Universitas di Afghanistan Mulai Terima Mahasiswa Perempuan, Dilarang Campur Kelas dengan Laki-laki
Universitas di Afghanistan dibuka sejak Rabu (2/2/2022), mengizinkan mahasiswa perempuan ikut belajar untuk pertama kalinya sejak Taliban ambil alih.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Universitas di Afghanistan dibuka sejak Rabu (2/2/2022), mengizinkan mahasiswa perempuan ikut belajar untuk pertama kalinya sejak Taliban mengambil alih negara itu tahun lalu.
Mengutip CNN, pemerintah Taliban belum secara resmi mengumumkan rencananya untuk mahasiswa perempuan.
Tetapi pejabat pendidikan mengatakan perempuan diizinkan untuk menghadiri kelas dengan syarat mereka dipisahkan dari siswa laki-laki.
Khalil Ahmad Bihsudwal, kepala Universitas Nangarhar, mengatakan kepada Reuters bahwa siswa pria dan wanita di institusi tersebut akan menghadiri kelas terpisah.
Seorang mahasiswi kedokteran di universitas tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan kelas dibagi berdasarkan jenis kelamin.
Namun tidak jelas apakah siswa wanita dapat diajar oleh dosen pria atau berinteraksi dengan mahasiswa pria di luar kelas.
Baca juga: AS Izinkan Bank Internasional Transfer Dana Bantuan ke Afghanistan
Baca juga: Afghanistan: Kisah wartawan perempuan Selandia Baru yang sedang hamil dibantu Taliban
"Hanya shift belajar kami yang dipisahkan, meskipun kami telah diberitahu untuk tidak berjalan di sekitar universitas sampai waktu anak laki-laki selesai," katanya.
"Walaupun ada perubahan dan kondisi, saya tetap ingin melanjutkan karena pendidikan saya tidak boleh tidak selesai."
Shaker Wahidi, seorang pejabat Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan mengatakan kepada CNN bahwa universitas negeri di provinsi yang lebih "hangat" - di Nangarhar, Paktia, Paktika, dan Kandahar - dibuka kembali untuk semua siswa laki-laki dan perempuan mulai Rabu.
Sedangkan universitas di daerah yang lebih dingin di negara itu akan dibuka pada bulan Maret untuk pria dan wanita.
Suhu di wilayah terdingin Afghanistan turun di bawah nol, diperparah masalah kekurangan makanan dan kurangnya bantuan asing yang ditarik ketika Taliban kembali berkuasa pada 15 Agustus 2021 lalu.
Di bawah pemerintahan Taliban era sebelumnya dari 1996 hingga 2001, garis keras Islamis Taliban melarang perempuan dan anak perempuan mengenyam pendidikan.
Tetapi masih belum jelas bagaimana rencana kelompok dalam hal pendidikan perempuan selama pemerintahan barunya ini.
Beberapa universitas swasta telah dibuka kembali.
Tetapi dalam banyak kasus, siswa perempuan tidak dapat kembali ke kelas.
Di banyak provinsi, anak perempuan bahkan masih belum diizinkan untuk kembali ke sekolah menengah.
Bilal Karimi, wakil juru bicara Taliban mengkonfirmasi kepada CNN bahwa Kementerian Pendidikan Afghanistan sedang mengerjakan rencana untuk memulai kembali pendidikan menengah anak perempuan untuk tahun ajaran baru pada 21 Maret.
Taliban telah membantah klaim bahwa gadis-gadis Afghanistan dilarang bersekolah.
Mereka mengatakan masih perlu menyiapkan sistem transportasi yang aman untuk siswa perempuan sebelum mengizinkan mereka kembali ke ruang kelas.
Pengacara hak asasi manusia dan peneliti dari Program Penanggulangan Krisis Amnesty International Nicolette Waldman menyambut baik pembukaan universitas tersebut.
Tetapi ia mengatakan masih diperlukan lebih banyak bimbingan untuk siswa yang lebih muda.
"Sekarang menunggu berita serupa di sekolah menengah, yang sebagian besar anak perempuan Afghanistan masih dilarang bersekolah. #LetAfghanGirlsLearn," cuit Waldman.
Komunitas internasional telah menjadikan pendidikan perempuan sebagai bagian penting dari tuntutannya ketika Taliban mencari lebih banyak bantuan asing dan pencairan aset luar negeri.
Kelompok-kelompok bantuan telah memperingatkan bahwa sistem keuangan yang macet dan penurunan tajam dalam pendanaan asing menciptakan bencana kemanusiaan di negara itu, yang telah dilanda perang selama beberapa dekade.
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Selasa malam memuji masuknya mahasiswi di universitas negeri.
"Mari kita semua mendukung kembalinya siswa perempuan dan laki-laki muda Afghanistan ke universitas-universitas di seluruh Afghanistan," tulis Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons, dalam sebuah Tweet.
"Pendukung dapat mempertimbangkan berbagai program beasiswa dan dukungan berkelanjutan untuk profesor wanita dan pria," katanya.
Seorang pejabat pendidikan yang meminta tidak disebutkan namanya mengatakan universitas telah diberikan pilihan berbeda untuk menjaga siswa perempuan tetap terisolasi.
Salah satu pilihannya yaitu memisahkan kelas dan memberlakukan jam operasional yang berbeda.
Pada hari Rabu, Departemen Keuangan AS mengatakan bank-bank internasional dapat mentransfer uang ke Afghanistan untuk tujuan kemanusiaan.
Kelompok-kelompok bantuan juga diizinkan untuk membayar guru dan petugas kesehatan di lembaga-lembaga yang dikelola negara tanpa takut melanggar sanksi terhadap Taliban, menurut Reuters.
PBB mengatakan lebih dari setengah dari 39 juta penduduk negara itu menderita kelaparan ekstrem dan ekonomi, ditambah pendidikan dan layanan sosial yang menghadapi kehancuran.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pekan lalu menyebut Afghanistan bagai "digantung oleh seutas benang."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)