Putin Terancam Dituntut Atas Kejahatan Perang Terkait Penembakan di Kharkiv yang Tewaskan 11 Warga
Penembakan di Kharkiv telah menghancurkan sebuah sekolah dan menurut wali kota setempat menewaskan sedikitnya 11 warga sipil.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Pemerintah Inggris, Selasa (1/3/2022), memperingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin dan para komandannya bisa menghadapi tuntutan atas kejahatan perang karena penembakan membabi buta di Kharkiv.
Penembakan di Kharkiv, kota kedua terbesar di Ukraina itu, telah menghancurkan sebuah sekolah dan menurut wali kota setempat menewaskan sedikitnya 11 warga sipil.
Halaman depan surat kabar Inggris memuat foto-foto dua gadis muda yang terbunuh oleh serangan Rusia di Ukraina dan kata-kata seorang dokter ketika dia mencoba menyelamatkan salah satu dari mereka.
"Tunjukkan ini kepada Putin," demikian katanya.
Baca juga: Perang Rusia Vs Ukraina, Apa Tujuan Akhir Vladimir Putin?
Menteri Kehakiman Inggris Dominic Raab yang juga dikenal mantan jaksa kasus perang mengatakan bahwa Inggris dan sekutunya akan menunggu selama yang diperlukan untuk menindak para pelanggar, menunjuk pada perang tahun 1990-an di bekas Yugoslavia.
"Itulah mengapa kami menjelaskan baik kepada Putin tetapi juga kepada komandan di Moskow, di lapangan di Ukraina, bahwa mereka akan bertanggun jawab atas segala pelanggaran hukum perang," katanya kepada Sky News, seperti dikutip Channel News Asia.
Baca juga: Buntut Invasi ke Ukraina, Kanada Larang Impor Minyak Mentah dari Rusia
Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Senin (28/2/2022), menyatakan sedang menyelidiki setelah menemukan "dasar yang masuk akal" untuk mencurigai dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Ukraina sejak Rusia merebut Semenanjung Krimea pada 2014.
Bagi Putin, para jenderal dan tentara Rusia disebutkan "ada risiko yang sangat nyata bahwa mereka akan berakhir di dok pengadilan di Den Haag," Raab menambahkan di televisi BBC.
“Jika dan ketika ICC memutuskan untuk mengambil tindakan, saya yakin Inggris dan sekutunya ingin mendukung mereka secara praktis, secara logistik,” imbuh dia.
Amnesty International mengungkapkan bom cluster Rusia menghantam sebuah gedung prasekolah di Timur Laut Ukraina pada Jumat (25/2/2022) pekan lalu yang digunakan untuk melindungi warga sipil, menewaskan tiga orang termasuk seorang anak.
Kepala Amnesty International Agnes Callamard menyebutkan, serangan "stomach-turning (mengerikan)" di Kota Okhtyrka "harus diselidiki sebagai kejahatan perang".
Sementara Duta Besar Ukraina untuk Amerika Serikat meminta Kongres AS untuk bantuan lebih lanjut, dengan mengatakan, Rusia telah menggunakan bom vakum pada Senin (28/2) dalam invasi ke Ukraina.
"Mereka menggunakan bom vakum hari ini, yang sebenarnya dilarang oleh konvensi Jenewa," kata Duta Besar Oksana Markarova setelah pertemuan dengan anggota Kongres AS.
"Kehancuran yang coba ditimbulkan oleh Rusia di Ukraina sangat besar".
Bom vakum menggunakan oksigen dari udara sekitarnya untuk menghasilkan ledakan suhu tinggi, biasanya menghasilkan gelombang ledakan dengan durasi yang jauh lebih lama dibanding ledakan konvensional.
Markarova menyebutkan, Ukraina bekerja secara aktif dengan Pemerintahan Presiden Joe Biden dan Kongres AS untuk mendapatkan lebih banyak senjata dan sanksi yang lebih keras untuk Rusia.
"Mereka (Rusia) harus membayar, mereka harus membayar harga yang mahal," katanya kepada wartawan setelah pertemuan dengan anggota Kongres AS seperti dikutip Reuters.
Sumber: Sky News/BBC/Reuters
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.