Serangan AS di Suriah Tewaskan 12 Orang, Termasuk Wanita dan Anak-anak
Serangan AS di Suriah yang diduga targetkan pejuang yang berafiliasi dengan Al Qaeda menewaskan 12 orang, termasuk wanita dan anak-anak.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Pasukan operasi khusus Amerika Serikat (AS) melakukan serangan di barat laut Suriah.
Sejumlah sumber lokal pada Kamis (3/2/2022) menyebut, setidaknya 12 orang, termasuk tujuh anak-anak dan tiga wanita tewas dalam operasi semalam di dekat perbatasan Turki di Provinsi Idlib.
Provinsi Idlib merupakan kantong pemberontak terakhir yang melawan pasukan Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
Dalam sebuah pernyataan, Pentagon mengatakan misi itu berhasil tetapi tidak memberikan rincian tentang siapa yang menjadi target serangan itu, atau apakah ada korban.
"Pasukan Operasi Khusus AS di bawah kendali Komando Pusat AS melakukan misi kontra-terorisme malam ini di barat laut Suriah," kata Sekretaris Pers Pentagon, John Kirby.
"Tidak ada korban AS. Informasi lebih lanjut akan diberikan saat tersedia."
Baca juga: Iron Dome Suriah Cegat Rentetan Rudal Israel yang Targetkan Damaskus
Menurut Reuters, serangan itu diyakini menargetkan seorang yang diduga pejuang yang berafiliasi dengan Al Qaeda, tetapi tidak ada informasi lain tentang identitas orang tersebut dan tidak ada laporan langsung tentang pejuang yang terbunuh.
Warga mengatakan mereka mendengar suara tembakan keras selama operasi, menunjukkan perlawanan terhadap serangan itu.
Adapun serangan itu menghantam daerah padat penduduk di mana puluhan ribu orang yang mengungsi dari perang Suriah tinggal di kamp-kamp darurat atau perumahan yang penuh sesak.
Beberapa warga melihat bagian tubuh berserakan di sekitar sebuah rumah.
Baca juga: Remaja Australia di Suriah Minta Tolong di Tengah Kontak Senjata Islamic State dan Tentara Kurdi
Sementara itu, rekaman video yang diunggah oleh saluran TV Suriah pro-pemberontak menunjukkan seorang anak yang terluka sedang dibawa oleh penyelamat darurat.
Saluran itu mengatakan video tersebut diambil di Desa Atmeh, yang berada di sepanjang perbatasan di Provinsi Hatay, Turki selatan.
Charles Lister, rekan senior di Middle East Institute yang berbasis di Washington, mengatakan bahwa dia telah berbicara dengan warga yang melaporkan operasi itu berlangsung lebih dari dua jam.
"Jelas mereka menginginkan siapa pun yang masih hidup," kata Lister seperti dikutip Aljazeera.