PBB Sebut Taliban Lembagakan Diskriminasi dan Kekerasan Gender pada Perempuan Afghanistan
36 Pakar HAM PBB menyebut para pemimpin Taliban di Afghanistan melembagakan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender berskala besar serta sistematis
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Sekitar 36 pakar hak asasi manusia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut para pemimpin Taliban di Afghanistan melembagakan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender berskala besar serta sistematis terhadap perempuan dan anak-anak perempuan di sana.
"Kami prihatin dengan upaya sistematis (Taliban) untuk mengecualikan perempuan dari bidang sosial, ekonomi, dan politik di seluruh negeri," kata para ahli dalam pernyataan Senin (17/1/2022).
"Kekhawatiran ini diperburuk dengan kasus perempuan dari etnis minoritas, agama, atau bahasa seperti Hazara, Tajik, Hindu, dan komunitas lain, yang perbedaan atau visibilitasnya membuat mereka semakin rentan di Afghanistan," imbuh pernyataan itu.
Baca juga: Taliban Akhirnya Izinkan Perempuan Afghanistan Kembali ke Sekolah Mulai Maret 2022
Baca juga: Kemlu RI Tegaskan Tak Dukung Taliban Meski Kirim Bantuan ke Afghanistan
Melansir Al Jazeera, Taliban telah memberlakukan serangkaian pembatasan terhadap perempuan dan anak perempuan sejak mengambil alih negara itu pada Agustus 2021.
Taliban juga melarang sopir taksi agar tidak menjemput penumpang wanita yang tidak mengenakan jilbab tertentu.
Aturan lain yang diberlakukan Taliban membuat kaum wanita takut jika meninggalkan rumah tanpa kerabat laki-laki.
"Kebijakan ini juga mempengaruhi kemampuan perempuan untuk bekerja dan mencari nafkah, mendorong mereka lebih jauh ke dalam kemiskinan," kata para ahli.
"Perempuan kepala rumah tangga sangat terpukul, dengan penderitaan mereka diperparah oleh konsekuensi yang menghancurkan dari krisis kemanusiaan di negara ini."
Baca juga: Krisis Ekonomi Afghanistan Kian Parah, Taliban Bayar Ribuan Pegawai dengan Gandum
Baca juga: Buron Sejak 2014, Pemimpin Senior Taliban Pakistan Tewas Ditembak di Afghanistan
Anak perempuan sempat tak bisa bersekolah
Sementara itu, sebagian besar sekolah menengah anak perempuan tutup.
Tak sedikit anak perempuan yang harusnya bersekolah di kelas 7-12 tak mendapat akses ke sekolah, hanya karena mereka perempuan, kata para ahli.
Para ahli mencatat risiko eksploitasi perempuan dan anak perempuan meningkat, termasuk angka perdagangan anak dan pernikahan paksa, hingga kerja paksa.
Namun, Pemimpin senior Taliban, Zabihullah Mujahid mengatakan akan membuka kembali kegiatan belajar di sekolah untuk semua anak perempuan pada 21 Maret 2022 mendatang.
Mujahid berharap sekolah perempuan di seluruh Afghanistan dapat dibuka kembali pada akhir Maret.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.