Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

5 Negara yang Tidak Merayakan atau Bahkan Melarang Adanya Hari Valentine: Arab Saudi hingga India

Di 5 negara ini, Hari Valentine dianggap tabu bahkan dilarang perayaannya. Beberapa harus kucing-kucingan dengan petugas

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Inza Maliana
zoom-in 5 Negara yang Tidak Merayakan atau Bahkan Melarang Adanya Hari Valentine: Arab Saudi hingga India
Freepik
Ilustrasi pasangan merayakan Hari Valentine. Di 5 negara ini, Hari Valentine dianggap tabu bahkan dilarang perayaannya. Beberapa harus kucing-kucingan dengan petugas 

TRIBUNNEWS.COM - Hati, bunga, cokelat menjadi bagian yang terpisahkan dari perayaan Valentine.

Banyak orang di negara Barat memanfaatkan Hari Valentine untuk menunjukkan cinta dan sayang meraka kepada pasangan.

Dalam sebuah survei Ipsos yang melibatkan 28 negara di dunia, 55 persen koresponden menyebut mereka berencana menghabiskan Hari Valentine bersama pasangan mereka.

Namun, di beberapa tempat di belahan dunia, merayakan Hari Valentine - hari peringatan martir Kristen St. Valentine - dianggap tabu bahkan ilegal.

Perintah agama dan kekhawatiran tentang budaya Barat teleh membuat perayaan 14 Februari ini dibatasi.

Baca juga: 60 Ucapan Hari Valentine Romantis 14 Februari, Kirim ke WA atau Jadi Status di IG, FB, Twitter

Baca juga: Kumpulan LINK Twibbon Hari Valentine 14 Februari 2022, Berikut Sejarah Singkat dan Cara Membuatnya

Ilustrasi pasangan merayakan Hari Valentine
Ilustrasi pasangan merayakan Hari Valentine (Freepik)

Dilansir National Geographic, dari larangan hingga penangkapan massal dan bahkan ancaman pernikahan paksa, berikut hal-hal yang terjadi di sejumlah negara yang tidak menyambut Hari Valentine.

1. Arab Saudi

Berita Rekomendasi

Selama beberapa dekade, 14 Februari hanyalah hari biasa di Arab Saudi.

Negara itu melarang Hari Valentine karena bertentangan dengan gagasan Islam tentang kesopanan.

Meskipun beberapa orang diam-diam bertukar hadiah dan bunga, mereka menghadapi risiko bentrok dengan polisi agama negara tersebut.

Namun hal itu tidak lagi terjadi sampai sekitar lima tahun yang lalu.

Perubahan terjadi setelah putra mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman mencopot Komite Nasional untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan.

Departemen itu ditugasi menegakkan norma-norma agama yang ketat.

Sebelumnya, orang-orang yang berani merayakan Hari Valentine sering ditangkap, begitu juga pemilik toko yang menjual barang-barang Hari Valentine.

Sejak itu, menurut Al Arabiya English, orang-orang Saudi secara terbuka menyambut hari tersebut.

Harga bunga serta hadiah-hadiah bertabur hati—yang sebelumnya melambung — juga telah turun.

2. Pakistan

Perayaan Hari Valentine menimbulkan pro dan kontra di Pakistan.

Pada tahun 2016, presiden negara itu, Mamnoon Hussain, mendesak warga Pakistan untuk menghindari Hari Valentine.

Ia mengatakan kepada sekelompok siswa perempuan bahwa Valentine tidak ada hubungannya dengan budaya negara mereka.

Pernyataan itu secara luas ditafsirkan sebagai tanda dukungan oleh kelompok garis keras Islam di negara itu.

Pada tahun 2017, pengadilan tinggi negara itu kemudian melarang perayaan Valentine.

Sebuah dekrit dikeluarkan untuk menghapus semua jejak Hari Valentine dari ruang publik serta melarang barang dagangan, iklan, atau promosi Valentine di media.

Namun hal itu tidak menyurutkan antusiasme beberapa orang di Pakistan.

Terlepas dari campur tangan dan pengawasan polisi, orang-orang menemukan cara untuk mendapatkan bunga dan memberi hadiah untuk kekasih mereka, meskipun sebagian besar melakukannya secara diam-diam.

"Orang-orang tetap akan pergi keluar dan bersenang-senang - mungkin dengan cara yang berbeda," ujar seseorang yang berencana membuatkan istrinya sarapan romantis pada 14 Februari kepada New York Times di tahun 2018.

"Anda tidak bisa melarang cinta."

Ilustrasi hari valentine
Ilustrasi hari valentine (Freepik)

3. Malaysia

Pihak berwenang Malaysia telah melakukan segala cara untuk melarang perayaan Valentine.

Pada tahun 2005, Dewan Fatwa negara, yang menafsirkan hukum Islam dan membuat keputusan seputar Islam, menyatakan Hari Valentine bertentangan dengan Islam karena memiliki "unsur Kristen."

Kelompok-kelompok Kristen mendesak dewan untuk mempertimbangkan kembali keputusan itu.

Mereka mengklaim hanya ada sedikit hubungan antara Hari Valentine modern dan Kekristenan.

Tetapi larangan itu tetap berlaku.

Otoritas agama kemudian semakin tegas.

Mereka memulai penangkapan massal pasangan yang dicurigai merayakan Hari Valentine.

Dalam satu insiden pada tahun 2011, pihak berwenang di Selangor dan Kuala Lumpur menargetkan pasangan di hotel melati dan taman umum, BBC melaporkan.

Otoritas menyebut Valentine identik dengan "kegiatan buruk".

4. Iran

Otoritas agama di Iran telah meminta bantuan masyarakat untuk mengamankan mereka yang merayakan Hari Valentine yang dianggap bertentangan dengan hukum agama yang ketat.

Pemerintah Iran telah lama melarang simbol Valentine, menyebut bahwa hari Valentine adalah benuk "anti-budaya."

Pemerintah juga mengutuk Hari Valentine sebagai tanda amoralitas dan dekadensi Barat.

Tetapi kini Hari Valentine menjadi sangat populer sehingga beberapa kelompok garis keras Islam sekarang mendorong untuk merayakan hari libur Iran kuno, Sepandārmazgān, sebagai gantinya.

Liburan yang jatuh pada 23 Februari itu, dikenal sebagai hari cinta Persia untuk menghormati Spandarmad, dewa Zoroaster yang mewakili istri yang penuh kasih.

Namun cara itu tidak membuat banyak orang Iran merayakan liburan Valentine ala Barat secara rahasia juga, meskipun ada larangan produksi dan penjualan kartu Valentine dan pernak-pernik lainnya.

Ilustrasi pasangan merayakan Hari Valentine
Ilustrasi pasangan merayakan Hari Valentine (Freepik)

5. India

Di India, nasionalis Hindu ekstrem telah memprotes adanya Hari Valentine dan mengancam mereka yang merayakannya.

Mereka bahkan menyerang pasangan muda dan memotong rambut atau menghitamkan wajah mereka.

Kampanye anti-Valentine yang terkenal berfokus pada platform media sosial, di mana 518 juta orang India diperkirakan aktif pada tahun 2020.

Pada tahun 2015, sebuah partai politik Hindu sayap kanan mengancam akan memaksa orang-orang yang menunjukkan cinta kepada publik di media sosial untuk menikah.

Mereka juga mengancam akan memaksa siapa pun yang ditemukan merayakan liburan di depan umum untuk menikah saat itu juga.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas