Thailand Deteksi Kasus Demam Babi Afrika, Ditemukan di Rumah Pemotongan Hewan
Thailand telah menemukan kasus pertama demam babi Afrika di rumah pemotongan hewan. Hal itu mengancam kekurangan pasokan babi dan kenaikan harga.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Thailand mengumumkan telah menemukan kasus pertama demam babi Afrika, Selasa (11/1/2022).
Sebagai informasi, demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi.
Temuan tersebut mengancam kekurangan pasokan babi yang berkepanjangan dan kenaikan harga daging babi dan produk-produk terkait.
Dilansir Nikkei Asia, Kementerian Pertanian dan Koperasi mengatakan sampel usap permukaan dari rumah pemotongan hewan di provinsi Nakhon Pathom, dinyatakan positif.
Pihak berwenang akan membatasi pergerakan babi dalam radius lima kilometer dari tempat sampel diambil.
Baca juga: Hindari Serangan Militer, Ribuan Orang Myanmar Terpaksa Dirikan Tenda di Dekat Perbatasan Thailand
Baca juga: Pertama di Dunia, Pria Ini Jalani Transplantasi Jantung Babi
Mereka juga akan mempertimbangkan pemusnahan massal babi dan babi hutan yang menunjukkan gejala penyakit.
Departemen Pengembangan Peternakan kementerian mengatakan, kompensasi akan dibayarkan kepada petani yang terkena dampak.
Dalam penyelidikan pemerintah selama akhir pekan, sampel darah dan swab permukaan diambil dari 12 peternakan dan rumah jagal.
Hanya satu dari 309 sampel yang dinyatakan positif.
Demam babi Afrika telah melanda Afrika, Eropa, dan Asia dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun tidak berbahaya bagi manusia, virus ini menyebabkan babi demam berdarah dan memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Ratusan juta babi telah dibunuh karena penyakit ini.
Penyakit ini telah menciptakan kelangkaan produk daging babi, yang mengakibatkan lonjakan harga secara global.
Menurut Asosiasi Peternak Babi Thailand, harga babi peternakan di Thailand pada 2 Januari sekitar 105 baht per kilogram, sekitar 33 persen lebih mahal dari tahun sebelumnya.