Jepang Dukung Operasi Kebebasan Navigasi AS ke Sekitar Laut China Selatan
Pemerintah Jepang pada posisi bahwa navigasi kapal pengawal adalah "navigasi di laut lepas dan tidak ada masalah".
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pemerintah Jepang mendukung upaya angkatan laut Amerika Serikat untuk melakukan Freedom of Navigation (FON) atau Kebebasan Navigasi ke lautan sekitar Laut China Selatan.
"Jepang telah menyatakan dukungan untuk "operasi kebebasan navigasi" AS, tetapi tidak berpartisipasi dalam operasi itu karena kekhawatiran tentang gesekan dengan negara-negara tetangga," ungkap sumber Tribunnews.com, Selasa (11/1/2022).
Pemerintah Jepang pada posisi bahwa navigasi kapal pengawal adalah "navigasi di laut lepas dan tidak ada masalah".
"Masuk akal untuk memperingatkan China, yang mendistorsi hukum laut internasional, untuk melindungi kebebasan navigasi dan ketertiban hukum laut," kata seorang pejabat senior Kementerian Pertahanan Jepang.
Kebebasan Navigasi (FON) adalah prinsip hukum kebiasaan internasional bahwa kapal yang mengibarkan bendera negara berdaulat tidak boleh mengalami gangguan dari negara lain, selain dari pengecualian yang diatur dalam hukum internasional.
Dalam ranah hukum internasional, telah didefinisikan sebagai "kebebasan bergerak untuk kapal, kebebasan untuk memasuki pelabuhan dan menggunakan pabrik dan dermaga, untuk memuat dan menurunkan barang dan untuk mengangkut barang dan penumpang."
Hak ini sekarang juga dikodifikasikan sebagai Pasal 87 (1) a Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982.
Tidak semua negara anggota PBB telah meratifikasi konvensi tersebut, terutama Amerika Serikat belum menandatangani atau meratifikasi konvensi tersebut.
Baca juga: Pemerintah Jepang Batasi Masuknya Warga Negara Asing Hingga Akhir Februari 2022
Namun, Amerika Serikat memberlakukan praktik hukum tersebut.
Navigasi oleh pasukan bela diri laut Jepang (JMSDF) dimulai pada Maret 2021 di bawah administrasi Yoshihide Suga.
Kapal pengawal JMSDF berlayar di laut lepas di sekitar Kepulauan Spratly di bagian selatan Laut Cina Selatan, di mana Vietnam, Filipina, mengklaim kedaulatan selain Cina.
Area navigasi berada di luar "perairan teritorial" berdasarkan klaim China sendiri, dan dalam jarak 12 hingga 24 mil laut (sekitar 22 hingga 44 kilometer) dari pantai, yang merupakan "zona tambahan".
Kegiatan kapal pengawal juga dilaporkan kepada Perdana Menteri Yoshihide Suga (saat itu) di Dewan Keamanan Nasional pemerintah.