk orang-orang yang memiliki masalah imun.

Dilansir NDTV, obat pencegahan Covid-19 dari AstraZeneca ini menjadi yang pertama yang diotorisasi oleh FDA.

Namun, FDA memperingatkan bahwa obat Evusheld bukanlah pengganti vaksinasi bagi orang yang dianjurkan untuk divaksin.

Melainkan, Evusheld direkomendasikan untuk orang-orang yang memiliki kelainan imun atau mereka yang tidak bisa divaksin untuk alasan medis, misalnya mengalami reaksi.

Evusheld dapat diberikan kepada orang berusia 12 tahun ke atas dengan ketentuan tersebut.

Obat ini menggabungkan dua jenis antibodi sintetis (tixagevimab dan cilgavimab), dan diberikan dengan dua suntikan intramuskular, satu per satu.

Baca juga: Penjelasan Lengkap RSSA Malang Terkait Warga Alami Gangguan Penglihatan Usai Vaksinasi AstraZeneca

Baca juga: Studi di Inggris: AstraZeneca atau Pfizer Dicampur Moderna akan Beri Kekebalan yang Lebih Baik

Seorang perawat memegang botol vaksin virus corona AstraZeneca/Oxford Covid-19 di kompleks Rumah Sakit Kalayani Watthanakarun di provinsi selatan Narathiwat pada 9 Juli 2021.
Seorang perawat memegang botol vaksin virus corona AstraZeneca/Oxford Covid-19 di kompleks Rumah Sakit Kalayani Watthanakarun di provinsi selatan Narathiwat pada 9 Juli 2021. (Madaree TOHLALA / AFP)

Antibodi ini membantu sistem kekebalan tubuh melawan virus dengan menargetkan protein lonjakannya, yang memungkinkannya memasuki sel dan menginfeksinya.

Berita Rekomendasi

FDA mengatakan bahwa pengobatan ini "mungkin efektif untuk pencegahan selama enam bulan."

Obat itu tidak dapat diberikan kepada seseorang yang sudah terinfeksi virus, kata FDA, meskipun AstraZeneca sedang mengujinya.

Efek samping yang mungkin terjadi yaitu reaksi alergi, pendarahan dari tempat suntikan, sakit kepala, dan kelelahan.

Otorisasi yang dikelurakan FDA didasarkan pada uji klinis yang dilakukan pada orang yang tidak divaksinasi berusia di atas 59 tahun, atau dengan penyakit kronis, atau berisiko tinggi terinfeksi.

Obat itu diberikan kepada 3.500 orang sedangkan 1.700 orang lainnya menerima plasebo.

Uji coba menunjukkan bahwa pengobatan mengurangi risiko pengembangan Covid-19 hingga 77 persen.

Dua racikan antibodi, yang dibuat oleh Regeneron dan Eli Lilly, saat ini diizinkan untuk pencegahan infeksi di Amerika Serikat.

Tetapi obat itu hanya diberikan kepada orang yang telah terpapar virus sesaat sebelumnya, atau yang memiliki peluang kuat untuk terpapar, seperti karyawan panti jompo atau penjara.

Pengembang Vaksin Oxford-AstraZeneca Peringatkan Kemungkinan Pandemi di Masa Depan Lebih Mematikan

Banyak ahli medis telah memperingatkan sejak awal pandemi bahwa patogen virus corona (Covid-19) tidak akan menjadi virus terakhir yang memicu wabah penyakit global.

Mereka pun mendesak pemerintah dunia untuk mempersiapkan sistem kesehatan masing-masing untuk menghadapi guncangan serupa di masa depan.

Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (7/12/2021), salah satu ilmuwan di balik pengembangan vaksin Oxford-AstraZeneca, Profesor Sarah Gilbert telah memperingatkan bahwa umat manusia mungkin akan menghadapi virus yang bahkan lebih berbahaya dibandingkan SARS-CoV-2 yang dapat memicu pandemi baru di masa depan.

Baca juga: WHO Sarankan Tidak Gunakan Plasma Darah untuk Pasien Covid-19

Baca juga: WHO Menyarankan Tidak Menggunakan Plasma Konvalesen Untuk Mengobati Pasien Covid-19

Ia menekankan bahwa pemerintah secara global harus siap menghadapi ancaman seperti itu.

"Ini bukan kali terakhir virus mengancam hidup dan mata pencaharian kita. Sebenarnya, yang selanjutnya bisa saja lebih buruk, bisa lebih menular, atau lebih mematikan, atau keduanya," tegas Prof Gilbert.

Prof Gilbert memperingatkan dunia agar tidak berpuas diri dan menegaskan bahwa pengalaman serta pengetahuan yang diperoleh selama pandemi ini 'tidak boleh hilang'.

Tidak hanya itu, ia juga memperingatkan bahwa begitu pandemi berakhir, pengembangan vaksin dan teknologi vaksin kemungkinan akan kehilangan prioritas.

Saat tidak lagi menjadi prioritas, tentu pengembangan vaksin akan sangat membutuhkan pendanaan.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Fitri Wulandari)

Berita terkait Virus Corona

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas