Militer Myanmar Tembaki Sebuah Desa dari Udara, Sembilan Orang Termasuk Dua Anak-anak Tewas
Sembilan orang termasuk dua anak-anak tewas dalam serangan udara yang dilakukan oleh pasukan pemerintah militer atau junta Myanmar.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pasukan pemerintah militer atau junta Myanmar dilaporkan telah melakukan serangan udara di wilayah tengah negara itu.
Menurut kesaksian penduduk dan juru biacara milisi anti-kudeta, pasukan militer mengerahkan setidaknya satu helikopter untuk melakukan serangan udara.
Penduduk setempat lainnya mengatakan, militer menggunakan lima helikopter dalam serangan itu.
Sementara Myanmar Now melaporkan, sebanyak tiga helikopter bertanggungjawab atas serangan mematikan, di mana militer telah menembaki desa berpenduduk sekitar 6.000 orang itu.
Sembilan orang, yang sebagian besar merupakan warga sipil, di laporkan tewas, termasuk dua anak-anak.
Baca juga: Sekitar 100 Orang Dikhawatirkan Masih Tertimbun Tanah Longsor Tambang Giok Myanmar
Baca juga: Helikopter Militer Myanmar Serang Milisi, Ditemukan Tujuh Mayat Warga Sipil Termasuk Dua Anak-anak
Myanmar Now melaporkan pada Selasa (21/12/2021), mayat-mayat itu ditemukan oleh anggota tim pencarian dan penyelamatan yang mencapai pinggiran desa Hnan Khar di kota Gangaw wilayah Magway setelah serangan itu.
Hanya dua dari korban yang merupakan anggota pasukan pertahanan diri anti-kudeta, sedangkan sisanya adalah penduduk desa, tambah laporan itu.
Untuk diketahui, milisi anti-kudeta bermunculan di seluruh Myanmar untuk melawan setelah kudeta militer pada 1 Februari 2021.
Junta telah membalas aksi protes dan kelompok itu dengan tindakan keras, yang menurut AAPP telah menewaskan lebih dari 1.300 orang.
"Pasukan pertahanan rakyat (PDF) ini telah mengejutkan tentara dengan keefektifannya," kata para analis seperti dikutip Aljazeera.
Tanggapan Junta
Pada hari Jumat, militer pertama kali melancarkan serangan terhadap pertemuan PDF di wilayah tengah Sagaing yang berdekatan dengan Magway menggunakan helikopter dan jet tempur, kata penduduk.
Juru bicara militer Zaw Min Tun membenarkan bahwa militer telah menggunakan helikopter dalam serangan.
Tetapi, Zaw Min Tun tidak menjelaskan bagaimana serangan itu dilakukan oleh pihaknya.
Dia hanya mengatakan bahwa tidak ada korban jiwa dalam serangan itu.
Sementara itu, menurut analis, militer biasanya mengerahkan helikopter dan melakukan serangan udara ketika pasukan darat berjuang.
Seperti halnya pada bulan Mei, Tentara Kemerdekaan Kachin, sebuah kelompok pemberontak etnis di ujung utara negara itu, mengatakan, militer telah menjatuhkan sebuah helikopter tempur selama bentrokan sengit di dekat kota Momauk.
Awal bulan ini, militer menyerbu sebuah desa kecil di barat laut, Desa Done Taw di wilayah Sangiang.
Militer mengumpulkan warga sipil, mengikat tangan mereka ke belakang dan kemudian membakar mereka hidup-hidup.
Pembunuhan itu disebut sebagai pembalasan atas serangan terhadap konvoi militer, kata saksi mata seperti dikutip Associated Press.
Menurut keterangan saksi, ada sekitar 50 tentara berbaris ke Desa Done Taw sekitar pukul 11 pagi pada hari Selasa, menangkap siapa saja yang tidak berhasil melarikan diri.
"Mereka menangkap 11 warga desa yang tidak bersalah," kata saksi yang menyebut dirinya sebagai petani dan aktivis dan meminta untuk tidak disebutkan namanya demi keselamatannya.
Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengutuk keras atas apa yang disebut Washington sebagai laporan yang kredibel dan memuakkan itu.
Adapun militer telah menolak laporan tersebut dan merasa tidak melakukan kesalahan.
Secara terpisah, militer juga terlibat dalam konflik bersenjata yang sedang berlangsung dengan Persatuan Nasional Karen (KNU), sebuah kelompok pemberontak yang menentang kudeta di negara bagian Karen.
Baca juga: Pembunuhan Massal oleh Militer Myanmar Terungkap, 40 Warga Sipil Disiksa sampai Meninggal
Baca juga: Junta Myanmar Tunda Vonis Aung San Suu Kyi atas Kepemilikan Walkie Talkie
Pertempuran itu telah memaksa lebih dari 3.900 pengungsi Myanmar melintasi perbatasan dengan Thailand, menurut badan pengungsi PBB UNHCR.
UNHCR telah meminta Thailand untuk memberikan izin 'akses mendesak' ke para pengungsi, Senin (20/12/2021).
Ribuan pengungsi juga diyakini terjebak di sisi perbatasan Myanmar, dan KNU memperingatkan dalam sebuah pernyataan bahwa militer juga dapat menargetkan warga sipil tersebut dengan serangan udara.
KNU mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan darurat dan mengidentifikasi zona larangan terbang untuk melindungi warga sipil.
Baca juga artikel lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)