Gedung Putih Tolak Larangan Terbang untuk Moskow, Bisa Timbulkan Perang Langsung AS dan Rusia
Amerika Serikat menolak menerapkan zona larangan terbang di atas Ukraina terhadap Rusia karena bisa menimbulkan konflik lebih besar.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat menolak menerapkan zona larangan terbang di atas Ukraina terhadap Rusia karena bisa menimbulkan konflik lebih besar.
Hal ini disampaikan juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki dalam konferensi pers.
Psaki awalnya ditanya soal persetujuan AS terkait laporan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta Presiden Joe Biden untuk memberlakukan zona larangan terbang.
Psaki mengatakan, Biden tidak berniat mengirim pasukan AS untuk berperang dengan Rusia.
"Karena zona larangan terbang akan membutuhkan implementasi. Itu akan membutuhkan pengerahan militer AS untuk menegakkan, yang akan menjadi konflik langsung, berpotensi konflik langsung dan berpotensi perang dengan Rusia, yang merupakan sesuatu yang tidak kami rencanakan untuk menjadi bagian darinya," kata Psaki.
Baca juga: 520 Ribu Lebih Pengungsi Meninggalkan Ukraina Sejak Rusia Kobarkan Perang
Baca juga: Saat Telepon Jadi Senjata Paling Efektif Presiden Ukraina: Hasilkan Dukungan dan Sanksi untuk Rusia
Ditanya secara terpisah tentang zona larangan terbang untuk penerbangan Rusia di AS, Psaki menyebut tidak ada yang salah.
Namun, dia mencatat bahwa banyak maskapai penerbangan AS yang mengudara di atas Rusia untuk mencapai Asia dan negara lainnya.
"Tidak ada pilihan yang belum selesai," katanya.
"Kami memperhitungkan berbagai faktor," jawab Psaki, dilaporkan Reuters.
Dalam sebuah video, Zelensky tidak merinci bagaimana dan oleh siapa zona larangan terbang akan diberlakukan.
Senator AS dari Partai Demokrat, Murphy juga tidak menyetujui zona larangan terbang untuk Ukraina.
Menurutnya, hal itu akan menimbulkan perang secara langsung antara AS dan Rusia.
"Itu ide yang buruk dan Kongres tidak akan pernah mengizinkannya," tulis Murphy di Twitter.
"Peralatan militer untuk Ukraina, dukungan kemanusiaan untuk Ukraina, sanksi yang melumpuhkan terhadap Rusia, pergerakan pasukan AS ke sayap timur NATO, ini semua adalah langkah yang benar."
"Tetapi perang langsung antara dua kekuatan nuklir dunia seharusnya tidak dimulai," cuitnya.
Citra Satelit Tangkap Pergerakan Pasukan Rusia ke Kyiv
Invasi Rusia di Ukraina memasuki hari kelima pada Senin (28/2/2022) lalu dan pasukan Putin telah menuju Ibu Kota Kyiv.
Citra satelit yang diambil pada Senin menunjukkan konvoi besar-besaran militer Rusia di utara Ibu Kota Ukraina, Kyiv.
Konvoi itu membentang sekitar 40 mil (64 km), jauh lebih panjang dari laporan sebelumnya yakni 17 mil (27 km).
Maxar Technologies yang melaporkan foto ini, juga mengatakan pengerahan pasukan darat tambahan dan unit helikopter terlihat di Belarus selatan.
Jaraknya kurang dari 20 mil (32 km) di utara perbatasan Ukraina.
Menurut analisa CNN, ratusan tank, artileri, kendaraan lapis baja, dan kendaraan logistik itu dapat dilacak asalnya sesuai jalan yang mereka lalui.
Di Ukraina tepatnya barat laut Kyiv, semua jalan menuju ke Belarus.
Jalan raya dan jembatan di Kota Chernobyl berakhir di Belarus.
Baca juga: Belarusia Dilaporkan akan Kirim Pasukannya ke Ukraina untuk Membantu Serangan Rusia
Baca juga: UPDATE Perang Rusia Vs Ukraina: Konvoi Militer Rusia Sepanjang 64 Km Lebih, Ada Tank hingga Artileri
Setiap jalan utama lainnya di barat laut ibu kota Ukraina, Kyiv, berakhir di Belarus, yang berbatasan dengan Ukraina utara.
Selama berminggu-minggu sebelum invasi ke Ukraina, Rusia mengumpulkan pasukannya di Belarus.
Ratusan kendaraan militer, pesawat, dan helikopter dipindahkan ke bekas negara Soviet itu untuk dengan dalih latihan bersama.
Namun, setelah manuver berakhir, pasukan Rusia tidak pulang.
Faktanya, citra satelit dari Maxar menunjukkan bahwa Rusia terus meningkatkan jumlah kendaraan militer, kekuatan udara, serta persenjataannya di Belarus.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)