China Pakai Metoda di Luar Hukum Untuk Paksa Pulang 10.000 Warganya di Luar Negeri
Kelompok hak asasi manusia melaporkan bahwa China menggunakan cara-cara di luar hukum untuk memaksa pulang 10.000 warganya dari luar negeri
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – China memaksa hampir 10.000 warga negaranya yang berada di luar negeri kembali sejak 2014. Ini dilakukan dengan cara-cara paksaan di luar sistem peradilan.
Ini dilaporkan sebuah kelompok hak asasi manusia Safeguard Defenders, yang berbasis di Spanyol, pada Selasa (18/1/2022).
“Angka itu bisa menjadi puncak dari gunung es,” sebut kelompok ini, ketika China secara agresif mengejar warga negaranya di luar negeri.
Laporan itu menuduh China memperluas kekuatan kepolisiannya di luar negeri dan melakukan operasi ilegal di tanah asing.
Secara resmi, sebut laporan itu, targetnya adalah orang-orang yang dicari oleh sistem peradilan Tiongkok sebagai bagian dari upaya anti-korupsi Presiden Xi Jinping.
Baca juga: Pejabat Partai Komunis China Otak Kekerasan pada Uighur Dicopot, Disebut Bakal Dipromosikan
Baca juga: AS Tuduh China Sedang Memperluas Persenjataan Nuklir dengan Cepat, Pejabat Senior Beijing Membantah
Tetapi organisasi non-pemerintah merinci kasus-kasus tersebut, di antaranya melecehkan dan menahan kerabat dari para pengeritik Partai Komunis yang berada, untuk memaksa mereka untuk kembali.
Melalui dua program, yaitu Operasi Fox Hunt dan Operasi Sky Net, sebut laporan itu, individu yang ditargetkan ditekan untuk kembali ke China di luar keinginan mereka.
Ini karena kombinasi metode non-yudisial, termasuk penculikan, pelecehan dan intimidasi.
"Dengan diaspora China tumbuh pada tingkat yang semakin cepat karena semakin banyak orang berusaha meninggalkan China... Beijing tidak pernah lebih termotivasi untuk memperluas kekuatan pasukan keamanannya di luar negeri," sebut laporan itu.
Safeguard Defenders mengutip data pemerintah dalam perkiraannya bahwa hampir 10.000 warga negara China telah dipulangkan secara paksa sejak 2014.
Baca juga: Desak China Setop Pelanggaran HAM di Xinjiang, PB HMI Serukan Boikot Olimpiade Beijing
Baca juga: Jumlah Penduduk Hong Kong Berkurang Besar Di Tengah Tekanan Beijing Terhadap Pegiat Demokrasi
Angka resmi dari pengawas anti-korupsi pemerintah menunjukkan Beijing mengembalikan sekitar 2.500 orang yang menjadi sasaran dalam dua tahun terakhir.
Namun angka tersebut tidak termasuk tersangka yang ditangkap karena kejahatan non-ekonomi atau mereka yang bukan anggota Partai Komunis China yang berkuasa.
Laporan LSM tersebut menuduh intimidasi terhadap anggota keluarga tersangka di China tersebar luas dan agen China dikirim untuk mengancam target di luar negeri.
Kelompok hak asasi ini juga menyebutkan, terkadang warga negara asing terpikat ke negara ketiga yang memiliki perjanjian ekstradisi dengan China.
Operasi Fox Hunt diluncurkan pada tahun 2014 untuk melacak ekspatriat yang dicari karena kejahatan ekonomi.
Baca juga: AS Tambah Dua Perusahaan China dalam Daftar Hitam, Salah Satunya CNOOC, Beijing Meradang
Baca juga: China Batalkan 1.255 Penerbangan Dari dan Menuju Beijing Akibat Munculnya Kasus Baru Covid-19
Sementara Operasi Sky Net yang lebih besar dimulai pada tahun 2015 dan kemudian dilipat menjadi Fox Hunt.
China sebelumnya dituduh melakukan penculikan di luar negeri.
Pada tahun 2015, penjual buku dan warga negara Swedia, Gui Minhai, diduga diculik dari Thailand sebelum kemudian muncul kembali dalam tahanan Tiongkok.
Dua tahun kemudian, pengusaha miliarder Xiao Jianhua menghilang dari sebuah hotel di Hong Kong dan diyakini masih ditahan di China.
Di Cina, pengadilan yang dikendalikan Partai Komunis memvonis kebanyakan orang yang diadili. (Tribunnews.com/TST/Hasanah Samhudi)